Suara.com - Banyak penganut Ahmadiyah diancam akan dideportasi dari Jerman. Namun, sejumlah negara beranggapan perlunya perlindungan terhadap mereka, kaum minoritas yang sering dianiaya di Pakistan.
Keluarga Ahmad hidup dalam ketidakpastian. Mereka tidak memiliki izin tinggal di Jerman. Sang ayah, seorang insinyur yang berkualifikasi, tidak diizinkan bekerja di Jerman.
Mereka tinggal di penampungan pengungsi, dan kemungkinan dapat dideportasi kapan pun. Belum lama ini mereka mengetahui informasi terkait deportasi ke Pakistan akan dilakukan pada 17 Maret 2021.
Rasa takut membayangi keluarga mereka. Keluarga Ahmad merupakan anggota komunitas Ahmadiyah, sebuah ajaran yang berawal di Kadian, India yang digagas oleh Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1889.
Anggota komunitas Ahmadiyah di Jerman mengungkapkan, jika dideportasi ke Pakistan, hidup mereka akan terancam.
Warga negara kelas dua di Pakistan
Penganut Ahmadiyah mengimani kitab suci Islam, Alquran, tetapi mereka juga meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mesias, penerus nabi.
Oleh karena itu, banyak umat muslim menganggap ajaran Ahmadiyah sesat.
"Pengecualian terhadap penganut Ahmadiyah bahkan diabadikan dalam konstitusi [Pakistan],” kata Mohammad Suleman Malik, juru bicara komunitas Ahmadiyah di negara bagian Thueringen dan Sachsen, Jerman.
Sejak tahun 1974, jemaah Ahmadiyah di Pakistan dilarang menyebut diri mereka muslim.
Mereka juga dilarang menyebut rumah salat mereka sebagai "masjid" dan dilarang mengumandangkan azan.
UNHCR dan Amnesty menilai perlunya perlindungan Ahmad dan istrinya Sahar Kalsoom "dimusuhi" banyak orang.
Kalsoom mengatakan harus pindah sekolah dan disebut "kafir", hingga dia tidak menyelesaikan pendidikannya.
Ketika sepupunya dibunuh, seluruh keluarga harus meninggalkan desa asal mereka di Khureyanwala.
Setelah dia menikah dengan Ahmad dan memiliki anak, mereka memutuskan untuk pindah ke Jerman demi masa depan yang lebih baik.
Berita Terkait
-
Pakistan Berduka: Korban Banjir Melonjak Drastis
-
Merah Putih yang Ternoda, Saat Kreator Menuntut Keadilan
-
Peluru Taliban yang Menyalakan Perjuangan Malala untuk Pendidikan
-
Di Sini Kawin Lari Cuma Bikin Ortu Ngambek, di Pakistan Bisa Berakhir Ditembak Mati
-
Jasad Nasiruddin Ditemukan Masih Utuh Usai 28 Tahun Hilang, Perasaan Keluarga Campur Aduk
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Sejarah Lambang Kakbah di Logo PPP, Muncul Wacana Mau Diganti
-
Krisis Keracunan MBG, Ahli Gizi Ungkap 'Cacat Fatal' di Dalam Struktur BGN
-
5 Kejanggalan Bangunan Musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Roboh Timpa 100 Santri yang Sedang Salat
-
Bumerang buat Prabowo? Legislator NasDem Usul Diksi 'Gratis' dalam MBG Dihapus: Konotasinya Negatif!
-
Sebulan Hilang Usai Aksi 'Agustus Kelabu', KontraS Desak Polda Metro Serius Cari Reno dan Farhan!
-
Momen Menkeu Purbaya Ancam Pertamina Malas Bikin Kilang Baru: Males-malesan, Saya Ganti Dirutnya
-
Sosok Meta Ayu Puspitantri Istri Arya Daru: Keberatan Kondom Jadi Barang Bukti Kematian Suami
-
Gubernur Ahmad Luthfi Minta Organisasi Tani Ikut Atasi Kemiskinan
-
Bernasib Tragis saat Rumah Ditinggal Pemiliknya, 4 Anak Ini Tewas Terbakar!
-
Naturalisasi Atlet Timnas Secepat Kilat, Kenapa Anak Keturunan WNI Malah Terancam Jadi Stateless?