Suara.com - Thailand dilaporkan akan mendeportasi dua jurnalis CNN yang meliput tanpa izin di fasilitas penitipan anak, di mana setidaknya 38 orang, termasuk 22 anak-anak, dibunuh dalam aksi penembakan brutal pada Kamis pekan lalu.
Melansir laman Anadolu, CNN mendapat kecaman setelah reporter Australia Anna Coren dan juru kamera asal Inggris Daniel Hodge meliput tempat insiden tersebut pada hari Jumat dari lantai bernoda darah di dalam pusat penitipan anak.
Mereka dituduh telah memanjat pita polisi untuk mendapatkan rekaman mereka.
Mengutip sumber migrasi Thailand, kantor berita Thaipbsworld melaporkan bahwa para jurnalis memasuki negara itu dengan visa turis yang tidak mengizinkan mereka untuk bekerja.
Sumber menambahkan bahwa wartawan tidak akan masuk daftar hitam dan mereka dapat kembali bekerja di Thailand, asalkan mereka mendapatkan visa yang sesuai, menurut media tersebut.
Sebelumnya, CNN meminta maaf karena melaporkan tanpa izin dari dalam fasilitas penitipan anak Thailand.
“Saya ingin menyampaikan permintaan maaf yang sedalam-dalamnya kepada rakyat Thailand, terutama keluarga para korban tragedi ini. Kami sangat menyesal jika kami telah membuat Anda lebih sakit dan menderita, itu tidak pernah menjadi niat kami,” kata salah satu jurnalis bernama Anna Coren, 47 tahun, menurut situs berita Thaiger.
"Saya ingin meminta maaf kepada orang-orang Thailand atas kesedihan besar yang kami sebabkan selama waktu yang sangat traumatis ini," ujar Hodge.
Dalam sebuah pernyataan, Mike McCarthy, wakil direktur CNN, berpendapat bahwa para jurnalis tidak bermaksud melanggar aturan apa pun.
Baca Juga: Insiden Penembakan Massal Thailand Seorang Anak Selamat, Tidur di Bawah Selimut
"Kami sangat menyesalkan segala kesulitan atau pelanggaran yang mungkin ditimbulkan oleh liputan kami, dan atas ketidaknyamanan yang dialami polisi pada saat yang menyedihkan bagi negara ini," kata dia.
Rekaman itu menuai kritik dari Asosiasi Jurnalis Thailand dan Klub Koresponden Asing Thailand (FCCT), yang merilis sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa mereka "kecewa" pada rekaman CNN, yang mereka sebut "tidak profesional dan pelanggaran serius terhadap etika jurnalistik dalam pelaporan kejahatan. ”
Belakangan diketahui Coren dan Hodge memasuki Thailand dengan visa turis dan tidak berhak bekerja di sana.
Pada 6 Oktober, Panya Kamlarb, seorang mantan polisi berusia 34 tahun, melakukan serangan senjata dan pisau di sebuah pusat penitipan anak, menewaskan 38 orang, termasuk 22 anak-anak, di provinsi timur laut Nong Bua Lam Phu.
Dari 10 negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Thailand memiliki jumlah senjata tertinggi yang dimiliki perorangan, dengan lebih dari 10,3 juta senjata tercatat pada tahun 2017, menurut data dari Small Arms Survey. (Sumber: Anadolu)
Berita Terkait
-
Novita Kurnia Tewas Bersimbah Darah, Ditemukan Sekitar 100 peluru di Rumah Korban
-
Insiden Penembakan Massal Thailand Seorang Anak Selamat, Tidur di Bawah Selimut
-
Penggunaan Gas Air Mata Kadaluwarsa Saat Tragedi Stadion Kanjuruhan Adalah Pelanggaran
-
Sinopsis Catch Me Baby: Playboy Kelas Kakap Ketemu Detektif Perselingkuhan
-
Sinopsis Bad Guys: Drama Aksi Thailand yang Trending, Hasil Remake Drakor
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!
-
KPK Dinilai 'Main Satu Arah', Tim Hukum Rudy Tanoe Tuntut Pembatalan Status Tersangka
-
Mendagri Sambut Kunjungan CIO Danantara, Bahas Pendidikan dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan