Suara.com - Hanya beberapa jam setelah dua remaja perempuan kakak beradik ditemukan tewas tergantung di sebuah pohon di Negara Bagian Uttar Pradesh, India, awal bulan ini, kepolisian mengatakan mereka sudah memecahkan kasus ini dan menangkap enam orang pria.
Tapi keluarga korban dan tersangka bertanya-tanya tentang penyelidikan ini.
Mereka mengaku punya versi yang sangat berbeda dari kepolisian. Ada pula kritik kepada beberapa politikus dan media yang justru fokus menguliti agama para tersangka.
Wartawan BBC Geeta Pandey dan Vineet Khare terjun langsung ke distrik Lakhimpur yang jaraknya hanya 200km dari Kota Lucknow untuk mengumpulkan kepingan kisah kejahatan yang menjadi sorotan utama media di India.
Cerita versi polisi - penangkapan dan pengakuan
Kurang dari 24 jam setelah menemukan korban, kepolisian menggelar konferensi pers. Mereka menyatakan telah menangkap dan menetapkan enam pria sebagai tersangka.
Tersangka utama adalah seorang Dalit, kasta terendah di India yang kerap mendapat perlakuan diskriminatif. Dia merupakan tetangga korban. Adapun lima tersangka lainnya berasal dari komunitas Muslim dari desa terdekat.
Baca juga:
Inspektur Polisi Sanjeev Suman mengatakan para tersangka telah "memberikan pengakuan" dan memaparkan rincian tentang apa yang terjadi.
Sanjeev mengatakan "[tersangka utama] mengenalkan kedua korban kepada dua pria Muslim, dan mereka kemudian berteman." Mereka lantas pergi bersama "dengan sukarela dengan menggunakan sepeda."
"Tersangka mengaku marah. Lalu memperkosa dan mencekik kedua perempuan kakak beradik itu karena memaksanya untuk menikah. Para tersangka kemudian memanggil dua rekan lainnya untuk meminta bantuan, kemudian bersama-sama menggantung kedua korban," tambahnya.
Klaim polisi ini ditentang keras oleh keluarga para tersangka, yang mengatakan anak-anak mereka tidak bersalah.
Menurut keterangan keluarga, para tersangka telah disiksa di dalam tahanan dan beberapa dari mereka masih di bawah umur.
Apa yang dikatakan keluarga korban
Keluarga korban juga mempertanyakan cerita versi polisi. Mereka menuding polisi telah mengarang cerita tentang anak-anak mereka.
Perempuan kakak beradik masing-masing berusia 17 dan 15 tahun telah diculik oleh tiga pria yang menggunakan sepeda motor, kata ibu korban - satu-satunya saksi mata dalam perkara penculikan ini.
"Saat saya mencoba untuk mengejar mereka, salah satu pelaku menendang perut saya, dan saya terjatuh," katanya kepada BBC, sambil berurai air mata.
Pada saat ia terbangun berdiri, ia mengatakan sudah tak lagi melihat kedua putrinya yang menghilang di ladang terdekat.
Rumah dengan dua kamar milik keluarga Dalit (yang terasingkan) terletak di antara ladang tebu yang berhektare-hektare. Orang-orang mudah tersesat di daerah sini karena tingginya tanaman.
Ayah korban baru mendapat kabar buruk tersebut dari istrinya saat ia pulang dari ladang.
Penduduk desa kemudian membentuk tim pencarian, dan mulai menjelajahi ladang tebu. Dua setengah jam kemudian, mereka menemukan mayat kakak beradik itu tergantung di pohon, tak jauh dari rumah mereka.
"Serentak, orang-orang mulai berteriak, 'mereka di sini, mereka di sini'," kata ayah korban sambil menyeka air mata. "Kami langsung melaporkan ke polisi," tambahnya.
Keluarga korban menentang cerita versi polisi yang menyatakan bahwa anak-anak mereka mengenal para tersangka.
