Suara.com - Kadek Wina Pawani masih berusia lima tahun ketika ayahnya, Kadek Sumerawat, yang bekerja sebagai pengemudi menjadi salah satu korban bom Bali tahun 2002.
Peristiwa bom Bali di Sari Club di Kuta tersebut menewaskan lebih dari 200 orang, dengan sebagian besar korban adalah warga Indonesia dan lebih dari 80 lainnya warga Australia.
Wina, nama panggilannya, mengatakan dia baru sepenuhnya sadar mengenai peristiwa tersebut ketika dia sudah duduk di bangku SMP karena ingatannya sendiri samar atas ayahnya.
"Ibu juga tidak banyak bercerita karena mungkin waktu itu saya masih kecil," katanya kepada ABC Indonesia.
"Baru setelah SMP saya merasa dalam hidup saya saya kehilangan satu orang yaitu Bapak saya."
Menurut Wina, beberapa tahun semasa remaja tersebut, dia melihat perjuangan ibunya yang tak mudah untuk menghidupi keluarga mulai dari membuka toko, berjualan makanan keliling, sampai membuka usaha laundry. Itu pun tidak sepenuhnya berhasil.
"Saya merasa dunia tidak adil, [saya] tidak bisa menerima keadaan mengapa ayah saya menjadi korban dari apa yang dilakukan orang lain," kata Wina, anak kedua dari tiga bersaudara tersebut.
"Saya melihat sendiri bagaimana susahnya ibu saya menjalani kehidupan sehari-hari setelah ayah saya meninggal.'
Sekarang di usia 25 tahun, Wina yang kini bekerja di salah satu rumah sakit hewan di Denpasar ini mengaku pandangannya berubah terhadap para pelaku bom Bali tersebut.
Baca Juga: Bom Bali Membuat Hubungan Indonesia dan Australia Makin Erat
"Saya mulai menerima. Mungkin ini semua sudah seharusnya terjadi, dan saya mulai memaafkan pelakunya."
"Mereka yang melakukannya juga memiliki keluarga dan saya yakin hukuman apa pun yang dijatuhkan terhadap pelakunya akan juga memengaruhi keluarga, mereka pasti juga dalam tekanan."
Tiga hari menunggu ayah pulang
Berbeda dengan Wina, Ni Wayan Limna Rarasanti kehilangan ayahnya ketika dia berusia 12 tahun, sehingga ia masih memiliki ingatan akan sang ayah, I Wayan Sujana, yang saat itu bekerja sebagai petugas keamanan di Sari Club.
"Yang paling berkesan adalah saya dulu suka dibawa ayah jalan-jalan naik motor ke mana-mana," katanya kepada ABC Indonesia.
"Dan yang paling menyedihkan [setelah peristiwa itu] adik saya sempat menunggu ayah pulang di pinggir jalan dekat rumah selama tiga hari."
Jasad ayahnya tidak pernah ditemukan secara utuh dan hanya setelah adanya bantuan pencarian lewat penelusuran DNA, akhirnya beberapa bagian tubuh ayah Limna ditemukan di rumah sakit.
Saat itu Limna mengatakan ia tidak paham mengapa para pelaku melakukan tindakan pengeboman tersebut.
"Namun dengan semakin berkembangnya waktu saya belajar untuk memaafkan," katanya Sastra Wijaya dari ABC Indonesia.
"Saya serahkan kepada negara untuk bagaimana menghukum mereka."
Tidak pernah ke lokasi selama 20 tahun
Deci Ketut Rudita adalah salah seorang korban ledakan di Sari Club tersebut ketika mobil yang ditumpanginya berada persis di depan tempat kejadian.
Karena peristiwa tersebut, Deci mengalami luka bakar sekitar 30 persen dan cedera lain yang parah di bagian matanya.
Walau ia sekarang tinggal tidak jauh dari lokasi kejadian, Deci mengaku tidak pernah melewati atau mengunjungi tempat tersebut selama 20 tahun terakhir.
"Saya tidak pernah ke sana sejak peristiwa itu ... saya ingin mengubur kisah yang mengerikan tersebut dengan tidak pergi ke sana."
"Sampai sekarang perasaan saya tetap sama, saya merasa tidak ada kepentingan untuk mendatangi lokasi kejadian."
Walau tidak pernah mendatangi tempat tersebut Deci Ketut Rudita mengatakan mengenang peristiwa tersebut perlu dilakukan.
"Momentum seperti ini bisa juga digunakan untuk mengedukasi mereka yang tidak tahu, mereka yang tidak mengalami," katanya.
Keluarga korban seperti Kadek Wina Parwani dan Ni Wayan Limna Rarasanti berusaha mengikuti upacara setiap tanggal 12 Oktober di Kuta.
Demikian juga halnya dengan salah satu korban lainya Ngesti Puji Rahayu yang biasa dipanggil Yayuk.
Berasal dari Jember, Jawa Timur, pada 2002 itu Yayuk baru pindah ke Bali dan bekerja menjadi juru masak ketika diajak majikannya ke Paddy Club ketika kemudian bom meledak.
Sekarang Yayuk masih tinggal di Bali dan mengatakan akan menghabiskan sisa hidupnya di pulau tersebut.
Dia juga mengatakan sudah memaafkan para pelaku dan pernah bertemu langsung dengan pelaku dalam sebuah pertemuan yang diatur pemerintah Indonesia beberapa tahun lalu.
"Saya hanya berharap tidak akan peristiwa seperti bom Bali lagi," katanya.
Sejumlah inisiatif untuk membantu korban dan keluarganya
Di balik kepedihan akan peristiwa bom Bali, para korban dan keluarga korban masih menyimpan rasa syukur.
Wina dan Limna sebagai keluarga korban mendapat bantuan beasiswa dari Yayasan Kemanusiaan Ibu Pertiwi (YKIP) yang dibentuk tahun 2002 untuk membantu keluarga korban.
Menurut Wina Parwani, dia sekarang bersyukur karena ada peristiwa tersebut dia bertemu dengan banyak orang dan mendapat bantuan dalam berbagai bentuk termasuk dana pendidikan sehingga dia dan adik-adiknya bisa menyelesaikan pendidikan dan sekarang bekerja.
"Saya bersyukur bukan karena ayah saya meninggal tapi setelah dia meninggal saya dipertemukan dengan banyak orang. banyak orang yang merangkul saya. peduli dengan saya, bahkan mereka sebelumnya tidak tahu dengan saya," katanya
Selain itu ada pula inisiatif bantuan bagi korban yang mengalami disabilitas, seperti yang dilakukan Pusat permberdayaan penyandang disabilitas (Puspadi) yang dikelola oleh I Nengah Latra.
"Di tahun 2002 kami membantu sekitar 350 penyandang disabilitas, sekarang selama 20 tahun terakhir kami sudah membantu 7.830 penyandang disabilitas di Bali dan Indonesia berkat bantuan dana dari begitu banyak orang yang terlibat," katanya.
'Paling tidak dia tidak mendapatkan remisi'
Salah seorang pelaku peristiwa bom Bali adalah Umar Patek yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara pada tahun 2012 yang menjadi pemberitaan baru-baru karena mendapatkan remisi dari masa hukumannya dan diperkirakan bebas tak lama lagi.
Pemerintah Australia sudah mengadakan kontak diplomatik dengan pemerintah Indonesia menentang rencana pembebasan itu.
Meski telah memaafkan, Ni Wayan Limna mengatakan dia tidak setuju dengan kemungkinan pembebasan lebih awal Umar Patek.
"Saya berharap dia tetap di penjara. Paling tidak dia tidak mendapatkan remisi sehingga tidak bisa mendapatkan pembebasan awal," kata Limna.
Senada dengan Limna, Deci juga tidak setuju Umar Patek bebas lebih cepat.
"Ini kejahatan terhadap kemanusiaan yang sangat serius, [jadi] mengapa dia harus mendapatkan remisi?"
Ia juga mempertanyakan keberadaan beberapa kelompok yang dianggapnya radikal, yang "masih mendapatkan panggung untuk berceramah."
"Ini sangat mengecewakan sekali bagi saya sebagai korban bom," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
 - 7 Mobil Bekas Favorit 2025: Tangguh, Irit dan Paling Dicari Keluarga Indonesia
 - 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
 - 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
 - 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
 
