Suara.com - Kejaksaan Agung RI melalui Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) membuka penyidikan baru terkait kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Setidaknya, sebanyak enam orang saksi telah dilakukan pemeriksaan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak pun merinci keenam saksi tersebut. Mereka adalah AS selaku mantan Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta, MS selaku Senior Manager Operation TNT Indonesia Head Office, EW selaku Manager Operation Fedex / TNT Semarang.
Selanjutnya adalah FS selaku Kepala Divisi UKM pada LPEI Tahun 2015, DAP selaku Kepala Divisi Analisa Resiko Bisnis II pada LPEI danYTP selaku Kepala Divisi Restrukturisasi Aset II pada LPEI.
"Tim jaksa penyidik pada Direktorat Jampidsus mulai melakukan penyidikan dugaan perkara tindak pidana korupsi (tipikor) dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan melakukan pemeriksaan terhadap 6 orang saksi", kata Leonard dalam keterangannya, Rabu (30/6/2021).
Dijelaskan Leonard, pemeriksaan saksi bertujuan untuk kepentingan penyidikan yang tengah berlangsung. Selain itu, keterangan saksi juga dibutuhkan guna mencari fakta hukum tentang kasus tersebut.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi," beber dia.
Adapun surat perintah penyidikan perkara merujuk pada Nomor Print-13/F.2/Fd.2/06/2021 tertanggal 24 Juni 2021. Diduga, LPEI telah memberikan pembiayaan kepada debitur dengan sistem yang tidak baik hingga terjadi peningkatan kredit macet per tanggal 31 Desember 2019 mencapai 23,39 persen.
"LPEI di dalam penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional kepada para debitur (perusahaan penerima pembiayaan), diduga dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet/non performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39%," papar dia.
Leonard menambahkan, laporan keungan LPEI pada 2019 itu mengalami kerugian mencapai Rp 4,7 triliun. Kerugian tersebut disebabkan karena adanya pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
Baca Juga: Kejagung Lelang 17 Kapal Milik Tersangka Kasus Pencucian Uang di Asabri
"Selanjutnya berdasarkan statement di laporan keuangan 2019, pembentukan CKPN di tahun 2019 meningkat 807,74% dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada provitabilitas (keuntungan)," jelas Leonard.
Dalam hal ini, CKPN yang dilakukan tersebut guna menangani potensi kerugian akibat naiknya angka kredit yang bermasalah. Diduga, hal itu disebabkan karena kesembilan debitur mereka itu.
"Kenaikan CKPN ini untuk mencover potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalahan diantaranya disebabkan oleh ke-9 debitur tersebut diatas," ucap dia.
Lebih lanjut, Leonard memaparkan, LPEI tidak menerapkan prinsip terkait kebijakan LPEI. Prinsip itu tertuang dalam Peraturan Dewan Direktur No. 0012/PDD/11/2010 tertanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI.
Bahkan, para debitur lembaga LPEI itu mengalami gagal pembayaran mencapai Rp 683,6 miliar yang terdiri dari nilai pokok Rp 576 miliar dan denda Rp 107,6 miliar.
"Akibat hal tersebut diatas menyebabkan Debitur dalam hal ini Group Wallet yaitu PT Jasa Mulya Indonesia, PT Mulya Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia dikatagorikan Collectibility 5 ( macet ) sehingga mengalami gagal bayar sebesar Rp. 683.600.000.000,- (terdiri dari nilai pokok Rp. 576.000.000.000,- + denda dan bunga Rp. 107.600.000.000,-)," tutup dia.
Berita Terkait
-
6 Pekerja Bangunan Jalani Vonis Kasus Kebakaran Kejagung Besok, Begini Harapan Pengacara
-
Program PEN JAMINAH Menopang Permodalan Usaha Terdampak Pandemi Covid-19
-
Licinnya Buronan Hendra Subrata: 10 Tahun Kabur ke Singapura, Beda KTP hingga Ganti Agama
-
Kejagung Lelang 17 Kapal Milik Tersangka Kasus Pencucian Uang di Asabri
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
Terkini
-
Sempat Sakit, Adik Jusuf Kalla Diperiksa Kasus Korupsi PLTU Rp1,35 Triliun Hari Ini!
-
Satpol PP Akan Bongkar 179 Bangunan Liar di Sepanjang Akses Tol Karawang Barat
-
Viral Todongkan Sajam di Tambora, Penjambret Diringkus Polisi Saat Tertidur Pulas
-
BPJS Kesehatan Angkat Duta Muda: Perkuat Literasi JKN di Kalangan Generasi Penerus
-
Kondisi Gunung Semeru Meningkat ke Level Awas, 300 Warga Dievakuasi
-
Soal Pelimpahan Kasus Petral: Kejagung Belum Ungkap Alasan, KPK Bantah Isu Tukar Guling Perkara
-
Semeru Status Awas! Jalur Krusial Malang-Lumajang Ditutup Total, Polisi Siapkan Rute Alternatif
-
Babak Baru Korupsi Petral: Kejagung Resmi Limpahkan Kasus ke Tangan KPK, Ada Apa?
-
DPR-Kemdiktisaintek Kolaborasi Ciptakan Kampus Aman, Beradab dan Bebas Kekerasan di Sulteng
-
Fakta Baru Sengketa Tambang Nikel: Hutan Perawan Dibabat, IUP Ternyata Tak Berdempetan