Mereka menggambarkan anak-anaknya sebagai perempuan pekerja keras yang melakukan semua pekerjaan rumahnya sendiri.
"Mereka tak pernah pergi ke mana pun, tanpa ada yang mendampingi," kata saudara korban.
"Kedua putri kami sangat lugu, polisi mengarang cerita tentang mereka," tambah ayah korban.
Tersangka - dan tembakan
Lima orang Muslim yang ditetapkan sebagai tersangka tinggal beberapa kilometer dari rumah korban.
Orang tua mereka mengatakan tidak tahu apakah putra-putra mereka kenal dengan kedua korban. Tapi mereka membantah tuduhan anak-anaknya sebagai pembunuh.
Ayah dari salah satu tersangka - yang menurut polisi melakukan perlawanan saat ditangkap dan akhirnya ditembak di bagian kaki - menangis berulang kali saat berbicara dengan BBC.
Dia mengatakan, polisi datang ke rumah larut malam. Polisi memintanya untuk menelpon putranya yang sedang dalam perjalanan ke Hyderabad, tempatnya bekerja.
Putranya kemudian turun dari bus di kota Pilibhit, tempat ia diringkus polisi.
"Saya ikut dengan kendaraan polisi, tapi polisi memasukkan anak saya ke mobil lain. Mereka bahkan tidak mengizinkan saya untuk bertemu dengannya," kata sang ayah.
"Lalu, saya mendengar kaki anak saya ditembak. Saya tidak tahu kenapa polisi menembaknya. Polisi mengatakan terjadi perlawanan, mereka menembak karena ia berusaha melarikan diri. Tapi dia tidak kabur, dia koperatif. Kenapa ia ditembak kalau kalau tak punya niat kabur?" tanyanya.
"Kalau putra saya bersalah, gantung saja. Tapi setidaknya lakukanlah penyelidikan yang benar," katanya, lalu menambahkan hanya penyelidikan di tingkat federal yang bisa mengungkapkan kebenaran.
Pihak keluarga juga keberatan atas klaim polisi yang mengatakan semua tersangka adalah pria dewasa.
Berdasarkan KTP, salah satu tersangka lahir tahun 2008, yang kini berusia 14 tahun, sementara tersangka lainnya berusia 17 tahun.
Para ibu dari dua tersangka lainnya juga mengklaim bahwa anak mereka belum genap berusia 18 tahun. Salah satunya menunjukkan KTP anaknya yang menjelaskan berusia 18 tahun, tapi ia menyatakan anaknya usianya masih 17 tahun.
Namun, Inspektur Polisi Sanjeev Suman menolak klaim keluarga tersebut.
"Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa para tersangka di bawah umur. Bukti medis juga menunjukkan bahwa mereka orang dewasa. Jadi, sampai kami mendapatkan informasi sebaliknya, kami memperlakukan mereka sebagai orang dewasa," katanya kepada BBC.
Polemik 'jihad cinta'
Penduduk desa dari kelompok Dalit dan Muslim mengatakan kepada BBC, mereka tidak berpikir bahwa ada sudut pandang agama dalam perkara ini.
Akan tetapi, sejumlah anggota Partai Bharatiya Janata (BJP) nasionalis Hindu yang berkuasa di negara bagian itu, telah mengaitkannya.
Dalam acara debat di jam utama siaran televisi, juru bicara BJP di Uttar Pradesh, Anila Singh, mengaitkan perkara ini dengan kasus "jihad cinta" - sebuah istilah yang digunakan kelompok Hindu radikal untuk menyebut praktik pria Muslim menikahi perempuan Hindu agar masuk Islam.
"Penyelidikan akan terungkap apakah ini kasus jihad cinta atau bukan," katanya kepada BBC, sambil menambahkan "Bisa jadi, karena kami telah melihat banyak kasusnya, bukan cuma di Uttar Pradesh, bukan cuma di India, tapi di seluruh dunia. Ini kenyataan yang gamblang. Ya, jihad cinta memang terjadi".
