Suara.com - Krisis air yang terjadi di Kalimantan disebut sudah lama terjadi. Berdasarkan hasil analisis Greenpeace Indonesia, kondisi tersebut makin parah sejak ada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Forest Campaigner Team Leader Greenpeace Indonesia Arie Rompas menjelaskan bahwa ketersediaan air di suatu wilayah akan selalu berkaitan dengan kondisi ekosistem, begitu pula yang terjadi di Kalimantan.
Greenpeace Indonesia memotret kondisi hutan di Kalimantan yang terus berubah. Dari semula hutan alam kemudian terjadi deforestasi atau penggundulan hutan untuk menjadi hak pengusahaan hutan (HPH) serta hutan tanaman industri (HTI) dengan ditanami perkebunan sawit maupun dijadikan lahan tambang.
"Memang Kalimantan ini menjadi pulau yang paling tinggi akan deforestasinya. Dan kondisi air itu akan berkaitan erat dengan situasi hutan alam yang masih tersisa," jelas Arie kepada Suara.com, dihubungi Jumat (19/7/2024).
Arie menambahkan, keberadaan hutan alam menjadi salah satu faktor penting untuk ketersediaan serta kualitas air.
Sayangnya, Pulau Kalimantan, termasuk di area Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur, yang menjadi area IKN telah terjadi deforestasi cukup luas.
"Kalau dari analisis kami, sejak tahun 2011 itu hutan alam yang kaya akan keanekaragaman hayati dan sebagai bagian dari penampung air itu sudah terjadi deforestasi. Jadi saat ini memang yang tersisa ada sebagian besar di wilayah itu adalah hutan tanaman industri atau HPI, bukan hutan alam lagi," katanya.
Perubahan dari hutan alam menjadi HPI tersebut yang membuat daya serap air di Kalimantan jadi berkurang.
Terlebih adanya IKN menambah luas area deforestasi. Arie mengatakan, kalau pembangunan tersebut turut memperburuk krisis air di Kalimantan.
Baca Juga: Krisis Air di IKN Bakal Jadi Lumbung Bisnis Elite Oligarki, Begini Penjelasan Greenpeace
"Di tengah rusaknya hutan, kemudian juga sudah terjadi perubahan iklim, sehingga itu juga akan memperparah. Di mana situasi kemarauannya akan semakin panjang dan tentu ketersediaan air akan menjadi masalah."
"Faktanya temuan kawan-kawan, khususnya yang sudah melakukan investigasi lebih dalam, testimoni masyarakat juga kalau (krisis air) itu memang sudah terjadi," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
Terkini
-
MPR Dukung Kampung Haji, Dinilai Bikin Jemaah Lebih Tenang dan Aman Beribadah
-
KSAD Minta Media Ekspos Kerja Pemerintah Tangani Bencana Sumatra
-
Kejagung Tetapkan 3 Orang Jaksa jadi Tersangka Perkara Pemerasan Penanganan Kasus ITE
-
OTT KPK di Banten: Jaksa Diduga Peras Animator Korsel Rp2,4 M, Ancam Hukuman Berat Jika Tak Bayar
-
Pesan Seskab Teddy: Kalau Niat Bantu Harus Ikhlas, Jangan Menggiring Seolah Pemerintah Tidak Kerja
-
OTT Bupati Bekasi, PDIP Sebut Tanggung Jawab Pribadi: Partai Tak Pernah Ajarkan Kadernya Korupsi
-
Jawab Desakan Status Bencana Nasional, Seskab Teddy: Pemerintah All Out Tangani Bencana Sumatra
-
Pramono Anung: UMP Jakarta 2026 Sedang Dibahas di Luar Balai Kota
-
Bantah Tudingan Pemerintah Lambat, Seskab Teddy: Kami Sudah Bergerak di Detik Pertama Tanpa Kamera
-
Jelang Mudik Nataru, Pelabuhan Bakauheni Mulai Dipadati Pemudik