Suara.com - Dalamnya mencapai 30-70 meter, sedangkan panjang keseluruhan sekitar 500 kilometer. Itulah terowongan bawah tanah Jalur Gaza.
Terowongan Gaza awalnya berfungsi sebagai kanal transaksi ekonomi terselubung, tapi karena serangan militer Israel kian ganas, terowongan ini akhirnya juga menjadi jalur memasukkan dan menyimpan senjata. Bahkan merancang perang, seperti diketahui berbagai kalangan internasional.
Israel yakin terowongan itu berada di bawah bangunan-bangunan sipil, termasuk rumah sakit. Untuk itulah, dua hari lalu Israel menyerbu Rumah Sakit Al-Shifa karena diyakini menjadi pos militer Hamas.
Menyitat kantor berita Antara, Sabtu (18/11/2023) malam, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sendiri mengungkapkan tentara Israel menggeledah Al-Shifa karena di bawah rumah sakit itulah 200-an orang disandera Hamas.
Seharusnya Israel tidak heran pada adanya gedung sipil yang berada di bawah terowongan bawah tanah bertahun-tahun dibangun oleh warga Gaza.
Total panjang dan lebar Jalur Gaza adalah 41 dan 12 km. Artinya, luas kantong Palestina itu adalah 365 km persegi.
Wilayah sebesar itu kalah panjang dari bentangan terowongan Gaza yang mencapai 500 km. Dengan panjang sejauh ini, mungkin tak ada tanah Gaza yang tak dilalui terowongan bawah tanah.
Ketika Israel mengaku menemukan senjata di bawah RS Al-Shifa, pengelola rumah sakit ini membantah. Pihak rumah sakit tak mau dituding sebagai basis militer Hamas.
Kenyataannya, saat Israel merazia Al-Shifa banyak saksi mata yang mengaku tak mendengar bunyi tembakan, karena memang tak ada baku tembak. Artinya, tak ada orang bersenjata di dalam rumah sakit tersebut.
Baca Juga: Husein Gaza Heran Israel Ngaku Punya Denah RS Indonesia Tahun 2010, Padahal Belum Dibangun
Seorang dokter di RS Al-Shifa, Ahmed Mokhallalati, berkata kepada BBC bahwa hanya ada warga sipil di dalam rumah sakitnya.
Mokhallalati menandaskan memang semua gedung di Gaza, termasuk RS Al-Shifa, berada di atas terowongan bawah tanah. Untuk itu, Israel tak bisa menggeneralisasi gedung-gedung sipil sebagai pos Hamas.
Jika mencermati riwayat konflik Israel-Palestina, yang membuat Gaza dipenuhi terowongan bawah tanah justru karena kebijakan Israel dan Barat.
Terowongan itu memang sudah ada sejak awal 1980-an setelah kota Rafah dibagi dua; satu menjadi bagian Mesir, satu lagi menjadi bagian Palestina yang waktu itu masih diduduki Israel.
Pembagian Rafah adalah buah dari Perjanjian Camp David 1979 antara Mesir dan Israel yang mengakhiri permusuhan dan membuka jalan bagi pembukaan hubungan diplomatik antara Israel dan Mesir.
Mulanya jumlah terowongan itu sedikit, hanya sekitaran Rafah.
Namun, setelah Israel memblokade Gaza pada 2007 yang diikuti sanksi Barat, satu tahun setelah Hamas memenangkan pemilu Palestina 2006. Blokade itu membuat pangan, sandang, BBM, dan semua barang ekonomi yang dibutuhkan rakyat Gaza tak bisa lagi didapatkan dari perdagangan normal.
Diblokade
Gaza sebenarnya memiliki pantai, tapi perairannya diblokade angkatan laut Israel. Alhasil, pintu Gaza ke dunia luar hanya perbatasan Gaza-Mesir di Rafah.
Karena dikurung dari segala sisi, warga Gaza lalu menggali terowongan hingga perbatasan Mesir-Gaza untuk mendapatkan kebutuhan mereka.
Israel memblokade Gaza untuk melemahkan Hamas sehingga rakyat Gaza kecewa untuk kemudian menjauhi Hamas. Padahal, Hamas berkuasa dari proses politik yang dianjurkan Barat, yakni Pemilu.
Tetapi Israel dan Barat khawatir oleh doktrin Hamas yang tak mau mengakui Israel.
Padahal, pandangan politik Hamas itu adalah antitesis dari kemandulan Barat dan kebebalan Israel dalam mengimplementasikan komitmen-komitmen internasional, termasuk Perjanjian Oslo 1993.