Baca juga:
- Ujaran kebencian Nupur Sharma: Bagaimana kasus-kasus Islamofobia menodai hubungan India dengan negara-negara lain
- Kisruh salat Jumat di tempat terbuka di Gurgaon memunculkan teori 'jihad tanah' menyusul teori konspirasi jihad cinta di India
- 'Jihad cinta': Undang-undang yang mengancam cinta lintas agama di India
Kasus ini juga menarik untuk disandingkan dengan dugaan pemerkosaan masal dan penganiayaan terhadap seorang gadis Dalit berusia 19 tahun di distrik Hathras, dua tahun lalu yang menjadi sorotan media internasional.
Korban pemerkosaan telah menyebut empat nama pelaku dari kelompok Hindu kasta atas yang merupakan tetangganya, tapi polisi waktu butuh berhari-hari untuk menangkap mereka. Dan, pemimpin BJP di negara bagian ini melakukan kampanye untuk membela para tersangka.
Meskipun banyak yang memuji kecepatan polisi dalam memecahkan kasus di Lakhimpur, sejumlah warga dan wartawan setempat bertanya-tanya tentang "ketergesa-gesaan" polisi dalam mengumumkan nama-nama tersangka.
Mereka mengatakan ini terkait dengan marginalisasi kelompok minoritas Muslim di negara bagian itu - tuduhan yang dibantah anggota parlemen setempat dari BJP, Shashank Verma.
"Penyelidikan dilakukan dengan sangat bertanggung jawab. Agama tersangka tidak penting. Penjahat tetaplah penjahat," katanya.
Kembali ke TKP
Rabu pekan lalu, tepatnya sepekan setelah mayat dua kakak beradik ditemukan tergantung, kepolisian membawa empat tersangka kembali ke desa Tamoli Purva untuk "reka ulang tempat kejadian perkara".
Salah satu tersangka yang ditembak kakinya, berjalan sedikit pincang, dengan kaki kanan yang dibalut gips.
Saat mereka berjalan dengan penjagaan polisi, seorang wartawan menyodorkan mikrofon ke wajah mereka, dan bertanya apakah mereka menyesal.
"Kami tidak ada hubungannya dengan ini," kata salah satu dari mereka. "Kami bahkan tidak ada di sana [saat pembunuhan terjadi]."
Wartawan Prashant Pandey di Lakhimpur ikut berkontribusi dalam artikel ini
Berita terkait dari BBC yang bisa Anda simak:
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
Terkini
-
Cuaca Hari Ini: Jakarta dan Sekitarnya Hujan Hingga Malam Hari
-
Kemenko PMK Kembangkan Sistem Berbasis AI untuk Pantau Layanan Anak Usia Dini
-
Revisi UU Penyiaran Disorot, Ahli: Era Digital Butuh Regulasi Waras dan KPI yang Kuat!
-
Diduga Lakukan Penggelapan Mobil Inventaris Kantor, Eks CEO dan Direktur Perusahaan Dipolisikan
-
Amerika Serikat dan Venezuela Memanas: Kapal Induk Dikerahkan ke Laut Karibia, Ini 5 Faktanya
-
Gempa Magnitudo 6,5 Leeward Island, BMKG: Tidak Ada Potensi Tsunami di Indonesia
-
Kewenangannya Dicabut, Karen Agustiawan Klaim Tak Tahu Soal Penyewaan Tangki BBM Anak Riza Chalid
-
Babak Baru Skandal Whoosh: Pakar Hukum Desak KPK 'Seret' Jokowi ke Meja Pemeriksaan
-
Karen Agustiawan Ungkap Fakta TBBM Merak: Kunci Ketahanan Energi Nasional atau Ladang Korupsi?
-
Blok M Bangkit Lagi! Gubernur DKI Janjikan Sistem Parkir Satu Pintu, Minta Warga Naik Transum