Suara.com - Polisi masih nyaman di pucuk klasemen sebagai pelaku kekerasan yang berkaitan dengan konflik agraria di Tanah Air. Hal itu merujuk pada catatan akhir tahun 2021 dengan tema 'Penggusuran Skala Nasional' yang diterbitkan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Dalam kasus sepanjang 2021 yang berlangsung di 32 provinsi di Indonesia, total ada 33 kasus kekerasan dalam penanganan konflik agraria yang dilakukan Korps Bhayangkara. Pada urutan kedua, ditempati oleh perewa atau centeng dengan total sebanyak 11 kasus.
Pada urutan ketiga ditempati oleh TNI dengan total sebanyak tiga kasus kekerasan penanganan konfik agraria. Terakhir, Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP dengan total dua kasus.
"Kemudian pelaku kekerasan, polisi peringkat pertama, preman dan sekeuriti swasta peringkat dua, kemudian tentara, dan Satpol PP," kata Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika dalam diskusi daring pada hari ini, Kamis (6/1/2022).
Dalam pandangannya, KPA menyebutkan bahwa polisi masih konsisten melakukan cara-cara represif dalam penanganan konflik agraria. Padahal, banyak komitmen yang disampaikan kepada publik, baik oleh Presiden maupun Kapolri yang menyatakan, 'polisi akan mendukung penyelesaian konfik dan memberi perlindungan.'
"Tapi kenyataannya masih banyak kekerasan, pelanggaran HAM, pelanggaran protap kepolosian juga di dalam proses penanganan konflik agraria di mana perusahaan dan masyarakat. Bahkan bersikap netral saja belum bisa," ucap Dewi.
Korban Kekerasan Konflik Agraria
Dalam catatan KPA, kriminalisasi yang begitu massif dari para aparat keamanan turut dialami oleh para pejuang hak atas tanah atau land rights defender. Bahkan, kriminalisasi dan kekerasan mereka alami saat sedang memperjuangkan hak-haknya, misalnya melalui aksi massa yang telah mengikuti prosedur yang diatur oleh perundang-undangan.
Dewi menyampaikan, sepanjang 2021 ada 150 kasus kriminalisasi dan kekerasan yang dialami oleh land rights defender. Korbannya beragam, mulai dari pejuang tanah, petani, hingga masyarakat adat.
Baca Juga: Catatan Akhir Tahun 2021, KPA: Ada 207 Letupan Konflik Agraria Di 32 Provinsi
"KPA mencatat sedikitnya terjadi 150 kasus kriminalisasi yang menimpa pejuang hak atas tanah di Indonesia, mulai dari petani, masyarakat adat hingga aktivis agraria," tegas Dewi.
Dari total 150 korban, rinciannya ada sebanyak 125 laki-laki dan 25 perempuan. Dari 150 korban itu pula, KPA mencatat ada 51 orang yang turut mengalami penganiayaan dengan rincian 44 laki-laki dan tujuh perempuan.
Kata Dewi, dua orang sepanjang 2021 dilaporkan tertembak buntut dari konflik agraria. Kemudian tiga orang tewas, mereka adalah Armanto Damopolli ( ditembak di Sulawesi Utara), Uyut Suhendra (dibacok di Jawa Barat), dan Yayat (dibacok di Jawa Barat).
"Dibandingkan tahun 2020, terdapat kenaikan kasus kriminalisasi dibanding tahun sebelumnya, dari 139 kasus naik menjadi 150 kasus," papar Dewi.
Ratusan Letupan Konflik
KPA mencatat terjadi 207 letusan konflik agraria yang bersifat struktural. Ratusan konflik itu berlangsung di 32 provinsi dan tersebar di 507 desan dan kota serta berdampak pada 198.895 kepala keluarga (KK) dengan luasan tanah berkonflik seluas 500.062,58 hektar.
Berita Terkait
-
Catatan Akhir Tahun 2021, KPA: Ada 207 Letupan Konflik Agraria Di 32 Provinsi
-
Sepanjang 2021, 2.560 Warga Sumsel Korban Konflik Agraria
-
Masyarakat Adat Temui KPK, Serahkan Dokumen Pelanggaran TPL
-
Rizal Ramli Sampaikan Solusi Atasi Konflik Agraria di Hari Tani Nasional
-
Banyak Konflik Agraria, Bahkan Sampai 40 Tahun Tak Kelar, Apa yang Sudah Dilakukan Jokowi?
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
Terkini
-
Kapolri: Indonesia Lolos dari 'Agustus Kelabu September Gelap', Stabilitas Cepat Pulih
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
Tuntut Revisi UMSK 2026, Buruh Kritik Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi: Hentikan Pencitraan di Medsos
-
Tanpa Senjata, 2.617 Personel Gabungan Amankan Aksi Buruh KSPI di Monas
-
Gubernur Aceh Minta Pusat Percepat Hunian dan Infrastruktur: Harus Ada Langkah Konkret
-
Bimas Kristen dan Katolik Gelar Festival Kasih Nusantara 2025, Perkuat Solidaritas di Momen Natal
-
Empati Musibah Sumatera, Polda Metro Ingatkan Tahun Baru Tanpa Kembang Api dan Knalpot Brong!
-
Jembatan Krueng Tingkeum Dibuka, Aktivitas Ekonomi Bireuen Mulai Bangkit
-
Pimpinan DPR Gelar Rapat Koordinasi Besar di Aceh, Matangkan Langkah Pemulihan Pascabencana 2026
-
Malam Tahun Baruan di Bundaran HI? Simak Aturan Main dari Mas Pram Agar Gak Kena Macet