Suara.com - Dosen Sosiologi Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyoroti kebebasan akademik yang semakin terbelenggu.
Ia mengungkapkan bahwa kampus dijadikan alat kekuasaan dengan membatasi kritik dan mengintervensi kebijakan akademik.
Ubedilah menyoroti pembungkaman akademisi di kampus yang semakin sistematis.
Ia menilai, universitas yang seharusnya menjadi ruang kebebasan intelektual, justru dikendalikan oleh kepentingan politik dan kekuasaan.
Menurutnya, perubahan status kampus menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) semakin mempersempit ruang gerak dosen dan mahasiswa dalam menyuarakan kritik.
Diketahui pada 2022, Ubedilah melaporkan dugaan korupsi Jokowi dan keluarganya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini disebutnya berdasarkan data yang kuat.
“Saya melakukan itu kan based on data, untuk kepentingan republik. Karena saya terlalu gregetan dengan fakta dan data itu. Saya ke sana pakai data sehingga saya tenang, biarin aja orang mau ngomong apa,” katanya yang dikutip dari Abraham Samad Speak Up, Selasa (18/2/2025).
Tak lama setelah laporan tersebut, Ubedilah dicopot dari jabatannya sebagai Koordinator Program Studi (Koorprodi) di UNJ.
Ia menduga pencopotannya bukan hanya karena pelaporan itu, tetapi juga karena keberaniannya menolak berbagai kebijakan kampus yang dinilainya bermasalah.
Baca Juga: Ubedilah Badrun Kritik Kebijakan Kampus Mengelola Tambang: Makin Ngaco dan Aneh
Salah satunya adalah penolakan terhadap usulan pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada seorang menteri.
“Saya tolak, argumen saya bisa dipertanggungjawabkan, akhirnya nggak jadi,” ungkapnya.
Ubedilah juga menyinggung laporan Organised Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang menyebut Jokowi sebagai salah satu pemimpin terkorup di dunia pada 2024.
“Jadi terkonfirmasi, bukan fitnah. Kenapa OCCRP menempatkan Jokowi sebagai terkorup? Karena Jokowi melakukan praktik-praktik yang koruptif secara sistemik. Seperti merubah undang-undang, merusak pemilu, memaksakan anaknya menjadi cawapres, dan seterusnya,” jelasnya.
Akibat sikap kritisnya, Ubedilah mengaku mengalami berbagai bentuk tekanan, termasuk teror dan intimidasi.
“Saya diteror, rektor didatangi juga. Ada orang-orang aneh yang datang. Saya tunjukin data. Kalau saya salah, coba tunjukkan mana salahnya,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
Harga Emas Turun Tiga Hari Beruntun: Emas Jadi Cuma 2,3 Jutaan di Pegadaian
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
Terkini
-
Kemenko PM Gandeng Pemda Atur Izin Ritel, Jaga Warung Madura dan Toko Kelontong Tetap Hidup
-
Ritel Besar vs Warung Kecil: Kemenko PM Siapkan Aturan Main Baru Biar UMKM Nggak Tumbang!
-
Air Mati Akhir Pekan: Ini Daftar Wilayah Jakarta yang Akan Terdampak Gangguan Suplai PAM Jaya!
-
Melejit di Puncak Survei Cawapres, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tertarik Politik
-
Korupsi CPO: Pengacara 3 Raksasa Sawit Minta Dibebaskan, Gugat Dakwaan Jaksa
-
Kapolda Metro Jaya Perintahkan Propam Tindak Polisi Pelaku Catcalling di Kebayoran Baru
-
Hujan Deras Bikin Jakarta Macet Parah, Dirlantas Polda Metro Turun Langsung ke Pancoran
-
Pulangkan 26 WNI Korban Online Scam di Myanmar, Menteri P2MI: Jangan Tergiur Tawaran Kerja Ilegal
-
OC Kaligis Sebut Sidang Sengketa PT WKM dan PT Position Penuh Rekayasa, Ini Alasannya
-
Jerat Utang Whoosh: DPD Peringatkan PT KAI di Ambang Krisis, Kualitas Layanan Terancam Anjlok