Pilihan
- 
            
              Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
 - 
            
              Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
 - 
            
              Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
 - 
            
              Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
 - 
            
              5 HP RAM 12 GB Paling Murah, Spek Gahar untuk Gamer dan Multitasking mulai Rp 2 Jutaan
 
Terkini
- 
            
              Hadapi Musim Hujan, Pramono Pastikan Banjir Jakarta Bisa Surut Kurang dari 24 Jam
 - 
            
              Detik-detik Kecelakaan KA Bangunkarta di Prambanan Sleman: Tiga Orang Tewas
 - 
            
              Soal Polemik Whoosh, Puan: Jangan Terjadi Kerugian Negara Berlarut-larut
 - 
            
              Kena OTT, Gubernur Riau Abdul Wahid Masih Jalani Pemeriksaan di Gedung KPK
 - 
            
              Penguasa Orba Diusulkan Dapat Gelar Pahlawan, Puan Maharani Ungkit Rekam Jejak Soeharto, Mengapa?
 - 
            
              Projo Siap Hapus Logo Jokowi, Gibran Santai: Itu Keputusan Tepat
 - 
            
              Geger Gubernur Riau Kena OTT KPK, Puan Maharani Beri Peringatan Keras: Semua Mawas Diri
 - 
            
              Jakarta Waspada! Inflasi Oktober Meroket: Harga Emas, Cabai, dan Beras Jadi Biang Kerok?
 - 
            
              UAS Turun Gunung Luruskan Berita OTT Gubernur Riau: Itu yang Betul
 - 
            
              Yakin Kader Tak Terlibat? Ini Dalih PKB Belum Ambil Sikap usai KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid