Suara.com - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai harga tes swab PCR Covid-19 yang diturunkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi maksimal Rp 550 ribu masih mahal tapi sudah lumayan terjangkau.
Menurut Dicky, bahwa Indonesia masih bergantung dengan reagen impor dari luar negeri, sehingga harganya mahal, tidak seperti India yang sudah bisa mengembangkan tes PCR sendiri dengan harga hanya Rp 100 ribu.
"Harga tes PCR itu sudah ideal 450-550 untuk konteks Indonesia, karena dari komponennya ada jasa, investasi, reagennya impor beli dari luar itu mahal, memang tidak bisa kita dibandingkan dengan India yang semua komponennya buatan India yang murah itu dan jasa tenaga kerja layanan di India juga murah," kata Dicky saat dihubungi, Senin (16/8/2021).
Namun Indonesia tetap harus bisa mengembangkan reagen lokal sehingga tidak bergantung pada reagen impor yang harganya mahal.
"Pesan pentingnya harus ada penguatan di riset dan development sehingga kita tidak bergantung pada produk impor terus, apalagi antigen itu harusnya kemampuan Indonesia bisalah," ucapnya.
Selain itu, Dicky juga menegaskan harga tes PCR maksimal Rp 550 ribu itu seharusnya hanya dikenakan kepada orang dengan kepentingan pribadi seperti pelaku perjalanan, untuk kepentingan tracing kontak erat tetap harus gratis dari pemerintah.
"Kalau mau serius mengendalikan pandemi ini ya strategi testing untuk intervensi public healthnya ini harus gratis, nol rupiah, artinya subsidi pemerintah baik rapid tes antigen dan PCR, negara yang berhasil mengendalikan pandemi ini umumnya seperti itu, Vietnam dan Thailand misalnya," ungkap Dicky.
Diketahui, Presiden Jokowi meminta agar harga maksimal tes swab PCR (polymerase chain reaction) sebagai standar tertinggi tes Covid-19 turun ke Rp 450 ribu dan maksimal Rp 550 ribu.
Selain itu Jokowi juga meminta hasil tes PCR dapat diketahui maksimal 1x24 jam.
Baca Juga: Harga PCR Diturunkan, Hotman Paris Lega: Postingan Selalu Ditanggapin Penguasa
Berita Terkait
-
Harga PCR Turun, Epidemiolog: Harusnya Tes Antigen jadi Rp60 Ribu
-
Harga PCR Diturunkan, Hotman Paris Lega: Postingan Selalu Ditanggapin Penguasa
-
Jokowi Turunkan Harga PCR Maksimal Rp 550.000, Epidemiolog: Mahal, Harusnya Rp 150.000
-
Berlaku Mulai Hari Ini, Harga Tes PCR di Makassar Rp 500 Ribu Hasil Keluar 16 Jam
-
Tes PCR Turun Harga, ICPI Beberkan 2 Kunci Pemulihan Sektor Pariwisata
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO