Suara.com - Polemik sistem Pemilihan Umum (Pemilu) terbuka dan tertutup masih menjadi perdebatan para partai politik. Padahal keduanya sama-sama memiliki kelemahan.
Pengamat politik Universitas Brawijaya Wawan Sobari membeberkan sejumlah kelemahan dari dua sistem pemilu ini.
"Jadi, kalau istilahnya kita ingin reformasi sistem pemilu, proporsional terbuka ini diubah. Proporsional terbuka ada kelemahan, kemudian diubah ke tertutup, itu sama saja. Karena sama-sama punya kelemahan," kata Wawan kepada ANTARA di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat.
Wawan menjelaskan, sistem pemilu proporsional terbuka, memiliki risiko adanya praktek jual beli suara. Hal tersebut merupakan hasil riset yang sudah dilakukan oleh banyak peneliti terkait penerapan sistem proporsional terbuka.
Selain itu, lanjutnya, penerapan sistem proporsional terbuka dinilai juga sebagai jalan pintas oleh calon legislatif untuk memperoleh suara. Perolehan suara itu, tidak dengan kinerja atau karya politik yang memberikan kontribusi kepada masyarakat di daerah pemilihannya.
"Jalan pintas itu, dikatakan jauh lebih efektif dibanding dengan melakukan branding, marketing politik, program yang istilahnya memperkenalkan diri kepada publik," katanya.
Sementara itu, lanjutnya, terkait dengan sistem pemilu proporsional tertutup, berisiko untuk kembali ke zaman orde baru dan adanya hegemoni partai politik. Partai politik, akan menjadi penentu seseorang untuk berpotensi terpilih atau tidak.
Ia menambahkan, dengan sistem proporsional tertutup, juga berisiko untuk memindahkan praktik transaksi yang sebelumnya berada di tingkat masyarakat atau pemilih, akhirnya akan melebar ke partai politik.
"Jadi cenderung nanti akan memindahkan transaksi, karena bagaimanapun, politik ekonomi itu tidak bisa dilepaskan. Siapa yang ingin berkuasa, itu pasti harus ada modal ekonomi," ujarnya.
Baca Juga: Pemilu 2024, PPP Jawa Barat Pasang Target 12 Kursi
Oleh karena itu, lanjutnya, perlu ada terobosan formal yang mengedepankan hubungan setara dan berkualitas antara partai politik dengan calon legislator, dengan tolok ukur pada nilai kemanfaatan publik atau public value.
Dengan adanya hubungan yang setara tersebut, lanjutnya, maka tidak akan ada lagi calon legislator yang memiliki uang kemudian bergerak sendiri mencari suara dan mengesampingkan partai politik.
"Sebaliknya, kalau proporsional tertutup, partai politik posisinya akan lebih tinggi dibanding calon, karena partai tersebut berhak menentukan nomor urut. Maka, bagi saya, idealnya adalah dibuat setara antara calon dengan partai politik," ujarnya.
Menurutnya, salah satu cara yang bisa bisa dilakukan adalah dengan melakukan amandemen sistem proporsional terbuka dan melakukan rekayasa sistem. Caranya, pada setiap daerah pemilihan, parpol bisa menetapkan satu atau lebih nomor urut caleg bila memenuhi proporsi kursi.
"Jadi pada tiap dapil, nomor urut satu itu bukan karena uang, bukan karena kedekatan. Tapi karena prestasinya. Itu prinsip yang dipakai dalam legislative entrepreneurship, prinsip kewirausahaan legislatif," katanya.
Ia menjelaskan, partai politik akan mengafirmasi calon legislatif yang memiliki prestasi dan bekerja untuk masyarakat serta partai, diberikan penghargaan dengan nomor urut satu. Sehingga, penentuan tidak dikarenakan kedekatan atau adanya lobi uang.
Berita Terkait
-
Pemilu 2024, PPP Jawa Barat Pasang Target 12 Kursi
-
Kritik Jika Sistem Pemilu Cuma Coblos Partai, Mardani PKS: Oligarki Bercokol di Parpol, Elite Bisa Semena-mena!
-
Fahri Hamzah Sebut Sistem Proporsional Pemilu Tertutup Tradisi Komunis, Perludem: Kurang Pas
-
Penyelenggara Pemilu Diminta Bersikap Netral Oleh Bupati Subang, Tujuannya Ini
-
IKP Kota Bandung Level Rawan Sedang, Bawaslu Mulai Mitigasi Pencegahan Lewat Sosialisasi
Terpopuler
- 5 Bedak Viva Terbaik untuk Tutupi Flek Hitam, Harga Mulai Rp20 Ribuan
- 25 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 1 November: Ada Rank Up dan Pemain 111-113
- Mulai Hari Ini! Sembako dan Minyak Goreng Diskon hingga 25 Persen di Super Indo
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Sekelas Brio untuk Keluarga Kecil
- Sabrina Chairunnisa Ingin Sepenuhnya Jadi IRT, tapi Syaratnya Tak Bisa Dipenuhi Deddy Corbuzier
Pilihan
-
Jokowi Takziah Wafatnya PB XIII, Ungkap Pesan Ini untuk Keluarga
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
Terkini
-
Ratusan Warga Prasejahtera di Banten Sambut Bahagia Sambungan Listrik Gratis dari PLN
-
Hasto PDIP: Ibu Megawati Lebih Pilih Bendungan dan Pupuk Daripada Kereta Cepat Whoosh
-
Putri Zulkifli Hasan Sambut Putusan MK: Saatnya Suara Perempuan Lebih Kuat di Pimpinan DPR
-
Projo Tetapkan 5 Resolusi, Siap Kawal Prabowo hingga 2029 dan Dukung Indonesia Emas 2045
-
Budi Arie Bawa Gerbong Projo ke Gerindra? Sinyal Kuat Usai Lepas Logo Jokowi
-
Cinta Terlarang Berujung Maut, Polisi Tega Habisi Nyawa Dosen di Bungo
-
Dua Tahun Lalu Sakit Berat, Kini Adies Kadir Didoakan Kembali di Majelis Habib Usman Bin Yahya
-
Makna Arahan Mendagri Tito Karnavian Soal Dukungan Pemda Terhadap PSN
-
Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII Wafat, Akhir Perjalanan Sang Pemersatu Takhta Mataram
-
Rawan Tumbang Saat Hujan Deras, Pemprov DKI Remajakan Puluhan Ribu Pohon di Jakarta