Suara.com - Jumlah pelanggaran protokol kesehatan dalam tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada), dinilai tidak lagi signifikan. Jumlah pelanggaran terbanyak ditemukan pada 4 - 6 September 2020, ketika deklarasi pasangan calon (paslon).
"Beberapa pelanggaran protokol kesehatan terbanyak ketika tanggal 4 sampai 6 September ketika deklarasi pasangan calon, namun setelah itu masih terdapat pelanggaran, namun jumlahnya tidak semasif tanggal 4 sampai 6 September," kata Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Dirjen Bina Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Safrizal, dalam rapat Analisa dan Evaluasi (Anev) Pelaksanaan Kampanye Pilkada Serentak Tahun 2020, di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kemendagri, Jakarta, Jumat (16/10/2020)
Menurutnya, pelanggaran terbanyak masih seputar pertemuan terbatas yang dihadiri lebih dari 50 orang.
Pada kesempatan lain, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, telah menegur 83 pasangan calon yang berstatus petahana. Teguran dilayangkan saat belum ada penetapan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), akibat melanggar protokol kesehatan.
"Dari hari ke hari, waktu ke waktu, dari data dievaluasi yang dikumpulkan memang masih terdapat pelanggaran, namun tidak menunjukkan data yang signifikan. Masih terjadi, dan tentu ini catatan bagi penegak disiplin di daerah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka meminimalisir, mereduksi jumlah pelanggaran yang dilakukan," ujarnya.
Terkait dengan pelaksanaan tahapan kampanye pilkada, ada beberapa catatan dari tahapan tersebut.
Menurut Safrizal, ada pertemuan terbatas tatap muka, yang merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh paslon. Artinya, metode kampanye secara daring belum jadi pilihan utama para kontestan pilkada, walau dorongan untuk itu terus digaungkan.
"Dari angka-angka statistik yang kita peroleh, ternyata metode pertemuan terbatas dan tatap muka merupakan metode yang paling banyak digunakan," ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Safrizal, ini harus jadi perhatian bersama. Dalam pertemuan tatap muka, mungkin saja itu bisa memicu kerumunan.
Baca Juga: Sesuai Arahan Presiden, Kemendagri Buka Layanan Aduan Perbaikan Kebijakan
Berdasarkan laporan yang masuk, pelanggaran terbanyak adalah pertemuan tatap muka dan berkumpul di atas 50 orang. Padahal sesuai ketentuan, pertemuan terbatas dibatasi, maksimal 50 orang.
"Pada 26 September sampai 1 Oktober terjadi pelanggaran protokol kesehatan 54, kemudian ada konser pelaksanaan konser sebanyak 3 aktivitas atau kegiatan. Ini menunjukkan bahwa pelanggaran berkumpul lebih dari 50 orang adalah yang terbanyak, "ujarnya.
Kemudian di periode berikutnya, 2 sampai 8 Oktober, kata Safrizal, pihaknya mencatat terjadi 16 kali pertemuan terbatas dengan peserta lebih dari 50 orang. Sementara di periode ini, pelanggaran berupa pentas musik atau konser tidak ada.
Pada 9 sampai 15 Oktober 2020, pelanggaran protokol kesehatan yang terbanyak masih pertemuan dengan peserta lebih dari 50 orang. Di sini, ada 25 kali pelanggaran.
" Ini tentu sudah dicatat oleh Bawaslu. Teguran oleh Bawaslu sudah dilakukan, 230 kali yang diberikan peringatan dan 35 untuk pembubaran. Kepada para petugas di lapangan, di antara mencatat atau membubarkan memang pilihannya lebih bagus membubarkan, karena mencegah orang berkumpul lebih banyak. Namun jika diingatkan petugas di lapangan, ternyata bisa dikurangi tetap dengan protokol jaga jarak pakai masker, maka acara kampanye dapat terus dilakukan. Potensi penularannya paling banyak adalah jika berkumpul di atas 50 orang tanpa jaga jarak tanpa pakai masker, " kata Safrizal.
Para paslon kepala daerah pun, kata Safrizal, telah diimbau untuk membagikan masker. Bahkan jauh-jauh hari soal pembagian masker, telah disuarakan oleh Mendagri.
Berita Terkait
-
Cegah Klaster Baru, Tempat Pengungsian Wajib Taat Protokol Kesehatan
-
Ulama: Jaga Jarak dan Pakai Masker Bagian dari Ikhtiar Cegah Virus Corona
-
DPRD Tolak Perda Prtokol Kesehatan Kota Batam
-
Olivia Zalianty: Protokol Kesehatan Banyak Diajarkan Orangtua Dulu
-
Boleh Ditiru, One Gate System untuk Mencegah Infeksi Covid-19 di Pesantren
Terpopuler
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- 7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Peradilan Militer Dinilai Tidak Adil, Keluarga Korban Kekerasan Anggota TNI Gugat UU ke MK
-
Ria Ricis dan Selebriti Pandu Shopee Live Superstar, Jumlah Produk Terjual Naik Hingga 16 Kali
-
5 Kali Sufmi Dasco Pasang Badan Bela Rakyat Kecil di Tahun 2025
-
Kelola Sendiri Sampah MBG, SPPG Mutiara Keraton Solo di Bogor Klaim Untung hingga 1.000 Persen
-
Di Hadapan Kepala Daerah, Prabowo Ingin Kelapa Sawit Jamah Tanah Papua, Apa Alasannya?
-
Komnas Perempuan: Situasi HAM di Papua Bukan Membaik, Justru Makin Memburuk
-
Jaksa Agung: KUHP-KUHAP Baru Akan Ubah Wajah Hukum dari Warisan Kolonial
-
15 WN China Serang TNI di Area Tambang Emas Ketapang: 5 Fakta dan Kondisi Terkini
-
LBH: Operasi Militer di Papua Ilegal dan Terstruktur Sistematis Sejak 1961
-
YLBHI: Kekuasan Polri di Ranah Sipil Mirip ABRI Zaman Orde Baru