Suara.com - Pantai Segredo di Brasil terkenal karena keindahannya yang masih alami. Namun, ada fakta menyedihkan di baliknya. Jika diperhatikan lebih dekat, pasir pantainya dipenuhi sampah, sebagian besar berasal dari Asia, termasuk Indonesia.
Lantas, mengapa sampah dari Asia, termasuk Indonesia bisa berakhir di asana?
Dikutip dari BBC, mereka menemukan puluhan kemasan produk dari Indonesia, China, Singapura, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Korea Selatan.
Botol minuman, produk pembersih, dan wadah oli mesin jadi jenis sampah paling banyak ditemukan. Hampir semuanya berbahan plastik, meski ada juga kemasan kaleng seperti penghapus cat.
Kondisinya masih utuh, sebagian besar diproduksi dalam beberapa tahun terakhir. Pantai Segredo membentang luas di pusat Natal, Brasil. Tak seramai pantai urban seperti Ponta Negra, tempat ini lebih sunyi.
Namun, kesunyian itu kontras dengan pemandangan sampah berwarna mencolok yang berserakan di pasir putih. Tak hanya produk Asia, ditemukan juga kemasan dari Brasil, Amerika Serikat, dan Afrika. Tapi, sampah asal Asia mendominasi.
Mengapa Sampai ke Brasil?
Sebuah penelitian Verocel menemukan banyak sampah asing di pantai Belmonte, Bahia selatan pada 2024. Dalam lima minggu, 140 kilogram plastik dikumpulkan dari pasir. Mayoritas botol plastik berasal dari Asia.
Tapi bagaimana sampah dari belahan dunia lain bisa sampai ke Brasil?
Baca Juga: Simon Tahamata Sindir Pemain Keturunan Selevel Pemain Liga Indonesia: Percuma!
Profesor di Institut Oseanografi Universitas São Paulo (USP), Alexander Turra, menduga sampah ini berasal dari pembuangan kapal. Transportasi laut mengangkut 90 persen perdagangan global. Asia memiliki 20 dari 30 pelabuhan tersibuk dunia.
Brasil dan Asia punya lalu lintas pelayaran yang padat. Brasil mengimpor banyak produk industri dan mengekspor bahan mentah dalam jumlah besar.
"Kapal ini mengangkut orang, mereka mengonsumsi produk, dan sering kali sampahnya dibuang ke laut," kata Turra.
Produk yang dibuang bisa berasal dari Singapura, Vietnam, atau China, tergantung dari mana kapal berangkat.
Sampah ini umumnya dibuang di sekitar pelabuhan sebelum akhirnya terbawa arus ke pantai. Dampaknya terasa di banyak pantai Brasil, terutama yang terpencil dan jarang dibersihkan. Kota pelabuhan seperti Natal bahkan lebih rentan karena menjadi tempat transit kapal besar.
Alexander Turra menegaskan, sampah ini membawa dampak luas bagi pantai dan kehidupan laut.
"Salah satunya pariwisata. Siapa yang ingin liburan ke pantai penuh sampah?" katanya.
Bukan hanya mengganggu pemandangan, polusi ini juga berbahaya bagi hewan. Banyak yang terjebak dalam kemasan atau memakannya.
"Mereka bisa mati tercekik atau merasa kenyang palsu, lalu kelaparan sampai mati," jelasnya.
Belum lagi dampaknya pada pelayaran. Sampah ini bisa merusak mesin, baling-baling, dan sistem pendingin kapal. Ada juga ancaman bagi manusia. Plastik yang terurai menjadi mikroplastik dapat dikonsumsi ikan—dan akhirnya masuk ke tubuh manusia.
Apa Solusinya?
Sejak 1972, aturan internasional melarang pembuangan sampah non-organik ke laut. Sampah organik boleh dibuang, tapi dengan syarat tertentu.
Namun, aturan ini sering dilanggar. Turra menyebut dua alasan utama. Pertama, banyak kapal tidak memilah sampah. Plastik dan limbah organik bercampur, lalu dibuang ke laut untuk menghindari bau tak sedap.
Kedua, biaya. Pelabuhan menarik tarif berdasarkan berat sampah. Untuk menghemat, banyak kapal memilih membuangnya langsung ke laut.
Solusinya? Turra mengusulkan tarif tetap, tanpa bergantung pada jumlah sampah. Selain itu, pengawasan ketat dan denda bagi kapal yang tidak memilah sampah bisa menjadi langkah pencegahan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- 7 Rekomendasi Parfum Terbaik untuk Pelari, Semakin Berkeringat Semakin Wangi
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
- 8 Moisturizer Lokal Terbaik untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Solusi Flek Hitam
- 15 Kode Redeem FC Mobile Aktif 10 Oktober 2025: Segera Dapatkan Golden Goals & Asian Qualifier!
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
Tiga Notaris Jadi Saksi Kunci, KPK 'Kuliti' Skema Mafia Tanah Tol Sumatera
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny: Identifikasi Korban Terus Berlanjut, 53 Jenazah Teridentifikasi!
-
Nobel Perdamaian 2025 Penuh Duri: Jejak Digital Pro-Israel Penerima Penghargaan Jadi Bumerang
-
Birokrasi Jadi Penghambat Ambisi Ekonomi Hijau Indonesia? MPR Usul Langkah Berani
-
Jejak Korupsi SPBU Ditelusuri, KPK dan BPK Periksa Eks Petinggi Pertamina
-
'Tsunami' Darat di Meksiko: 42 Tewas, Puluhan Hilang Ditelan Banjir Bandang Mengerikan
-
Prajurit TNI Gagalkan Aksi Begal dan Tabrak Lari di Tol Kebon Jeruk, 3 Motor Curian Diamankan
-
Di The Top Tourism Leaders Forum, Wamendagri Bima Bicara Pentingnya Diferensiasi Ekonomi Kreatif
-
KPK Bongkar Akal Bulus Korupsi Tol Trans Sumatera: Lahan 'Digoreng' Dulu, Negara Tekor Rp205 M
-
Buntut Tragedi Ponpes Al Khoziny, Golkar Desak Pesantren Dapat Jatah 20 Persen APBN