Suara.com - Warga Pancoran Buntu II serta solidaritas Forum Pancoran Bersatu, turut mengawal jalannya persidangan perdata sengketa lahan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/4/2021).
Meski mereka tidak diperkenankan masuk ke dalam pengadilan, orasi mengecam PT Pertamina Training & Consulting (PTC), anak perusahaan PT Pertamina, yang diduga merampas tanah warga terus diserukan.
Seusai persidangan, kuasa hukum ahli waris Sanjoto Mangunsasmito, Edi Danggur menemui warga serta kolektif solidaritas yang menunggu di luar gerbang pengadilan.
Memakai pelantang suara, Edi menyampaikan jalannya persidangan kepada warga serta kolektif solidaritas.
"Persidangan sudah berlangsung dengan agenda jawaban dari Pertamina. Di dalam jawaban mereka, mereka menyampaikan jika Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara ini," kata Edi kepada warga serta kolektif solidaritas di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan.
Edi menambahkan, persidangan akan kembali digelar pada Rabu (5/5) mendatang, dengan agenda pembuktian dari pihak termohon. Dua pekan setelahnya, tim kuasa hukum ahli waris akan memberikan jawaban atas pembuktian tersebut.
"Oleh karena itu, hakim meminta mereka mengajukan bukti-bukti. Pada Rabu 5 Mei itu, dan dua minggu setelahnya adalah tanggapan dari kami, sebagai pengacara ahli waris," sambung Edi.
Tak hanya itu, warga dan kolektif solidaritas turut membacakan pernyataan sikap atas tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh PT PTC. Pernyataan itu dibacakan secara bergantian melalui pengeras suara sebagai berikut:
Baca Juga: PTC Sebut PN Jaksel Tak Berwenang Adili Sidang Gugatan Warga Pancoran Buntu
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) mendefinisikan penggusuran paksa sebagai pemindahan individu, keluarga, atau kelompok secara paksa dari rumah atau tanah yang mereka duduki, baik untuk sementara atau untuk selamanya, tanpa perlindungan hukum yang memadai.
Artinya, ada dua poin penting yang harus menjadi perhatian, yaitu metode yang digunakan dan perlindungan hukum terhadap tindakan tersebut. Sayangnya, di Indonesia sering terjadi penggusuran paksa karena banyaknya pihak-pihak yang melangkahi prosedur hukum yang sudah ada.
Penggusuran paksa di Indonesia menjadi penyakit lama yang tidak kunjung sembuh. Ironisnya, penggusuran dilakukan dengan dalih pembangunan untuk kepentingan publik. Misalnya di Kertajati dan Kulon Progo, dimana penggusuran paksa dilakukan atas nama pembangunan bandara.
Kemudian ada juga sengketa lahan di Batang atas nama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Lalu yang paling sering untuk pembangunan jalan tol, seperti terjadi di Cijago dan Tangerang. Selanjutnya yang masih segar di ingatan kita adalah penggusuran di Tamansari yang dilakukan demi pembangunan rumah deret. Hal ini tentu menjadi perhatian khusus, apakah pemerintah lebih mementingkan pembangunan di atas hak asasi warganya?
Dalam realitanya masyarakat memiliki keterkaitan kuat atas ruang yang ditinggali selama puluhan tahun. Penggusuran secara paksa mencederai prinsip-prinsip hak asasi manusia yang menyangkut ekonomi, sosial, dan budaya. Menurut Commision on Human Right Resolution 1993/77 menyatakan penggusuran paksa adalah pelanggaran HAM berat. Semestinya siapapun harus menghargai apapun yang menjadi hak dasar masyarakat. Banyak dalih lahirnya penggusuran di Indonesia.
Berbagai macam motif untuk memindahkan masyarakat dari ruang hidupnya; mulai dari atas nama kepentingan umum, normalisasi lahan, pembangunan kota megapolitan, pemulihan aset. Zonasi wilayah yang dibagi untuk area pemukiman, bisnis dan ruang terbuka hijau seringkali menjadikan penggusuran sebagai alternatif untuk penyediaan lahan.
Berita Terkait
-
PTC Sebut PN Jaksel Tak Berwenang Adili Sidang Gugatan Warga Pancoran Buntu
-
Warga Pancoran Korban Gusuran Geruduk PN Jaksel, Polisi Perketat Pengamanan
-
Sidang Sengketa Lahan Pancoran Buntu II, Warga Gelar Aksi di PN Jaksel
-
Hari Ini PN Jaksel Gelar Sidang Sengketa Lahan Pancoran Buntu II
-
Mendes Abdul Halim Minta Pertamina Fasilitasi BUMDes Jadi Mitra Pertashop
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri