Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melihat adanya kejanggalan terkait delapan nama hakim ad hoc Pengadilan HAM yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung untuk menyidangkan kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Papua. KontraS pun menyebut adanya kejanggalan terkait lolosnya delapan hakim itu berpotensi membikin jalannya pengadilan HAM untuk Tragedi Paniai tidak berjalan optimal.
"Menyikapi pengumuman Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM 2022 yang memutuskan delapan nama terpilih, KontraS melihat adanya kejanggalan yang berpotensi membuat jalannya Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014 tidak berjalan dengan optimal," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam siaran persnya, Selasa (26/7/2022).
Pengamatan KontraS merujuk pada fakta bahwa adanya penundaan waktu pengumuman. Semula, Hakim Ad Hoc untuk pengadilan HAM peristiwa Paniai akan disampaikan pada Jumat (22/7/2022).
Fatia mengatakan, penundaan tersebut juga didukung dengan adanya perbedaan pengumuman jumlah peserta yang dinyatakan lulus seleksi di tiap tingkatan pengadilan yakni untuk tingkat pertama dan banding. Masing-masing tingkat diisi oleh empat nama hakim.
"Padahal semula Ketua Panitia Seleksi sekaligus Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Dr. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H. menyatakan dalam keterangannya kepada media bahwa akan ada 12 hakim yang direkrut," sambungnya.
KontraS berpendapat, seharusnya maksimal empat nama hakim saja yang dinyatakan lulus untuk bertugas di tingkat pertama, meski hanya ada dua nama yang memenuhi kualifikasi berkaca pada hasil pemantauan langsung dalam proses wawancara.
Kualifikasi yang KontraS maksud adalah mengenai pengetahuan para peserta seleksi mengenai unsur pelanggaran HAM berat dan konsep rantai komando serta pemahaman mereka mengenai hukum acara Pengadilan HAM.
"Kami juga memantau dan memeriksa rekam jejak sejumlah Calon Hakim yang berpotensi melanggar konflik kepentingan. Sejumlah hakim merupakan purnawirawan dan atau memiliki rekam jejak aktivitas yang erat dengan TNI, latar belakang yang juga dimiliki oleh IS, terdakwa tunggal di Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014," jelas Fatia.
Fatia mengatakan, masa jabatan Hakim Ad Hoc yang dimungkinkan mencapai 10 tahun sebagaimana Pasal 28 ayat 3 UU 26/2000 membuat pentingnya memilih Hakim Ad Hoc yang berkualitas semakin diperlukan. Karena, ada potensi bahwa tak hanya Pengadilan HAM atas Pelanggaran HAM Berat di Peristiwa Paniai, para hakim terpilih juga akan bertugas terhadap Pelanggaran HAM Berat lainnya yang akan diajukan oleh Kejaksaan Agung.
Baca Juga: Mahkamah Agung Umumkan Delapan Nama Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM
"Kebutuhan akan Hakim Ad Hoc yang berkualitas dengan jumlah minimal 12 orang bisa dipenuhi dengan cara seleksi lanjutan dengan memperhatikan waktu yang tak hanya berpaku pada akan adanya Pengadilan HAM dalam waktu dekat," ucap dia.
KontraS memandang, situasi yang dihadapi MA dan Panitia Seleksi kali ini menunjukkan ketergesaan sehingga proses pencarian Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM tidak berjalan secara maksimal. Kondisi ini juga buah dari lambatnya respons MA yang tidak segera menindaklanjuti pengumuman tindak penyidikan Peristiwa Paniai 2014 yang sudah diumumkan oleh Kejaksaan Agung sejak Desember 2021.
"Pengumuman rekrutmen Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM baru dilansir oleh Mahkamah Agung pada 20 Juni 2022."
Atas hal itu, KontraS meminta persiapan ekstra keras harus diselenggarakan oleh Mahkamah Agung dan wajib dilalui oleh para peserta seleksi terpilih hingga siap menghelat Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014.
Menyelenggarakan mekanisme lanjutan untuk menyeleksi dan memilih setidaknya empat nama dalam kuota minimal Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM dan bisa bertugas di tingkat banding untuk Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai jika dibutuhkan.
8 Nama Hakim Ad Hoc Lolos Seleksi di MA
Berita Terkait
-
Mahkamah Agung Umumkan Delapan Nama Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM
-
Persidangan Pelanggaran HAM Berat Paniai, Alat Pencitraan Jokowi Tak Mampu Jalankan Tanggung Jawabnya
-
Usung Tema Kepastian Hukum untuk Hari Adhyaksa, KontraS Kritisi Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai: Stagnan dan Mundur!
-
KontraS Ragukan Sejumlah Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM Lolos Seleksi Mahkamah Agung
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Detik-detik Atap Lapangan Padel Taman Vila Meruya Ambruk Diterjang Badai Jakarta
-
Kemenag Minta Dosen PTK Manfaatkan Beasiswa Riset LPDP, Pembiayaan Hingga Rp 2 Miliar
-
Jalur Kedunggedeh Normal Lagi Usai KA Purwojaya Anjlok, Argo Parahyangan Jadi Pembuka Jalan
-
Menjelang HLN ke-80, Warga Aek Horsik Tapanuli Tengah Akhirnya Nikmati Listrik Mandiri
-
Isi Rapor SMA Ferry Irwandi Dibuka, 40 Hari Tak Masuk Sekolah Tapi Jadi Wakil Cerdas Cermat
-
Pesan Terakhir Pria di Lubuklinggau Sebelum Tenggak Racun: Aku Lelah, Terlilit Utang Judol
-
Curanmor di Tambora Berakhir Tragis: Tembak Warga, Pelaku Dihajar Massa Hingga Kritis!
-
Bantu Ibu Cari Barang Bekas, Anak 16 Tahun di Lampung Putus Sekolah, Ini Kata Kemen PPPA!
-
Sidak Gabungan di Lapas Karawang, Puluhan Ponsel Disita dari Blok Narapidana
-
Bromance di KTT ASEAN: Prabowo Dipeluk Erat PM Malaysia, Tertawa Lepas Bak Kawan Lama