Suara.com - Perkembangan terkait penanganan kasus korupsi timah dan kasus ekspor CPO yang turut menyeret seorang Direktur Pemberitaan Jak TV dinilai membuat publik khawatir dengan sikap Kejaksaan Agung, khususnya berkaitan dengan masa depan kebebasan pers di Indonesia.
Merespons hal itu, Koalisi masyarakat sipil menyesalkan penggunaan delik obstruction of justice terhadap jurnalis, atas konten yang diberitakannya, terlepas dari substansi atau pun efek dari konten tersebut.
"Persengketaan atas suatu konten berita, seharusnya diselesaikan melalui mekanisme sengketa pers, dengan menggunakan ruang Dewan Pers, sebagaimana telah diatur oleh UU No. 40/1999 tentang Pers," ujar Bhatara Ibnu Reza dari DeJure dalam keterangannya, Minggu (11/5/2025).
Obstruction of justice seharusnya dipahami sebagai tindakan spesifik yang langsung menghambat proses penegakan hukum, bukan justru deliknya diperluas untuk mengriminalisasi kritik atau bahkan narasi pemberitaan.
Bhatara menjelaskan, bahwa ruang lingkup obstruction of justice harus dimaknai secara terbatas sebagai tindakan menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan, menghilangkan atau merusak barang bukti, memberikan keterangan palsu, dan tindakan langsung lainnya yang menghalang-halangi penegakan hukum, dengan maksud untuk mengaburkan fakta, menghambat penyelidikan, atau menghindarkan pelaku dari tuntutan hukum.
"Tindakan kriminaliasi ini dapat dikatakan sebagai upaya meperluas interpretasi dan lingkup obstruction of justice, yang bahkan menempatkan konten berita yang disebut sebagai ‘konten negatif’, menjadi bagian dari menghalang-halangi penegakan hukum," imbuhnya.
Menurutnya, 'konten negatif' itu sendiri menjadi bagian dari suatu ekspresi yang sah, bukan tindak kejahatan yang dapat dikenakan tindakan pidana. Perluasan ini justru dapat mengarah pada tindakan sewenang-wenang yang membahayakan dan mengancam kemerdekaan pers, sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.
Bhatara beranggapan kalau tindakan tegas terhadap setiap konten pemberitaan, harus dipahami sebagai bagian dari kerja jurnalistik, yang merupakan manifestasi dari kebebasan pers.
Oleh karenanya apabila terjadi sengketa yang berkaitan dengan isi konten tersebut, penyelesainnya harus melalui mekanisme Dewan Pers, untuk diperdebatkan sejauh mana konten tersebut memenuhi seluruh standar dan etika jurnalistik, bukan menggunakan instrumen pidana.
Baca Juga: Bayar Buzzer, Dewan Pers Bongkar Pemufakatan Jahat Bos JakTV Tian Bahtiar: Bukan Karya Jurnalistik!
"Tindakan pemidanaan, selain melanggar kebebasan berekspresi, juga dapat menyebabkan pelanggaran HAM lainnya, seperti penahanan yang sewenang-wenang," katanya.
Lebih jauh, pemidanaan terhadap konten jurnalistik sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, merupakan penggunaan sewenang-wenang hukum pidana terhadap ekspresi yang sah, dan merupakan salah satu bentuk paling parah dari bentuk pembatasan hak asasi manusia.
Tindakan tersebut hanya akan menciptakan chilling effect atan efek jeri terhadap kebebasan berekspresi, sehingga orang menjadi takut untuk berpendapat dan berekspresi.
Tetapkan Ketua Buzzer Jadi Tersangka Perintangan Perkara
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan seorang ketua buzzer menjadi tersangka dalam kasus dugaan perintangan penanganan perkara di Kejaksaan Agung.
“Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan satu orang tersangka berinisial MAM (M Adhiya Muzakki) selaku ketua tim Cyber Army,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (8/5/2025) malam.
Berita Terkait
-
Koalisi Sipil Desak Panglima Cabut Perintah Penempatan TNI di Kejaksaan: Langgar Undang-undang
-
Prajurit TNI Bakal Ditempatkan di Seluruh Kejaksaan di Indonesia, Begini Kata Kejagung
-
Bayar Buzzer, Dewan Pers Bongkar Pemufakatan Jahat Bos JakTV Tian Bahtiar: Bukan Karya Jurnalistik!
-
Kejagung Pamerkan Rp 479 Miliar: Bukti Kejahatan Korupsi Sawit Skala Besar Terbongkar!
-
Kasus Surya Darmadi: Kejagung Sita Rp6,8 Triliun Terkait Pencucian Uang PT Duta Palma
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
-
Heboh Merger GrabGoTo, Begini Tanggapan Resmi Danantara dan Pemerintah!
-
Toyota Investasi Bioetanol Rp 2,5 T di Lampung, Bahlil: Semakin Banyak, Semakin Bagus!
-
Gagal Total di Timnas Indonesia, Kluivert Diincar Juara Liga Champions 4 Kali
Terkini
-
AI Bigbox Permudah Fintech Verifikasi Identitas Pelanggan Lewat Solusi eKYC Canggih dan Aman
-
Wamenag Muhammad Syafi'i Soroti Kasus Gus Elham Yahya Cium Anak Kecil: Harus Dihentikan!
-
Pelaku Pembunuhan Istri Pegawai Pajak Manokwari Ternyata Orang Dekat, Jasad Dibuang ke Septic Tank
-
Admedika Hadirkan VIP Lounge di RSUP Kemenkes Surabaya, Tingkatkan Kualitas Layanan
-
Detik-detik Istri Pegawai Pajak Manokwari Ditemukan di Septic Tank, Anjing Pelacak Sempat Gagal
-
Menteri Lingkungan Hidup: Ekonomi Hijau Harus Sejalan dengan Masyarakat dan Alam
-
Kemendikdasmen - Canva Wujudkan Akses Pendidikan Berbasis Teknologi bagi Anak Indonesia
-
Istri Pegawai Pajak Manokwari yang Diculik Ditemukan Tewas di Septic Tank, Pelaku Ditangkap!
-
Dikdasmen Revisi Aturan Sekolah Aman Pasca Insiden SMAN 72 Jakarta, Dorong Pencegahan Kekerasan
-
Awal Mula Gunung Sampah di Kolong Tol Wiyoto Wiyono Hingga Kini Jadi TPS Dadakan