Suara.com - Seorang perempuan transgender di Tiongkok, Ling’er, mencetak sejarah dengan memenangkan gugatan dan memperoleh kompensasi sebesar 60.000 yuan (sekitar Rp130 juta) setelah menjalani terapi kejut listrik tanpa persetujuan di sebuah rumah sakit jiwa. Keputusan ini, yang dikeluarkan oleh Pengadilan Rakyat Kabupaten Changli di Qinhuangdao, Hebei, menjadi tonggak penting dalam pengakuan hak komunitas LGBTQ+ di Tiongkok.
Ling’er, seorang seniman pertunjukan berusia 28 tahun, berharap kasusnya menginspirasi komunitas LGBTQ+ lainnya untuk memperjuangkan hak mereka di ranah medis.
“Situasi untuk orang transgender di Tiongkok masih sulit. Kelompok ini sangat kurang mendapat perlindungan,” ungkap Ling’er.
Perjalanan kelam Ling’er dimulai pada Juli 2022, saat dia secara paksa dimasukkan ke Rumah Sakit Kelima Qinhuangdao oleh keluarganya. Setelah mengungkapkan identitas transgendernya pada tahun sebelumnya, keluarganya menolak menerima dan menganggapnya menderita gangguan mental. Mereka memutuskan untuk mengirimnya ke fasilitas psikiatri.
Di rumah sakit tersebut, Ling’er didiagnosis salah dengan gangguan kecemasan dan orientasi seksual tidak selaras, meskipun ia menyatakan dirinya heteroseksual. Selama 97 hari dirawat, Ling’er menjalani tujuh sesi terapi kejut listrik yang merusak kesehatannya.
“Setiap kali menjalani perawatan itu, saya pingsan. Saya tidak pernah setuju, tetapi saya tidak punya pilihan. Rumah sakit mencoba ‘memperbaiki’ saya agar sesuai dengan harapan masyarakat,” katanya.
Terapi ini meninggalkan dampak serius, termasuk masalah jantung yang memerlukan pengobatan berkelanjutan. Ling’er akhirnya mengajukan gugatan terhadap rumah sakit, berargumen bahwa hak-haknya telah dilanggar.
Berdasarkan hukum kesehatan mental Tiongkok, seseorang hanya dapat menerima perawatan psikiatri tanpa persetujuan jika mereka membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Keputusan pengadilan ini disambut positif oleh aktivis LGBTQ+, yang melihatnya sebagai langkah maju menuju inklusivitas dan penerimaan yang lebih besar di Tiongkok. Menurut Darius Longarino dari Yale Law School, tindakan seperti terapi kejut untuk mengubah orientasi seksual atau identitas gender adalah praktik berbahaya yang tidak seharusnya ada.
Baca Juga: Trump dan Isu Transgender: Kongres AS Perdebatkan Akses Toilet untuk Sarah McBride
Ini bukan pertama kalinya pengadilan Tiongkok memutuskan mendukung hak transgender. Pada 2020, pengadilan di Beijing memerintahkan perusahaan e-commerce untuk mempekerjakan kembali perempuan transgender yang dipecat karena menjalani operasi pergantian kelamin. Keputusan itu menegaskan pentingnya menghormati identitas gender dan memberikan akses yang setara.
Berita Terkait
-
Trump dan Isu Transgender: Kongres AS Perdebatkan Akses Toilet untuk Sarah McBride
-
Isa Zega Umroh Bercadar, DPR Desak Polisi Tangkap Karena Dianggap Membuat Kegaduhan
-
5 Gaya Isa Zega Tampil Syar'i hingga Bercadar saat Umrah, Kini Dituduh Nistakan Agama dan Dikecam Anggota DPR
-
Profil Isa Zega, Selebgram yang Sedang Jadi Sorotan
-
Kalah di Gugatan Praperadilan, KPK: Larangan ke Luar Negeri Untuk Sahbirin Noor Masih Berlaku
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO
-
Wacana 'Go Public' PAM Jaya Bikin DPRD DKI Terbelah, Basri Baco: Ini Dinamika, Normal
-
Bukan Cuma Wacana, Ini Target Rinci Pemindahan ASN ke IKN yang Diteken Presiden Prabowo
-
Polandia Jadi Negara Eropa Kedua yang Kerja Sama dengan Indonesia Berantas Kejahatan Lintas Negara