Suara.com - Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, dalam kasus korupsi LNG. Hukuman yang sebelumnya 9 tahun penjara kini bertambah menjadi 13 tahun.
Selain hukuman penjara, Karen Agustiawan juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 650 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis ini lebih berat dibanding putusan pengadilan sebelumnya yang menetapkan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan.
"Pidana penjara 13 tahun, denda Rp 650 juta subsider enam bulan kurungan," demikian bunyi amar putusan kasasi Nomor 1076 K/PID.SUS/2025, dikutip dari Antara, Jumat (28/2/2025).
Majelis kasasi menolak permohonan kasasi dari Karen Agustiawan dan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, majelis memutuskan memperbaiki kualifikasi dan pidana dari putusan pengadilan banding yang sebelumnya menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.
"Terbukti Pasal 3 TPK juncto Pasal 55 juncto Pasal 64," demikian bunyi putusan tersebut.
Putusan ini diputus oleh Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto selaku ketua majelis, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, serta Agustina Dyah Prasetyaningsih sebagai panitera pengganti. Saat ini, perkara sedang dalam proses minutasi atau pengarsipan berkas perkara menjadi arsip negara.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta memperkuat vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Karen Agustiawan, yaitu 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Pengadilan Tinggi hanya melakukan perubahan terbatas pada amar putusan terkait barang bukti.
Dalam putusan tingkat pertama, Karen Agustiawan dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi LNG di Pertamina dan dijatuhi hukuman 9 tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam kasus ini, negara mengalami kerugian sebesar 113,84 juta dolar AS atau sekitar Rp1,77 triliun akibat korupsi LNG yang terjadi di Pertamina pada 2011 hingga 2014. Karen Agustiawan diduga memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS atau sekitar Rp1,62 miliar. Selain itu, ia juga disebut memperkaya korporasi CCL senilai 113,84 juta dolar AS.
Mantan Dirut Pertamina ini juga diduga memberikan persetujuan untuk pengembangan bisnis gas di beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tanpa pedoman pengadaan yang jelas. Keputusan tersebut diambil hanya berdasarkan izin prinsip tanpa analisis teknis, ekonomis, maupun analisis risiko yang memadai.
Karen Agustiawan lahir di Bandung pada 19 Oktober 1958. Dia memiliki nama asli Galaila Karen Kardinah. Ia merupakan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Fisika dan telah lama berkecimpung di dunia migas.
Perjalanan kariernya dimulai pada 1984 saat bergabung dengan Mobil Oil Indonesia sebagai staf analis hingga 1986. Pada 1987, Karen Agustiawan terlibat dalam proyek besar seismik yang mencakup wilayah Rokan, Sumatera Utara, hingga Madura.
Kariernya semakin melejit ketika ia dipercaya bekerja di kantor pusat Mobil Oil di Dallas, Texas, Amerika Serikat, pada 1989 hingga 1992.
Sekembalinya ke Indonesia, Karen menduduki berbagai posisi strategis, termasuk sebagai pimpinan bagian eksplorasi dan infrastruktur dari 1992 hingga 1996.
Tag
Berita Terkait
-
Sah! DPR Ketok Palu 10 Hakim Agung dan Ad Hoc HAM Baru Mahkamah Agung, Ini Daftar Namanya
-
Nasib 16 Calon Hakim Agung Ditentukan Besok, Komisi III DPR Gelar Rapat Pleno
-
Sosok Dwiarso Budi Santiarto: Menang Telak 2 Putaran, Resmi Jabat Wakil Ketua MA Non-Yudisial
-
Prabowo Lantik Kepala Badan Otorita Pantura Jawa hingga Badan Industri Mineral, Ada Suharto
-
DPR Siap Fit and Proper Test 16 Calon Hakim Agung di 9 September, Ini Daftar Lengkap Namanya
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO