Suara.com - Koordinator Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahudin mengungkap adanya lima alasan mengapa pihaknya mengajukan permohonan uji formil terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 perihal Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pertama, dia menilai pengesahan UU atas Perppu Cipta Kerja merupakan pelanggaran Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 yang pada prinsipnya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
"Ini jelas pembangkangan konstitusi atau constitutional disobedience," kata Said di Gedung MK, Rabu (3/5/2023).
Selain itu, dia juga menilai tidak ada unsur kegentingan yang memaksa dalam penerbitan Perppu Cipta Kerja sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.
"Tidak ada norma dalam Perpu yang dimaksudkan untuk mengatasi kekosongan hukum seperti yang selama ini selalu dijadikan sebagai dalil oleh pemerintah. Itu palsu," tegas Said.
Alasan ketiga Partai Buruh mempersoalkan UU Cipta Kerja ialah anggapan bahwa UU tersebut tidak memenuhi syarat partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation).
"Doktrin meaningful participation yang diperkenalkan oleh ahli kami pada saat menjadi pemohon uji formil UU Cipta Kerja jilid pertama dulu, sudah diadopsi dan dijadikan sebagai standar oleh Mahkamah Konstitusi untuk perkara pengujian formil," tutur dia.
Lebih lanjut, Said menyebut UU Cipta Kerja disahkan di luar jadwal yang seharusnya. Sebab, Perppu Cipta Kerja diterbitkan pada 30 Desember 2022. Dengan begitu, lanjut dia, pengesahannya harus dilakukan pada masa sidang tepat setelahnya atau 10 sampai 16 Januari 2023.
"Faktanya, penetapan Perpu Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja justru baru dilakukan DPR pada Rapat Paripurna tanggal 21 Maret 2023," ujar Said.
Baca Juga: Terungkap Alasan Para Buruh Tak Pilih Prabowo Sebagai Capres
Menurut dia, pengakuan DPR soal persetujuan Perppu menjadi UU pada 15 Januari 2023 baru pembahasan tingkat 1. Padahal, pengesahan baru bisa dilakukan dalam rapat paripurna.
"Oleh sebab itu, forum pembicaraan tahap satu secara hukum tidak dapat digunakan DPR untuk memberikan persetujuan, apalagi untuk menetapkan Perpu menjadi undang-undang. Itu jelas inkonstitusional," tegas dia.
Adapun alasan terakhir Partai Buruh ialah Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi syarat pembentukannya dengan menggunakan metode omnibus law.
"Dalam Pasal 42A UU PPP diatur, metode omnibus law terbatas hanya bisa digunakan untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang disusun dalam keadaan normal, semisal undang-undang. Omnibus law tidak bisa dan tidak mungkin digunakan pada produk hukum yang bersifat darurat seperti Perpu," tutur Said.
"Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebuah Perpu tidak mungkin dibentuk dengan metode omnibus law karena dia tidak mungkin mampu memenuhi syarat-syarat pembentukan produk hukum dengan metode omnibus law," tandas dia.
Berita Terkait
-
Klaim Beda dari yang Lain, Partai Buruh Resmi Ajukan Permohonan Uji Formil UU Cipta Kerja
-
Pendidikan, Deretan Prestasi dan Karier Najwa Shihab: Capres Pilihan Partai Buruh
-
Berikut Bunyi Pertimbangan Hakim Menolak Praperadilan Rektor Unud Terkait Status Tersangka SPI
-
Capres yang Diundang di Acara Partai Buruh Tidak Datang, Siapa Sih?
-
7 Poin Tuntutan Buruh dalam Long March May Day, Ini Sikap Pemerintah
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Usai Dicopot Prabowo, Benarkah Sri Mulyani Adalah Menteri Keuangan Terlama?
-
Inikah Ucapan yang Bikin Keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati Mundur dari Senayan?
-
Suciwati: Penangkapan Delpedro Bagian dari Pengalihan Isu dan Bukti Rezim Takut Kritik
-
Viral Pagar Beton di Cilincing Halangi Nelayan, Pemprov DKI: Itu Izin Pemerintah Pusat
-
Temuan Baru: Brimob Dalam Rantis Sengaja Lindas Affan Kurniawan
-
PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih
-
CEK FAKTA: Isu Pemerkosaan Mahasiswi Beralmamater Biru di Kwitang
-
Blusukan Gibran Picu Instruksi Tito, Jhon: Kenapa Malah Warga yang Diminta Jaga Keamanan?
-
DPR Sambut Baik Kementerian Haji dan Umrah, Sebut Lompatan Besar Reformasi Haji
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?