Suara.com - Dalam Rapat Paripurna pada Senin (5/10/2020), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan UU Cipta Kerja. Belakangan, undang-undang ini dipermasalahkan. Apa saja pasal kontroversial UU Cipta Kerja?
Sebelumnya, Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja ini sudah menjadi perdebatan publik karena dianggap mementingkan kepentingan investor di atas kebutuhan pekerja.
Seperti pada beberapa pasal kontroversial berikut ini yang dinilai merugikan hak-hak pekerja.
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Dalam Pasal 59 ayat 2 berisikan, “perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.” Hal tersebut menjelaskan bahwa batas waktu PKWT bisa selamanya tanpa diangkat menjadi pegawai tetap.
Kemudian pada Pasal 59 ayat 1 huruf b mengenai pergantian batas waktu pekerjaan yang penyelesaiannya tiga tahun sebagai salah satu kriteria PKWT. Pasal tersebut berisikan, “pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.”
2. Pemberhentian kontrak kerja
Adanya kemudahan untuk memutuskan perjanjian kerja dimana kontrak dapat diputus secara tiba-tiba ketika pekerjaan dinilai sudah selesai, meskipun masih dalam masa kontrak yang sudah disetujui.
Pembahasan tersebut ada pada Pasal 61 ayat 1 huruf c, “perjanjian kerja berakhir apabila: selesainya suatu pekerjaan tertentu.”
Baca Juga: Polisi Pukul Mundur Demonstran Tolak UU Cipta Kerja di Semarang
Hal itu dapat merugikan pekerja karena tidak mendapatkan kesempatan untuk menentukan kapasitas waktu kerja yang diinginkan di perusahaan tempatnya bekerja. Masa waktu kerja yang berlaku bagi pekerja berdasarkan keputusan dari tempat kerjanya.
3. PHK sepihak
Aturan pada UU No.13 Tahun 2003 mengenai PHK kepada pekerja yang melanggar peraturan perusahaan dihapus.
Dalam Pasal 151 yang berbunyi: “pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja, pengusahan hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial,” ini sudah tidak lagi diberlakukan.
Maka, dengan penghapusan aturan tersebut, pengusaha dinilai dapat memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa berunding dengan pekerja.
4. Berkurangnya hak pesangon
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Nasib 8 ABK di Ujung Tanduk, Kapal Terbakar di Lampung, Tim SAR Sisir Lautan
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Baju Basah Demi Sekolah, Curhat Pilu Siswa Nias Seberangi Sungai Deras di Depan Wapres Gibran
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Mendagri Bersama Menteri PKP Resmikan Pembangunan Hunian Tetap Korban Bencana di Tapanuli Tengah
-
Percepat Pemulihan Pascabencana, Mendagri Instruksikan Pendataan Hunian Rusak di Tapanuli Utara
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh