Suara.com - Amnesty International menyoroti tindakan represif aparat TNI-Polri dalam pengamanan aksi demonstrasi kawal putusan MK dan menolak RUU Pemilu di sejumlah wilayah, pada Kamis (22/8/2024) hingga Senin (26/8/2024).
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan tindakan yang dilakukan aparat sulit untuk ditoleransi. Pasalnya, korban yang terdampak akibat tindakan aparat bukan hanya demonstran melainkan juga korban sipil lainnya termasuk anak-anak.
"Sekali lagi, satu kata, brutal. Kekerasan yang kembali dilakukan aparat keamanan sulit untuk ditoleransi,” kata Usman melalui keterangan yang diterima Suara.com, Selasa (27/8/2024).
"Penggunaan gas air mata yang tidak perlu dan tidak terkendali hingga pemukulan menyebabkan banyak korban sipil, termasuk anak-anak di bawah umur,” ujarnya.
Tindakan tersebut, sangat jelas melanggar hak asasi manusia dan berbahaya bagi keselamatan warga, terutama paparannya terhadap anak-anak dan merupakan tindakan sistematis untuk meredam suara mahasiswa dan masyarakat.
Terlebih, aksi kebrutalan aparat bukan kali pertama. Aksi ini terjadi berulang kali tanpa ada solusi cara yang lebih humanis untuk menangani para demonstran.
Dalam catatan Amnesty International, lanjut Usman, dalam rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo, pengerahan aparat dalam aksi protes terhadap kebijakan pemerintah selalu dalam jumlah yang berlebihan.
"Mulai dari aksi Reformasi Dikorupsi, UU Cipta Kerja, protes warga Air Bangis di Sumatera Barat dan Rempang-Galang di Batam, hingga protes warga Dago Elos di Bandung," katanya.
Saat ini para petinggi dalam instusi TNI-Polri seakan mengamini dan memaklumi soal pengerahan jumlah aparat yang berlebihan.
“Muncul kesan bahwa aparat memaklumi atau bahkan mengizinkan dan membenarkan penggunaan kekuatan berlebihan, kekerasan yang tidak perlu serta tindakan represif lainnya,” jelas Usman.
Usman menilai, aksi represif yang dilakukan aparat saat penyampaian pendapat terhadap masyarakat sipil merupakan pelanggaran HAM.
“Seluruh peristiwa tersebut menurut sifat dan lingkupnya dapat digolongkan sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM),” tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Pundit Belanda: Patrick Kluivert, Alex Pastoor Cs Gagal Total
-
Tekstil RI Suram, Pengusaha Minta Tolong ke Menkeu Purbaya
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
Terkini
-
Ikrar Nusa Bhakti: Jokowi Legacy Ini Sangat Berbahaya Bagi Indonesia
-
UU Kepemudaan Digugat, KNPI DKI Minta Usia 40 Tahun Masih Masuk Kategori Pemuda
-
Menkeu Ogah Bayar Utang Whoosh Pakai APBN, Istana Bilang Begini
-
Putusan Hakim Tolak Praperadilan, Istri Nadiem Terlihat Menahan Air Mata
-
Salah Alamat Makanan, Driver Ojol Babak Belur Dikeroyok Suami Pelanggan di Koja
-
Mendagri Tito Imbau Pemda Kendalikan Harga Komoditas Pangan Penyumbang Utama Inflasi
-
Prabowo Siap Kerahkan 20 Ribu Pasukan Perdamaian ke Gaza, MPR Beri Respons Begini
-
Dibalik Kampanye Hijau, Industri Fosil Tetap Jadi Sumber Masalah Iklim
-
Jakarta Peringkat 18 Kota Paling Bahagia Dunia, Gubernur Pramono: Mungkin Karena Gubernurnya Bahagia
-
Misteri Kematian Terapis 14 Tahun di Jaksel: Diduga Korban TPPO, Jeritan Terdengar Sebelum Tewas