Perjanjian 1993 itu mengakhiri gerakan perlawanan bersenjata Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Melalui perjanjian itu, PLO mengakui eksistensi Israel, dan sebaliknya semua pihak sepakat membentuk Negara Palestina merdeka di Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur, pada 1999.
Ternyata sampai tahun 1999, negara Palestina tak kunjung berdiri. Sampai pemimpin PLO, Yasser Arafat, wafat pada 2004, negara Palestina tak berhasil diwujudkan.
Wajar jika rakyat Palestina kecewa berat, termasuk warga Gaza. Sikap mereka semakin keras, sampai menentang eksistensi Israel.
Gerakan Intifada adalah embrio yang membesarkan Hamas. Dan ketika pengaruh Hamas kian besar, Israel dan Barat merancang cara melenyapkannya dari proses politik, lewat pemilu 2006. Ironisnya, Hamas malah memenangkan pemilu itu.
Begitu menang pemilu, Hamas langsung diisolasi Israel. Setahun kemudian Jalur Gaza diblokade, setelah Fatah yang menjadi "sangat Hamas" terusir dari Gaza, dan kemudian memusatkan kekuasaan di Tepi Barat.
Blokade itu memaksa Hamas mencari cara untuk menunjukkan kepada warga Gaza bahwa mereka mampu memerintah Gaza. Bawah tanah pun menjadi pilihan. Sejak itu terowongan bawah tanah dibangun besar-besaran di Gaza.
Gaza pun lambat laun bisa membangun diri. Hamas menjadi kian populer, sampai Tepi Barat. Mereka dinilai efektif menjalankan pemerintahan Palestina di Gaza.
Perkembangan ini mencemaskan Israel karena Hamas yang berhasil membangun Gaza adalah ancaman bagi mereka. Israel juga tak mau "rumput di halaman depannya kian tinggi dan merambat liar ke mana-mana".
Untuk itulah, secara berkala Israel melancarkan operasi militer di Gaza bagai ritual "memotong rumput".
Dengan cara seperti itu, Hamas dipaksa terus memulai segala sesuatu dari bawah. Situasi itu juga membuat Hamas intensif merangkul perlawanan bersenjata. Mereka kian agresif melakukannya karena prilaku buruk pemukim Yahudi di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Berita Terkait
-
Husein Gaza Heran Israel Ngaku Punya Denah RS Indonesia Tahun 2010, Padahal Belum Dibangun
-
Usai Ratakan Gaza Utara, Eks PM Israel Ganti Sebut Pusat Komando Hamas Ada di Selatan
-
Ya Tuhan! Korban Tewas Serangan Israel Di Gaza Tembus 12.000 Orang, 30.000 Lainnya Luka-luka
-
Arti Tulisan Ikat Kepala Abu Ubaidah, Jubir Al-Qassam Hamas yang Selalu Tutupi Wajahnya
-
Bang Onim Sebut Felycia Angelista Niat Donasi ke Gaza Palestina Untuk Saudara Kristen, Netizen: Waduh Pilih-pilih
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
Pilihan
-
7 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
Terkini
-
DPD RI Gelar DPD Award Perdana, Apresiasi Pahlawan Lokal Penggerak Kemajuan Daerah
-
Program Learning for Life, Upaya Kemenpar Perkuat Pemberdayaan Masyarakat Pariwisata
-
Ada 4,8 Juta Kelahiran Setahun, Menkes Budi Dorong Perbanyak Fasilitas Kesehatan Berkualitas
-
Menkes Budi: Populasi Lansia di Jakarta Meningkat, Layanan Kesehatan Harus Beradaptasi
-
Berkas Lengkap! Aktivis Delpedro Cs akan Dilimpahkan ke Kejati DKI Rabu Besok
-
Sudah Vonis Final, Kenapa Eksekusi Harvey Moeis Molor? Kejagung Beri Jawaban
-
Sinergi Polri dan Akademi Kader Bangsa: Bangun Sekolah Unggul Menuju Indonesia Emas 2045
-
Blueprint Keberlanjutan Ride-Hailing Indonesia: Motor Penggerak UMKM dan PDB Nasional
-
Anggota DPR Non Aktif Korban Disinformasi dan Fitnah, Bukan Pelaku Kejahatan
-
Jejak Korupsi POME: Dari Kantor ke Rumah, Kejagung 'Kunci' Pejabat Bea Cukai