Suara.com - Komisi untuk Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai peristiwa Pelanggaran HAM berat Paniai yang akan segera disidangkan di Pengadilan HAM hanya alat proyeksi pencitraan Presiden Joko Widodo, karena ketidakmampuannya menyelesaikan sejumlah pelanggaran HAM berat.
Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar saat dihubungi Suara.com pada Jumat (22/7/2022).
"Peristiwa Paniai hanya diproyeksikan sebagai bahan pencitraan Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang belum melaksanakan janji dan tanggung jawabnya menuntaskan pelanggaran HAM berat di Indonesia," katanya.
Rivanlee menjelaskan, pelanggaran HAM berat Paniai yang menewaskan 4 orang dan 21 lainnya luka-luka terjadi 8 Desember 2014, bertepatan dengan awal kepemimpinan pemerintahan Jokowi sebagai presiden.
Sehingga dinilai, sebelum masa pemerintahannya berakhir pada 2024 nanti, Jokowi diduga ingin membersihkan dua periode kepimpinannya dari pelanggaran HAM berat yang terjadi. KontraS juga mengkritisi langkah penyelidikan dilakukan Kejaksaan Agung. Salah satunya jumlah tersangka yang masih berjumlah satu orang.
Rivanlee menyebut, padahal berdasarkan penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) jumlah tersangka diduga lebih dari orang.
"Padahal Komnas HAM sebagai Penyelidik telah menyebutkan beberapa kategori pelaku yang perlu diusut, yakni Komando Pembuat Kebijakan, Komando Efektif di Lapangan, Pelaku Lapangan, dan Pelaku Pembiaran," kata Rivanlee dalam keterangan tertulisnya kepada Suara.com, Jumat (22/7/2022).
Dia menjelaskan, Pasal 42 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk kejahatan kemanusiaan dalam perbuatan pembunuhan (Pasal 9 huruf a ) dan penganiayaan (Pasal 9 huruf h) dalam dakwaan yang dilansir Kejaksaan Agung, namun hanya mengungkap satu terdakwa adalah bentuk ketidakmampuan, sekaligus ketidakmauan untuk mengusut tuntas dengan membawa siapapun aktor yang terlibat dalam Peristiwa Paniai yang menewaskan sedikitnya 4 orang dan 21 orang luka-luka. KontraS menduga satu orang yang ditetapkan tersangka hanya kambing hitam.
"Terdakwa IS hanya dijadikan kambing hitam" ujar Rivanlee.
Selain itu, Kejagung tidak menyelenggarakan penyidikan yang transparan dan akuntabel. Hal itu, karena tidak melibatkan Penyidik Ad Hoc (dimungkinkan dengan diatur dalam Pasal 21 ayat 3 UU 26/2000) dan juga minim melibatkan para penyintas dan keluarga korban sebagai pihak yang seharusnya didampingi dan diperjuangkan keadilannya.
"Dalih Kejaksaan Agung yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Ketut Sumendana dalam satu wawancara dengan BBC Indonesia malah menunjukkan posisi Negara yang mengabaikan suara korban dan publik sejak peristiwa terjadi," kata Rivanlee.
Kemudian, Kejagung belum memenuhi hak para korban, penyintas dan keluarga korban peristiwa Paniai. Dikatakan Rivanlee, koordinasi seharusnya dibangun antara Kejagung dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam memberikan perlindungan dan juga memperjuangkan hak atas pemulihan baik rehabilitasi maupun restitusi atau kompensasi bagi para penyintas dan keluarga korban.
"Komunitas penyintas dan keluarga korban yang menyampaikan kekhawatiran dan posisi atas proses hukum ini merupakan akumulasi dari buruknya penanganan situasi dan kondisi mereka yang telah proaktif menyampaikan alat bukti yang ditemukan beserta kesaksian yang seharusnya dianggap penting untuk ditindaklanjuti oleh penegakan hukum yang baru dilakukan setelah hampir delapan tahun jeda dari waktu kejadian," jelasnya.
Atas kondisi itu, dinilai KontraS menimbulkan pertanyaan mengenai tingkat keseriusan, motif dan profesionalitas Kejaksaan Agung di balik proses penyidikan pelanggaran HAM berat ini.
"Dengan berbagai fakta di atas, kami berpandangan bahwa ST. Burhanudin dan jajaran di Kejaksaan Agung hari ini bukan hanya menciptakan stagnasi melainkan juga memundurkan penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia," tegas Rivanlee.
Berita Terkait
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- 7 Fakta Pembunuhan Sadis Dina Oktaviani: Pelaku Rekan Kerja, Terancam Hukuman Mati
Pilihan
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
-
4 Rekomendasi HP Murah dengan MediaTek Dimensity 7300, Performa Gaming Ngebut Mulai dari 2 Jutaan
-
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
-
Stop Lakukan Ini! 5 Kebiasaan Buruk yang Diam-diam Menguras Gaji UMR-mu
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
Terkini
-
Jakpro Siapkan Kajian Teknis Perpanjangan Rute LRT Jakarta ke JIS dan PIK 2
-
'Apapun Putusannya, Kami Hormati,' Sikap Kejagung di Ujung Sidang Praperadilan Nadiem Makarim
-
Detik-detik Gempa Dahsyat di Filipina, Alarm Tsunami Aktif Buat Sulut dan Papua
-
Menko Zulkifli Hasan Panen Ayam Petelur, Apresiasi PNM Bangun Ketahanan Pangan Desa
-
Seskab Teddy Sampaikan Santunan dari Prabowo untuk Keluarga Prajurit yang Gugur Jelang HUT ke-80 TNI
-
Terungkap! Ini 'Dosa' Eks Kajari Jakbar yang Bikin Jabatannya Lenyap
-
Atasi Kemacetan Ragunan, Pramono Anung Bangun Parkir Bertingkat dan Hadirkan Wisata Malam
-
Dasco Minta Kader Gerindra Mulai Panaskan Mesin Politik: Tiga Tahun Lagi 2029
-
Dana Transfer Pusat Dipotong Rp15 T, Pramono Anung Minta Anak Buahnya Jangan Ngeluh
-
Mekarkan Kelurahan Kapuk Jadi Tiga, Kebijakan Pramono Disambut Baik Warga