Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai menurunnya ancaman minimal pidana penjara terhadap para koruptor yang termuat di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) makin membuat jalan pemberantasan korupsi terjal.
Catatan ICW soal tren vonis sepanjang tahun 2021, dari 1.282 perkara korupsi, rata-rata hukuman penjaranya hanya 3 tahun 5 bulan.
Sementara pada Pasal 603, yang termuat di KUHP dan sudah disahkan DPR pada 6 Desember 2022 lalu, disebutkan ancaman pidana koruptor paling sedikit dua tahun dan maksimal 20 tahun.
Kemudian koruptor dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar. Berikut bunyi pasal tersebut.
Sedangkan di Pasal 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), koruptor bisa mendapat pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
"Pertanyaannya, bagaimana bisa pemerintah dan DPR berpikir bahwa di tengah meningkatnya kasus korupsi dan rendahnya hukuman bagi koruptor, justru dijawab dengan menurunkan ancaman hukum penjara bagi pelaku?" kata Peneliti ICW Kurnia Ramadana lewat keterangannya pada Kamis (15/12/2022).
Kondisi itu semakin diperparah dengan disahkannya Undang-undang Pemasyarakatan. Menurutnya hal itu memberikan kemudahan bagi koruptor yang di penjara mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat tanpa harus melunasi pidana tambahan denda dan uang pengganti, serta tidak harus menjadi justice collaborator.
Lebih lanjut, ICW menilai lewat pengesahan KUHP menghilangkan unsur kekhususan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa.
"Penting diketahui bahwa meleburkan pasal tipikor ke dalam KUHP justru akan menghilangkan sifat kekhususan tindak pidana korupsi, menjadi tindak pidana umum," ujarnya.
Baca Juga: Tolak KUHP, Mahasiswa Minta Anggota DPR Keluar: Cepat Temui Kami Pak, atau Kami Geruduk!
Korupsi menjadi kejahatan luar biasa karena operandi yang sangat kompleks, hingga memiliki dampak yang besar bagi pembangunan suatu negara.
"Sepatutnya, ketentuan yang mengaturnya tindak pidana korupsi juga bersifat kontemporer, dinamis dan dapat menyesuaikan perkembangan kejahatan tersebut di masyarakat," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Usai Dicopot Prabowo, Benarkah Sri Mulyani Adalah Menteri Keuangan Terlama?
-
Inikah Ucapan yang Bikin Keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati Mundur dari Senayan?
-
Suciwati: Penangkapan Delpedro Bagian dari Pengalihan Isu dan Bukti Rezim Takut Kritik
-
Viral Pagar Beton di Cilincing Halangi Nelayan, Pemprov DKI: Itu Izin Pemerintah Pusat
-
Temuan Baru: Brimob Dalam Rantis Sengaja Lindas Affan Kurniawan
-
PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih
-
CEK FAKTA: Isu Pemerkosaan Mahasiswi Beralmamater Biru di Kwitang
-
Blusukan Gibran Picu Instruksi Tito, Jhon: Kenapa Malah Warga yang Diminta Jaga Keamanan?
-
DPR Sambut Baik Kementerian Haji dan Umrah, Sebut Lompatan Besar Reformasi Haji
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?