Suara.com - Panusaya Sithijirawattankul, mahasiswi 21 tahun menjadi sorotan publik sekaligus simbol harapan warga Thailand akan terjadinya reformasi pemerintahan di negaranya.
Di tengah cengkraman hukum lese majeste--di mana warga dilarang mengina kerajaan--mahasiswi sosiologi tahun ketiga ini berani menampakan diri sebagai penentang raja secara terang-terangan.
Menyadur ABC, Jumat (25/9/2020), Panusaya telah menjadi salah satu wajah dari gerakan protes bernama Pro-Demokrasi yang dipimpin mahasiswa untuk menjatuhkan rezim Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.
Dengan puluhan ribu pengunjuk rasa mendukungnya, ada momen ketika Panusaya Sithijirawattankul naik ke panggung di dekat Istana Agung seremonial Bangkok.
Dia dengan percaya diri melakukan apa yang kebanyakan orang Thailand tidak berani lakukan. Dia berbicara menentang monarki negara.
Di depan layar lebar yang memproyeksikan citranya ke kerumunan, mahasiswi yang dijuluki "Anak Tangga" itu berpidato di rapat umum anti-kemapanan terbesar sejak kudeta 2014.
"[Kami memiliki] ideologi yang sama, niat yang sama, tujuan yang sama: untuk mengakhiri rezim Prayuth dan untuk mereformasi monarki, bukan begitu?" katanya dengan sorak-sorai dan tepuk tangan meriah.
Jauh dari rasa takut huku lese majeste yang mungkin menantinya, Panusaya dengan lantang dan bangga menyatakan keinginannya agar keluarga kerajaan memiliki lebih sedikit kekuasaan dalam politik.
"Saya memutuskan untuk angkat bicara karena jika kita tidak pernah membicarakannya, perubahan tidak akan pernah terjadi," kata perempuan yang kerap dipanggl Rung itu.
Baca Juga: Tuntut Reformasi Monarki, Puluhan Ribu Warga Thailand Gelar Aksi Protes
"Saya tidak takut dipenjara."
Meski dengan lantang menuntut perubahan besar-besaran dalam tatanan pemerintahan Thailand, Rung secara tegas menyebut gerakan pro-demokrasi bukanlah mengghina keluarga kerajaan.
"Kami tidak ingin menggulingkan institusi. Usulan kami adalah reformasi, bukan revolusi," tegas Rung.
Di bawah hukum lese majeste, para aktivis muda Thailand termasuk Rung berpotensi mendapat hukuman penjara antara tiga dan 15 tahun.
Beberapa telah ditangkap dan dibebaskan dengan jaminan atas tuduhan terkait protes lainnya di bawah undang-undang yang berbeda selama dua bulan terakhir.
Rung sendiri tak berpikir naif. Dia menyadari bahwa penangkapan terhadap dirinya pasti akan datang cepat atau lambat.
"Saya [akan] pasti ditangkap suatu hari karena surat perintah penangkapan sudah dikeluarkan," katanya.
"Yang harus saya lakukan adalah merencanakan apa yang akan saya lakukan sebelum dan sesudah ditangkap, sehingga gerakan ini akan terus berjalan dan tidak berhenti jika saya atau pemimpin lain pergi."
Pro-demokrasi adalah aksi masyarakat Thailand yang dipimpin para pelajar demi menyerukan mundurnya Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha dan juga meminta revolusi monarki.
Aksi protes yang dipimpin kelompok-kelompok pelajar telah menghiasi jalan-jalan di Thailand sejak pertengahan Juli.
Masyarakat Thailand disebut sudah muak dengan kepemimpinan Prayut, mantan panglima militer di balik kudeta 2014. Perombakan total dalam pemerintahan diharapkan terwujud.
Sebagian rakyat Thailand juga menuntut reformasi monarki kerajaan yang sangat kaya dan berkuasa.
Aksi menuntut raja sebelumnya jadi hal yang tabu di Negeri Gajah Putih lantaran adanya udang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang begitu kejam.
Pekan lalu, para mahasiswa dan warga Thailand tumpah ruah menggelar aksi besar-besaran di ruas jalan Bangkok.
"Kami berjuang untuk lebih banyak demokrasi," kata aktivis mahasiswa terkemuka Panusaya Sithijirawattanakul.
"Rencananya bukan untuk menghancurkan monarki, tetapi untuk memodernisasi, menyesuaikannya dengan masyarakat kita," tambahnya saat itu.
Berita Terkait
-
Bela Aksi Rakyat, Ratu Kecantikan Thailand Dihujat 'Hitam, Jelek, Sampah'
-
Produksi Mobil Indonesia Masih Kalah dari Thailand, Apa Sebabnya?
-
Biar Turis Nakal Kapok, Taman Nasional Kirim Balik Sampah yang Ditinggal
-
Dihantui Gelombang Kedua Covid-19, Thailand Minta Relawan Siaga
-
Retro Abis! Honda Super Cub Tampil dengan Wajah Baru
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Dirut BPR Jepara Artha Dkk Dapat Duit hingga Biaya Umrah dalam Kasus Kredit Fiktif
-
Muncul ke Publik Usai Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Eko Purnomo: Maaf Bikin Khawatir
-
KPK Wanti-wanti Kemenkeu soal Potensi Korupsi dalam Pencairan Rp 200 Triliun ke 5 Bank
-
Mendagri Jelaskan Pentingnya Keseimbangan APBD dan Peran Swasta Dalam Pembangunan Daerah
-
Dukungan Mengalir Maju Calon Ketum PPP, Mardiono: Saya Siap Berjuang Lagi! Kembali PPP ke Parlemen!
-
KPK Beberkan Konstruksi Perkara Kredit Fiktif yang Seret Dirut BPR Jepara Artha
-
Peran Satpol PP dan Satlinmas Dukung Ketertiban Umum dan Kebersihan Lingkungan Diharapkan Mendagri
-
Jadilah Satpol PP yang Humanis, Mendagri Ingatkan Pentingnya Membangun Kepercayaan Publik
-
Sempat Copot Kepsek SMPN 1, Wali Kota Prabumulih Akui Tak Bisa Kontrol Diri
-
Mendagri Dukung Penuh Percepatan Program MBG, Teken Keputusan Bersama Terkait Lokasi SPPG di Daerah