Suara.com - Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda Untuk Keadilan Sejarah menanggapi pernyataan sikap Menteri Kebudayaan Fadli Zon perihal penulisan ulang sejarah Indonesia, khususnya soal pemerkosaan massal pada Mei 1998 dan wacana memberikan gelar pahlawan nasional untuk Presiden Kedua Soeharto.
Mereka mendesak Fadli Zon untuk secara terbuka menyampaikan permintaan maaf dan mencabut pernyataannya yang tidak berpihak pada para korban dan keluarga korban dalam tragedi kerusuhan Mei 1998.
“Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda mendesak dibukanya ruang dialog sejarah yang plural dan adil terhadap korban, termasuk para eksil yang terhalang pulang akibat pelanggaran HAM yang dilakukan Pemerintah Suharto, maupun kekerasan politik yang terjadi pada masa-masa awal berdirinya Negara Republik Indonesia,” demikian pernyataan Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda dikutip pada Senin (16/6/2025).
Selain itu, mereka juga menuntut pemerintah Republik Indonesia untuk mengungkapkan kebenaran di balik berbagai kasus pelanggaran HAM di masa lalu maupun yang terjadi sekarang.
“Desakan ini muncul atas dasar kegagalan negara yang terus berlarut-larut dalam menyelesaikan pengungkapan kebenaran dari 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yang hingga kini belum memberikan keadilan bagi para korban dan keluarga mereka,” tegas mereka.
Gabungan Masyarakat dan Mahasiswa Indonesia di Belanda juga menolak adanya politisasi sejarah, terlebih dengan hanya menuliskan sejarah yang dianggap positif dan mendukung agenda kekuasaan di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang dianggap berkaitan erat dengan kekerasan dan pelanggaran HAM.
Mereka mendukung Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) yang menolak upaya pemerintah untuk memberlakukan narasi sejarah tunggal.
“Meskipun pahit dan sulit untuk dihadapi, sejarah tersebut tetap harus diakui sebagai bagian penting yang membentuk perjalanan bangsa, sekaligus menjadi pengingat agar kekerasan kelam masa lalu tidak kembali terulang apalagi diwariskan menjadi warisan buruk dari satu generasi ke generasi berikutnya,” tandas mereka.
Klaim Fadli Zon
Baca Juga: Tak Ada Permintaan Maaf, Fadli Zon Jawab Kritikan Soal Pemerkosaan Massal 1998
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut bahwa peristiwa Mei 1998 masih bisa diperdebatkan, termasuk soal adanya pemerkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa.
Bahkan, dia menyebut tidak ada bukti dan penulisan dalam buku sejarah tentang adanya peristiwa pemerkosaan massal pada Mei 1998.
“Nah, ada perkosaan massal. Betul gak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu gak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada gak di dalam buku sejarah itu? Gak pernah ada," ucap Fadli Zon, Senin (8/6/2025).
Temuan TGPF Mei 1998
Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998 melakukan investigasi dengan mengumpulkan dan mengolah data dari berbagai sumber, menampung informasi dari kotak pos dan hotlines, serta membentuk subtim verifikasi, subtim testimoni, dan subtim fakta korban pada 23 Juli hingga 23 Oktober 1998.
Hasilnya menunjukkan bahwa telah terjadi kekerasan seksual, termasuk perkosaan dalam kerusuhan pada 13 hingga 15 Mei 1998 yang dilakukan terhadap sejumlah perempuan oleh para pelaku di berbagai tempat berbeda dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan, yang terjadi secara spontan karena situasi yang mendukung atau direkayasa oleh kelompok tertentu dengan tujuan tertentu.
Berita Terkait
-
Polemik Pernyataan Fadli Zon, Istana: Biarkan Sejarawan Menulis, Nanti Pelototi Bareng-bareng
-
Tepis Fadli Zon? Viral BJ Habibie Bongkar Fakta Pemerkosaan Massal 98: Kita Mengutuk Tindakan Biadab
-
Fadli Zon Ragu Ada Perkosaan Massal 1998, Menko PMK Ungkap Fakta Sebaliknya
-
Ucapan Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 98 Memanas, Misteri Kematian Tan Malaka Diungkit Sejarawan
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
-
DPR 'Sentil' Menkeu Purbaya, Sebut Kebijakan Rp200 Triliun Cuma Jadi Beban Bank & Rugikan Rakyat!
-
Ivan Gunawan Blak-blakan: Dijauhi Teman Pesta Usai Hijrah dan Risih Dipanggil 'Haji'
-
5 Prompt AI Viral: Ubah Fotomu Jadi Anime, Bareng Idol K-Pop, Sampai Action Figure
-
Media Belanda Julid ke Eliano Reijnders yang Gabung Persib: Penghangat Bangku Cadangan, Gagal
Terkini
-
Jelang Pelantikan di Istana, Dito Ariotedjo Pamer Foto Bareng: Sinyal Erick Thohir Menpora?
-
Rekam Jejak Erick Thohir di Kabinet Prabowo: Bakal Dicopot dari Menteri BUMN Lalu Jadi Menpora?
-
Giliran Wakapolri Sambangi Istana Siang Ini, Ngaku Cuma Mau Rapat
-
Wali Kota Prabumulih H Arlan dari Partai Apa? Viral Kepala Sekolah Dicopot Karena Tegur Anaknya
-
Massa Emak-emak Geruduk Mapolda Metro Jaya: Bebaskan Delpedro Marhaen dkk Tanpa Syarat!
-
Kasus Balita Bengkulu Cacingan, DPR Ingatkan Jangan Sampai Terulang Tragedi Raya di Sukabumi
-
Apa Tugas DKP? Jenderal Djamari Chaniago Dulu Jadi Anggotanya dan Pecat Prabowo dari TNI
-
Usut Korupsi Hutan Inhutani V, KPK Periksa Staf Ahli Menhut dan 6 Saksi di Lampung
-
Komeng Tak Sudi Jabar Selalu Disalahkan jika Jakarta Banjir, Pramono Balas Begini!
-
Bawa 7 Poin Tuntutan, Hujan Deras Tak Surutkan Semangat Aksi Ojol di Depan Gedung DPR RI