Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi majelis hakim yang mempertimbangkan adanya nilai kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi terdakwa eks Direktur Utama PT. Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino.
Perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan korupsi pengadaan unit QCC di Pelindo II tahun 2010, mencapai US$ 1,99 juta atau sekitar Rp 28 miliar.
Meski begitu, dalam putusan majelis hakim pun terkait uang pengganti itu tidak dibebankan kepada terdakwa RJ Lino. Maupun kepada Wuxi Hua Dong Heavy Machine Science and Technology Group Co.Ltd. (HDHM) China.
"Meski belum berkekuatan hukum tetap, KPK mengapresiasi putusan majelis Hakim pada tingkat pertama yang telah memasukkan penghitungan kerugian keuangan negara oleh KPK dalam pertimbangan putusannya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Jumat (17/12/2021).
Menurut Ali, perhitungan nilai kerugian negara dalam tindak pidana korupsi sangat penting untuk diketahui.
"Sehingga dapat disimpulkan memenuhi atau tidak unsur pidananya," ucap Ali.
Selain itu, nilai penghitungan keuangan negara juga penting dalam proses asset recovery pada eksekusi putusan bila telah berkekuatan hukum tetap nantinya.
"Sejauh ini, perkara dengan terdakwa RJ Lino tersebut masih berproses. Sehingga kami tentu akan menunggu sampai perkara tersebut inkracht," ujarnya lagi.
Kata dia, jika perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap termasuk terkait penghitungan kerugian negara. Maka akan jadi terobosan baru untuk KPK dalam penanganan perkara korupsi kedepannya.
Baca Juga: Hakim Dissenting Opinion, KPK Apresiasi Vonis 4 Tahun Penjara RJ Lino
"Akan menjadi terobosan baru bagi KPK dan pemberantasan korupsi ke depan dalam menangani perkara korupsi," imbuhnya.
Vonis RJ Lino
Terdakwa RJ Lino telah divonis empat tahun penjara. RJ Lino juga harus membayar denda sebesar Rp 500 juta, subsider enam bulan kurungan penjara.
Vonis RJ Lino lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK. Dimana RJ Lino dituntut enam tahun penjara.
Dalam tuntutan Jaksa KPK, RJ Lino juga tidak mendapatkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti mencapain Rp 28 miliar.
Dimana, Jaksa KPK dalam tuntutannya menanggung pembayaran uang pengganti kepada pihak HDHM China.
Berita Terkait
-
Lewat Film Teka Teki Tika, Ernest Prakasa Sindir Para Koruptor
-
Hari Ini, Eks Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Mulai Tidur di Lapas Sukamiskin Bandung
-
Gubernur Sulawesi Selatan Nonaktif Nurdin Abdullah Jadi Warga Baru Lapas Sukamiskin
-
JPU KPK Khawatir Sampai Larut Malam, Hakim Tunda Sidang Kasus Munjul Pekan Depan
-
Dapat Uang dari Mantan Bupati Cirebon, KPK Setor ke Kas Negara
Terpopuler
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
Pilihan
-
Sriwijaya FC Selamat! Hakim Tolak Gugatan PKPU, Asa Bangkit Terbuka
-
Akbar Faizal Soal Sengketa Lahan Tanjung Bunga Makassar: JK Tak Akan Mundur
-
Luar Biasa! Jay Idzes Tembus 50 Laga Serie A, 4.478 Menit Bermain dan Minim Cedera
-
4 Rekomendasi HP OPPO Murah Terbaru untuk Pengguna Budget Terbatas
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
Terkini
-
PAN Setuju Pilkada Lewat DPRD, Tapi Ada Syaratnya
-
Mendagri Serukan Percepatan Pembersihan Sisa Banjir dan Pembangunan Hunian Tetap di Aceh Tamiang
-
Pakar: PP Terbit Perkuat Perpol 10/2025, Jamin Kepastian Hukum
-
Jadi Pemasok MBG, Omzet Petani Hidroponik di Madiun Naik 100 Persen
-
Reformasi Polri Tanpa Tenggat? KPRP Bentukan Presiden Akui Masih Meraba Masalah
-
KPK Amankan Uang Rp 400 Juta saat Geledah Rumah Dinas Bupati Indragiri Hulu Ade Agus Hartanto
-
Kejagung Tetapkan Kajari Bangka Tengah Tersangka Korupsi Dana Umat Baznas
-
Pastikan Keamanan Jalur Mudik Nataru, Kapolri: Tol Dipantau 24 Jam, Rekayasa Lalin Disiapkan
-
Pengakuan Jaksa Tri yang Kabur dari OTT KPK: Saya Ketakutan, Dikira Bukan Petugas
-
Dibubarkan Sebelum Diskusi Dimulai, Buku Reset Indonesia Dianggap Ancaman?