Suara.com - Koalisi masyarakat sipil membuat petisi yang menolak Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Mereka menilai Perpres tersebut mengganggu criminal justice system dan mengancam HAM dan demokrasi.
Koordinator Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Malik Fery Kusuma menilai bahwa hukum dalam masyarakat demokratik, berfungsi untuk memberi, mendefinisikan dan mengatur pelaksanaan kewenangan-kewenangan negara.
Kata dia, dengan cara menetapkan batasan-batasan yang jelas terhadap kewenangan negara, hukum melindungi hak-hak warga negara dari kemungkinan abuse of power.
"Dengan berpijak pada hal itu, maka produk kebijakan penanganan teorisme di Indonesia harus dapat menjaga keseimbangan imperatif antara perlindungan terhadap "liberty of person" dalam suatu titik dengan perlindungan terhadap "security of person" pada titik lain," ujar Fery dalam keterangannya.
Kemudian, Koalisi Masyarakat Sipil menilai pengaturan tentang kewenangan TNI di dalam rancangan peraturan presiden tentang tugas TNI dalam mengatasi Aksi Terorisme terlalu berlebihan sehingga akan mengganggu mekanisme criminal justice sistem, mengancam HAM dan kehidupan
demokrasi itu sendiri.
Pengaturan kewenangan penangkalan dalam rancangan peraturan presiden kata Ferry sangat luas, yakni dengan menjalankan operasi intelijen, operasi teritorial, operasi informasi dan operasi lainnya.
Sementara itu, peraturan presiden ini tidak memberi penjelasan lebih rinci terkait dengan "operasi lainnya".
"Dengan Pasal ini, TNI dapat terlibat dalam penanganan tindak pidana terorisme secara lebih leluasa di dalam negeri, sehingga berpotensi membahayakan kehidupan HAM di Indonesia," ucapnya.
Koalisi Masyarakat Sipil juga menilai dengan adanya tugas penangkalan dan penindakan yang bersifat mandiri (bukan perbantuan) untuk mengatasi kejahatan tindak pidana terorisme di dalam negeri, akan menimbulkan tumpang tindih fungsi dan tugas antara militer dengan kelembagaan negara lainnya yakni dengan BNPT, aparat penegak hukum dan lembaga intelijen negara itu sendiri.
Baca Juga: Imbas Pandemi Hak Buruh Tak Dipenuhi, Koalisi Masyarakat Sipil Layani Aduan
Menurutnya hal tersebut justru akan membuat penanganan terorisme menjadi tidak efektif karena terjadi overlapping fungsi dan tugas antar kelembagaan negara.
Koalisi Masyarakat Sipil juga menyoroti
penggunaan anggaran daerah dan sumber lain di luar APBN yang dapat digunakan oleh TNI dalam penanganan terorisme sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Rancangan Perpres bertentangan dengan Pasal 66 UU TNI.
"Penggunaan anggaran di luar APBN oleh TNI tidak sejalan dengan fungsi TNI yang bersifat terpusat (tidak didesentralisasikan), sehingga anggaran untuk TNI hanya melalui APBN sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU TNI. Pendanaan di luar ketentuan UU TNI tersebut memiliki problem akuntabilitas, potensial terjadi penyimpangan dan menimbulkan beban anggaran baru bagi pemerintah daerah," kata Fery.
Pihaknya berkesimpulan bahwa pola penanganan terorisme dengan memberikan kewenangan yang berlebihan kepada TNI sebagaimana di maksud dalam draft peraturan presiden tersebut, akan membuka ruang dan potensi collateral damage yang tinggi, cenderung represif, stereotyping (stigmatisasi) sehingga menjadi ancaman serius bagi hak asasi manusia dan kehidupan demokrasi di Indonesia.
Karenanya, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak kepada parlemen agar meminta pemerintah untuk memperbaiki draft peraturan presiden itu secara lebih baik dan lebih benar karena secara substansi memiliki banyak permasalahan.
"Di sisi lain, Presiden Jokowi perlu hati-hati dalam membuat peraturan presiden tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme karena jika hal itu tidak di buat dengan benar maka peraturan presiden itu justru akan menjadi cek kosong bagi militer dalam mengatasi terorisme di Indonesia dan akan memundurkan jalannya reformasi TNI itu sendiri serta kehidupan demokrasi di Indonesia," katanya.
Berita Terkait
-
Imbas Pandemi Hak Buruh Tak Dipenuhi, Koalisi Masyarakat Sipil Layani Aduan
-
Koalisi Masyarakat Sipil: Pelaksana Perppu Corona Tak Boleh Kebal Hukum!
-
Berlangsung Tertutup, KPK Harus Ulangi Proses Seleksi Deputi Penindakan
-
Pernyataan Jokowi Soal Darurat Sipil Dianggap Tak Tepat Atasi Corona
-
Haris Azhar: Pemerintah Tak Mau Lockdown Karena Enggan Santuni Orang Miskin
Terpopuler
- 17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 20 September: Klaim Pemain 110-111 dan Jutaan Koin
- Siapa Zamroni Aziz? Kepala Kanwil Kemenag NTB, Viral Lempar Gagang Mikrofon Saat Lantik Pejabat!
- Prompt Gemini AI untuk Edit Foto Masa Kecil Bareng Pacar, Hasil Realistis dan Lucu
- Bali United: 1 Kemenangan, 2 Kekalahan, Johnny Jansen Dipecat?
- 10 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 21 September 2025, Kesempatan Klaim Pemain OVR 110-111
Pilihan
-
Ousmane Dembele Raih Ballon dOr 2025, Siapa Sosok Istri yang Selalu Mendampinginya?
-
Meski Perpres Sudah Terbit, Tapi Menkeu Purbaya Mau Review Ulang Soal Kenaikan Gaji ASN 2025
-
Prabowo: Indonesia Mengakui dan Jamin Keamanan Israel Jika Palestina Merdeka
-
Profil Glory Lamria: Diaspora Viral Usai Kunjungan Presiden di Amerika Serikat
-
Analisis IHSG Hari Ini Usai Wall Street Cetak Rekor Didorong Harga Saham Nvidia
Terkini
-
KPU Klarifikasi: Riwayat Pendidikan Gibran Diisi Langsung oleh Tim Saat Pencalonan
-
Kecelakaan Bus Transjakarta Menjadi Perhatian Serius, PSI: Apalagi Disebabkan Kelalaian Pengemudi
-
Mahfud MD Akui Sempat Ditawari Jabatan Menko Polkam: Saya Tidak Berkeringat, Tidak Etis
-
Dilaporkan ke KPK, Bupati Manokwari Diduga Terlibat Korupsi pada 2 Proyek
-
Curhatan Warga Resah soal 'Tot tot Wuk wuk': Nyaris Nabrak Gegara Strobo, Bunyi Sirine Bikin Panik!
-
Detik-detik Penangkapan! Tiga Remaja Pembawa Airsoft Gun Diamankan, Tawuran di Cilincing Digagalkan
-
Lama Hilang Kini Pulang Bawa Jabatan, Siapa Arief Poyuono yang Kini Jadi Komisaris Pelindo?
-
Sebelum Kerusuhan Meletus, Mahfud MD Sebut Prabowo Tak Gubris Masukan Akademisi UGM: Udah Biarin Aja
-
Satria Hutan Indonesia 2025 Jalani Pendakian 13 Hari di Gunung Patah
-
Data Pendidikan Gibran di Situs KPU Tiba-tiba Berubah Jadi S1, Ada Upaya Jegal Gugatan Ijazah Palsu?