Suara.com - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) mengutuk tindakan dua anggota TNI yang diduga melakukan penyiksaan terhadap anak berinsial PS yang masih berusia 13 tahun. Tindakan yang dilakukan oleh Serma MBS dan Serka AODK itu disebutkan terjadi di wilayah NTT.
Penyiksaan itu bermula saat MBS dan AODK menuduh PS mencuri ponsel genggam. Selanjutnya, MSB dan AODK diduga kuat menyundut tangan korban dengan rokok yang masih menyala.
Masih dalam keterangan PBHI, kedua anggota TNI itu kemudian memukul korban dengan benda tumpul seperti bambu, sapu, dan kepalan tangan. Sehingga, korban mengalami luka seperti bibir pecah, wajah memar, punggung lecet, dan trauma psikologis yang mendalam.
"PBHI mengutuk tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh dua Anggota TNI, Serma MSB dan Serka AODK terhadap anak berusia 13 tahun (PS atau korban)," ucap Ketua PBHI, Totok Yuliyanto dalam keterangan tertulisnya Rabu (25/8/2021).
PBHI menilai, tindakan tersebut merupakan tindak penyiksaan karena dilakukan oleh aparat negara yang justru tidak berwenang untuk mendapatkan pengakuan korban. Dalam hal ini, atas dugaan mencuri ponsel genggam.
Totok melanjutkan, pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia -- yang telah diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui UU No. 5 tahun 1998. Namun, masih ada kendala yang fundamental, yakni tidak adanya kebijakan yang mengatur secara spesifik tentang Penyiksaan, selain itu Pemerintah Indonesia juga belum meratifikasi protocol opsional konvensi antipenyiksaan (OPCAT).
"Pengusutan kasus-kasus Penyiksaan mengalami jalan buntu, makanya terjadi repetisi tindakan bahkan sampai impunitas. Ini disebabkan oleh ketiadaan kebijakan selevel Undang-undang tentang penyiksaan, dan belum diratifikasinya protokol opsional konvensi penyiksaan. Akibatnya, pelaku dan instansinya sering berdalih “penyelesaian secara damai” dan tidak diusut secara transparan melalui peradilan umum pidana," jelasnya.
PBHI menilai, kasus penyiksaan terhadap korban PS menghadapi hambatan yang berlipat. Kata dia, selain tidak adanya kebijakan (undang-undang) anti penyiksaan dan OPCAT, peradilan militer juga belum mengalami reformasi.
"Jadi bertambah PR-nya khusus untuk militer, harus ada reformasi peradilan militer yang masih berbasi UU No. 37 Tahun 1997 yang sudah usang.” kata Sekjen PBHI Julius.
Baca Juga: Menolak Tes Antigen, Warga Tabrak Anggota TNI dan Pukul Kepala Dandim
Adapun sejumlah tuntutan PBHI berkaitan dengan kasus penyiksaan terhadap korban PS sebagai berikut:
- Panglima TNI untuk mengevaluasi Komandan Koramil 1627/03 Batatua dan Komandan Kodim 1627 Rote Ndao, dan memastikan mempidanakan serta menonaktifkan pelaku.
- Kapolri dan Kapolda NTT untuk memastikan proses pemeriksaan secara pidana di peradilan umum yang transparan dan akuntabel
- LPSK dan KPAI serta Kementerian PPA untuk memberikan perlindungan dan pemulihan fisik serta psikologis Korban dan menjamin keselamatannya selama proses pemeriksaan terhadap Pelaku.
- Presiden Joko Widodo dan DPR RI untuk membentuk kebijakan selevel undang-undang tentang anti-penyiksaan dan meratifikasi OPCAT, serta melakukan revisi UU Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997 sebagai bagian dari reformasi militer.
Berita Terkait
-
7 Kali Gagal, Anak Tukang Bakso Pantang Menyerah hingga Berhasil Jadi Prajurit TNI AD
-
Menolak Tes Antigen, Warga Tabrak Anggota TNI dan Pukul Kepala Dandim
-
Evakuasi WNI di Afganistan Tak Mudah, Ini Cerita Pesawat TNI AU Berhasil Mendarat di Kabul
-
Setahun tak Pulang ke Rumah Jadi Relawan, Nakes Ini Dibuat Menangis oleh Panglima TNI
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 5 HP Murah RAM 8 GB Memori 256 GB untuk Mahasiswa, Cuma Rp1 Jutaan
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Sunscreen Terbaik Mengandung Kolagen untuk Usia 50 Tahun ke Atas
- 8 Lipstik yang Bikin Wajah Cerah untuk Ibu Rumah Tangga Produktif
Pilihan
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
Terkini
-
KPK Tancap Gas Sidik Korupsi Bansos, Meski Rudi Tanoe Terus Ajukan Praperadilan
-
Malam Penganugerahan Pegadaian Media Awards 2025 Sukses Digelar, Ini Daftar Para Jawaranya
-
Sekjen PBNU Minta Pengurus Tenang di Tengah Isu Pelengseran Gus Yahya dari Kursi Ketua Umum
-
Kementerian PU Tingkatkan Kapasitas Petugas Pelayanan Publik
-
Bukan Cuma Guru Ngaji, Ketua Kelompok Pengajian di Jember Kini Dapat Uang Insentif
-
Siswa Mengadu soal Perundungan di Sekolah, Wagub Rano Karno Janji Usut Tuntas
-
Mendagri Harap Karang Taruna Jadi Motor Penggerak Perubahan Desa
-
Tak Terima Jadi Tersangka, Kakak Hary Tanoe Kembali Ajukan Praperadilan Lawan KPK
-
Hadiri Acara 50 Tahun Kemerdekaan Republik Angola, Mendagri: Kehormatan Besar bagi Rakyat Indonesia
-
KUHAP Baru Disahkan, Ahli Peringatkan 'Kekacauan Hukum' Januari 2026: 25 Aturan Pelaksana Belum Siap