Suara.com - Bangunan berarsitektur khas Tionghoa bernama Tien Kok Sie, yang terletak di selatan Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, disebut-sebut sebagai klenteng tertua di Indonesia. Didominasi corak interior dan eksterior berwarna merah dan aksen kuning emas, klenteng ini berdiri gagah diantara bangunan-bangunan modern lainnya.
Hampir semua struktur bangunan Kelenteng Tien Kok Sie masih otentik, karenanya pada tahun 1997, oleh pimpinan daerah yang berkuasa saat itu, Kelenteng Tien Kok Sie ditetapkan sebagai cagar budaya.
Di hari-hari tertentu, pengunjung Klenteng Tien Kok Sie meningkat. Bahkan pengunjungnya bukan hanya dari kalangan Khonghucu saja, melainkan juga mahasiswa, pelajar, anak-anak sekolah dan masyarakat yang notabene penganut agama lain pun memadati rumah ibadah tersebut.
Uniknya, pengunjung dapat mengambil foto di setiap sudut kelenteng selama tidak menganggu proses peribadatan.
Keindahan Kelenteng Tien KoK Sie, yang beralamatkan di Jl. RE, Martadinata No. 12 Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta tersebut telah termasyur, sehingga warga masyarakat yang kebetulan melintas di kawasan Pasar Gede pasti menyempatkan diri untuk berswafoto.
Menurut data dan informasi yang berhasil dihimpun oleh tim media dari Ketua Kelenteng Tien Kok Sie, Sumantri Dana Waluya, yang ditemui Minggu (11/12/2022) menjelaskan, selama kurun waktu satu tahun, terdapat 600 mahasiswa yang datang ke rumah ibadah penganut Konghucu itu.
“Seluruh penganut agama apapun boleh mendatangi kelenteng ini, karena ajaran kemanusiaan, kejujuran dan keadilan yang ditanamkan oleh para leluhur kami. Banyak yang datang ke sini untuk studi banding, untuk penelitian ataupun untuk foto-foto. Kami selalu terbuka demi terwujudnya rasa kekeluargaan, dengan demikian pengaruh positif dari kelenteng itu sendiri bisa berdampak pada masyarakat yakni tumbuhnya ketentraman antar umat beragama," ungkapnya.
Menurut Sumantri, Kelenteng Tien Kok Sie pernah diintervensi pada zaman orde baru pimpinan Soeharto.
“Represi pemerintah terhadap penganut yang beribadah di kelenteng sangat keras. Penganut Konghucu yang mayoritas keturunan Tionghoa dilarang melakukan aktifitas ibadah di tempat umum. Kelenteng ini pun terkena dampaknya, Tien Kok Sie pun ditutup. Hak-hak sebagai masyarakat sipil yang menganut kepercayaan pada suatu ajaran dirampas," katanya.
Baca Juga: Sejarah Kelenteng Hong San Kiong Jombang
"Kelenteng baru dibuka kembali ketika Abdurrahman Wahid berkuasa. Ketika itu tahun 2000, Gus Dur mengeluarkan Kepres No 6 yang berisi pencabutan instruksi presiden nomor 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina sekaligus memberikan kebebasan kepada masyarakat etnis Tionghoa untuk menganut agama, kepercayaan dan adat-istiadatnya termasuk merayakan Imlek, Cap Go Meh. Walaupun ajaran Konghucu sudah berumur ratusan tahun, tetapi di Indonesia baru diakui sebagai agama pada tahun 2000," tambah pria berumur 65 tahun ini.
Kelenteng yang lokasinya berdekatan dengan Pasar Gede dan Balai Kota Surakarta ini memiliki nama lain, Vihara Avalokhiteswara, yang bermakna tempat beribadah umat Tri Darma. Masyarakat yang berkunjung ke rumah ibadah ini akan disambut oleh sepasang arca bernama Ciok Say, yang berarti singa. Menurut Sumantri, arca tersebut sebagai penjaga dan penolak bala yang datang dari luar pagar.
Meskipun dikenal sebagai simbol keberagaman karena banyaknya pengunjung dari penganut ajaran lain, namun Sumantri menegaskan bahwa Kelenteng Tien Kok Sie tidak mempunyai keberpihakan pada kelompok politik praktis.
“Sering orang datang dengan memakai baju atau seragam partai, boleh saja namun jangan digunakan untuk tujuan politis. Praktik-praktik kampanye yang dilakukan dalam rumah ibadah sangat dilarang. Kelenteng ini milik semua masyarakat dan tidak terafiliasi politik manapun," tegasnya.
Sumatri yang telah lima tahun menjabat sebagai ketua Kelenteng Tien Kok Sie menuturkan, dengan keterbukaan dari para pengurus kepada warga, masyarakat merasa tenteram karena pemahaman mereka tentang ajaran Konghucu semakin meningkat dan sikap anti pun memudar dengan sendirinya.
Ia yakin, jika semakin banyak orang yang datang ke kelenteng berarti pesan persaudaraan dan toleransi antar umat beragama di Indonesia telah tersampaikan.
Berita Terkait
-
Ada Pesta untuk Arwah Gentayangan di Klenteng Tay Kak Sie Semarang, Begini Penampakannya
-
Rekomendasi 3 Wisata Kediri Terpopuler Bertema Budaya
-
3 Tempat Wisata Surabaya untuk Belajar Sejarah
-
Berusia 271 Tahun, Vihara Petak Sembilan Ditetapkan Jadi Peninggalan Sejarah
-
Sejarah Kelenteng Hong San Kiong Jombang
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 7 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Alpha Arbutin untuk Hilangkan Flek Hitam di Usia 40 Tahun
- 7 Pilihan Parfum HMNS Terbaik yang Wanginya Meninggalkan Jejak dan Awet
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
Terkini
-
Respons Kejagung Usai Sandra Dewi Cabut Gugatan Keberatan Perampasan Aset
-
Diduga Imbas Tabung Gas Bocor, Wanita Lansia Bos Warung Makan di Penjaringan Tewas Terpanggang
-
Gus Miftah 'Sentil' Soal Kiai Dibully Gara-Gara Es Teh, Publik: Belum Move On?
-
Buron! Kejagung Kejar Riza Chalid, WNA Menyusul di Kasus Korupsi Pertamina
-
Dilema Moral Gelar Pahlawan Soeharto, Bagaimana Nasib Korban HAM Orde Baru?
-
Pria Tewas Terlindas Truk di Pulogadung: Saksi Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Utang Kopi
-
Telan Kerugian Rp1,7 Miliar, Kebakaran Gudang Dekorasi Pesta di Jaktim karena Apa?
-
Divonis 4 Tahun dan denda Rp1 Miliar, Nikita Mirzani Keberatan: Ini Belum Berakhir!
-
Bejat! Pemuda Mabuk di Tasikmalaya Tega Cabuli Nenek 85 Tahun yang Tinggal Sendiri
-
Ribka Tjiptaning PDIP: Soeharto 'Pembunuh Jutaan Rakyat' Tak Pantas Jadi Pahlawan!