Suara.com - Perkara dugaan gratifikasi yang menjerat mantan pejabat Ditektorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo akan memasuki babak selanjutnya.
Kasus tersebut akan memasuki persidangan lantaran Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nur Haris Arhadi telah melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
"Jaksa KPK Nur Haris Arhadi, Jumat (18/8) telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan terdakwa Rafael Alun Trisambodo ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (19/8/2023).
Ali mengatakan jaksa mendakwa dengan pasal gratifikasi sekaligus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar.
"TPPU periode 2003 sampai dengan 2010 sebesar Rp31,7 miliar," ujar Ali.
"TPPU periode 2011 sampai dengan 2023 sebesar Rp26 Miliar, SGD 2 juta, USD 937 ribu," tambah dia.
Tim jaksa, kata Ali, akan memaparkan seluruh dugaan perbuatan pidana Rafael dalam surat dakwaannya secara lengkap. Lebih lanjut, Ali mengatakan penahanan Rafael selanjutnya akan menjadi wewenang Pengadilan Tipikor.
"Saat ini,tim jaksa masih menunggu penetapan jadwal persidangan pertama untuk pembacaan surat dakwaan," tuturAli.
Berkas Perkara Rafael P21
Baca Juga: Penampakan Rumah Mewah di Kota Bekasi yang Digeledah KPK, Warga Ungkap Ciri-ciri Pemilik Rumah
Sebelumnya, pada Senin, 31 Juli 2023, KPK mengumumkan berkas perkara kasus Rafael Alun Trisambodo telah dinyatakan lengkap atau P21 dan siap disidangkan.
KPK resmi menahan dan menyematkan rompi jingga bertuliskan "Tahanan KPK" kepada Rafael Alun Trisambodo pada 3 April 2023.
Rafael Alun Trisambodo ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakan.
Tersangka Rafael diduga memiliki beberapa perusahaan, salah satunya PT Artha Mega Ekadhana (AME) yang bergerak dalam bidang jasa konsultasi terkait dengan pembukuan dan perpajakan. Rafael diduga menerima aliran uang sebesar 90.000 dolar Amerika Serikat melalui PT AME itu.
Alat bukti lain yang disita penyidik KPK adalah kotak penyimpanan harta berisi uang sekitar Rp32,2 miliar di salah satu bank dalam bentuk pecahan mata uang dolar AS, mata uang dolar Singapura, dan mata uang euro.
Atas perbuatannya, tersangka Rafael Alun Trisambodo dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
-
Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
-
Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
Terkini
-
Mengapa Jakarta Selatan Kembali Terendam? Ini Penyebab 27 RT Alami Banjir Parah
-
Korupsi Pertamina Makin Panas: Pejabat Internal Hingga Direktur Perusahaan Jepang Diinterogasi
-
Mengapa Kemensos Gelontorkan Rp4 Miliar ke Semarang? Ini Penjelasan Gus Ipul soal Banjir Besar
-
Soal Progres Mobil Nasional, Istana: Sabar Dulu, Biar Ada Kejutan
-
Kenapa Pohon Tua di Jakarta Masih Jadi Ancaman Nyawa Saat Musim Hujan?
-
Tiba di Korea Selatan, Ini Agenda Presiden Prabowo di KTT APEC 2025
-
Wakapolri Ungkap Langkah Pembenahan Polri: Aktifkan Pamapta dan Modernisasi Pelayanan SPKT
-
Pernah Jadi Korban, Pramono Anung Desak Perbaikan Mesin Tap Transjakarta Bermasalah
-
Skandal Whoosh Memanas: KPK Konfirmasi Penyelidikan Korupsi, Petinggi KCIC akan Dipanggil
-
Formappi Nilai Proses Etik Lima Anggota DPR Nonaktif Jadi Ujian Independensi MKD