Kelima, Koalisi menilai negara dalam hal ini Mahkamah Agung dan pengadilan tidak memberikan perlindungan yang layak kepada majelis hakim.
Bila dibandingkan dengan tiga Pengadilan HAM yang sebelumnya, kondisi perlindungan yang tidak layak ini terjadi bagi pengadilan Terdakwa IS yang saat ini setelah menjadi purnawirawan dan tidak memegang jabatan dengan banyak pasukan.
Dengan kondisi demikian, terlihat MA serta PN tidak siap, jika tidak dapat dikatakan tidak dimaksudkan, untuk melakukan perlindungan hakim maupun pengunjung sidang apabila Terdakwa adalah aparat aktif dengan jabatan tinggi.
"Kami mendesak MA dan PN memberikan perlindungan yang layak bagi majelis hakim serta saksi, berkoordinasi dengan Kapolresta Makassar juga agar menjamin keamanan terutama bagi OAP yang berada di Makassar berkaitan dengan persidangan ini," tulis Koalisi.
"Disamping itu kami juga mendesak Jaksa Agung mengusut tuntas seluruh pelaku, selain IS, yang bertanggung jawab langsung atau yang memegang tanggung jawab komando dan membawa mereka ke peradilan. Dengan hanya dituntutnya satu orang dalam persidangan kali ini, akhirnya kami perlu bertanya: Jaksa sedang melindungi siapa?" tandas Koalisi.
Dakwaan Jaksa
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Kelas I Khusus Makassar, Sulawesi Selatan, mendakwa Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu melanggar hak asasi manusia (HAM) berat di Kabupaten Paniai, Papua.
Dalam sidang perdana dugaan tindak pidana HAM di ruangan Prof. Bagir Manan PN Kelas I Khusus Makassar, Rabu 21 September 2022, JPU Erryl Prima Putra Agoes menjelaskan pada Senin, 8 Desember 2014, sekira pukul 11.00 WIT di Lapangan Karel Gobay dan Koramil 1705-02/Enarotali, terdakwa telah melihat dan membiarkan anggotanya mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata dengan tidak mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut.
Saat massa merangsek masuk ke kantor koramil tersebut. Salah satu anggota terdakwa melakukan tembakan peringatan dan memohon petunjuk dan meminta sikap terdakwa selaku perwira penghubung saat itu.
Baca Juga: Sidang Kasus Paniai: Korban Anggap Penghinaan, Pegiat Sebut Sandiwara Hukum
"Namun terdakwa tidak memberikan petunjuk bawahannya agar tidak melakukan tindakan. Untuk mencegah atau menghentikan melakukan penembakan dan kekerasan yang mengakibatkan empat orang warga sipil mati," kata Erryl yang juga Direktur Pelanggaran HAM Berat pada Jampisus Kejagung RI.
Dari insiden itu, tercatat 14 orang sebagai korban, yang 10 orang di antaranya mengalami luka-luka dan empat orang meninggal dunia, yakni Alpius Youw, (luka tembak pada punggung belakang sebelah kiri), Alpius Gobay (luka tembak tembus masuk perut kiri dan luka pinggang di sebelah kanan), Yulia Yeimo, (luka tembak tembus di perut sebelah dan keluar dari pinggang sebelah kanan), dan Simon Degei (luka tusuk benda tajam pada dada kanan).
Terdakwa diancam pidana dalam dakwaan kesatu Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selanjutnya, dakwaan kedua Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan HAM PN Kelas IA Khusus Makassar Sutisna Sawati mengatakan sidang dilanjutkan pada Rabu (28/9), dengan agenda pemeriksaan saksi.
"Sidang akan dilanjutkan pada, Rabu 28 September. Agenda, pemeriksaan saksi karena tidak ada eksepsi (nota keberatan). Kita susun kembali, karena menurut aturan sidang 180 hari dan ini sudah berjalan 99 hari sejak Juni didaftarkan. Ditargetkan diputus 7 Desember 2022," kata Sutisna Sawati.
Dari pembacaan dakwaan, kejadian bermula pada Minggu 7 Desember 2014, pukul 17.30 WIT, warga kampung Ipakiye Tanah Merah (dekat pegunungan) meminta sumbangan kepada pengguna jalan di Jalan Enarotali- Madi Kilometer untuk acara perlombaan Pondok Natal Desember 2014.
Berita Terkait
-
Sidang Kasus Paniai: Korban Anggap Penghinaan, Pegiat Sebut Sandiwara Hukum
-
Sorotan Berita Kemarin, dari Kasus Penjarahan Persebaya Store sampai Mahfud MD Ungkap Pelanggaran HAM Berat
-
Tuntaskan 13 Kasus Pelanggaran HAM Berat, Mahfud MD Temui 11 Anggota Tim Rekonsiliasi di Surabaya
-
JPU Dakwa Isak Sattu Melanggar HAM Berat di Kabupaten Paniai
-
Kuasa Hukum Yakin Terdakwa Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Bisa Bebas
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Perkuat Ekosistem Bisnis, BNI dan Anak Usaha Dorong Daya Saing UMKM di wondr JRF Expo
-
Dosen Merapat! Kemenag-LPDP Guyur Dana Riset Rp 2 Miliar, Ini Caranya
-
Lewat Bank Sampah, Warga Kini Terbiasa Daur Ulang Sampah di Sungai Cisadane
-
Tragis! Lexus Ringsek Tertimpa Pohon Tumbang di Pondok Indah, Pengemudi Tewas
-
Atap Arena Padel di Meruya Roboh Saat Final Kompetisi, Yura Yunita Pulang Lebih Awal
-
Hadiri Konferensi Damai di Vatikan, Menag Soroti Warisan Kemanusiaan Paus Fransiskus
-
Nyaris Jadi Korban! Nenek 66 Tahun Ceritakan Kengerian Saat Atap Arena Padel Ambruk di Depan Mata
-
PLN Hadirkan Terang di Klaten, Wujudkan Harapan Baru Warga di HLN ke-80
-
Geger KTT ASEAN: Prabowo Dipanggil Jokowi, TV Pemerintah Malaysia Langsung Minta Maaf
-
88 Tas Mewah Sandra Dewi Cuma Akal-akalan Harvey Moeis, Bukan Endorsement?