Suara.com - Ahli obat-obatan dari Imperial College London, David Nutt, mengungkapkan ganja medis efektif dapat mengurangi efek kejang-kejang pada anak-anak penderita epilepsi.
Berdasarkan penelitiannya terhadap 10 anak-anak, rerata penggunaan ganja medis efektif mengurangi gejala kejang hingga 80 persen.
Pendapat David Nutt dijelaskannya saat menjadi saksi ahli untuk pemohon pada sidang uji materi UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang digelar Mahkamah Konstitusi, Senin (30/8/2021).
Penjelasan David kemudian disampaikan ulang memakai bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah, Miki Salman.
Dalam paparannya, Nutt memperlihatkan diagram batang dari 10 anak-anak penderita epilepsi.
Batang merah digunakan untuk menunjukkan skala kejang-kejang yang terjadi pada anak sebelum menggunakan ganja medis.
Sementara batang hitam digunakan untuk menunjukkan dampak pascapenggunaan ganja medis.
Berdasarkan paparan Nutt, sejumlah anak mengalami sekitar 1.000 kali kejadian kejang-kejang per bulan, meski sudah mengonsumsi obat-obat anti-epilepsi.
"Yang hitam adalah dampak setelah mereka mengonsumsi cannabies medis, anda bisa lihat secara jelas, yang hitam ini jauh lebih kecil efek kejang-kejangnya," kata Nutt.
Baca Juga: Gugat ke MK, Dekan Ini Sebut Ada Kesalahan Tafsir Terkait Larangan Narkotika untuk Medis
Bahkan dalam diagram itu terlihat anak nomor 8 dan 9 sama sekali tidak mengalami kejang-kejang setelah mengonsumsi ganja medis.
"Rata-rata pengurangan frekuensi kejang sekitar 80 persen," ujarnya.
Dengan demikian, Nutt menilai efek ganja pada medis itu dramatis dan sangat kuat. Menurutnya, ganja medis betul-betul mengubah kehidupan anak-anak yang sebelumnya gagal dilakukan obat-obatan konvensional.
Kemudian, Nutt juga menyampaikan ganja medis sudah menjadi bagian praktik pengobatan di sejumlah negara.
Ia mengatakan, ganja medis masuk ke dalam golongan yang aman berdasarkan data dari negara yang sudah menggunakannya untuk pelayanan kesehatan.
"Jadi tidak hanya cannabies medis ini digunakan luas, tapi juga terbukti aman."
Berita Terkait
-
Gugat ke MK, Dekan Ini Sebut Ada Kesalahan Tafsir Terkait Larangan Narkotika untuk Medis
-
Pakar Asal Inggris Jelaskan Penggunaan Ganja Medis dalam Uji Materi UU Narkotika
-
Sidang Gugatan di MK, OC Kaligis Curhat Tak Dapat Remisi Penjara Gara-gara KPK
-
Merasa Dirugikan, 3 Jurnalis Ini Gugat UU Pers ke MK
-
Innalillahi! Muhammad Alim Mantan Hakim MK di Era Presiden SBY Meninggal Dunia Hari Ini
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional