Mereka adalah manusia biasa yang terbungkus dalam ekspektasi publik yang luar biasa tinggi. Berikut adalah beberapa realita yang jarang sampai ke permukaan:
Beban Kerja Non-Stop: Polisi adalah salah satu profesi yang benar-benar siaga 24/7. Mereka dituntut siap kapan pun, mengorbankan waktu istirahat dan momen bersama keluarga.
Paparan Trauma Berkelanjutan: Setiap hari, mereka berhadapan langsung dengan kekerasan, kecelakaan fatal, kejahatan, dan penderitaan manusia. Akumulasi pengalaman traumatis ini dapat menyebabkan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), kecemasan, dan depresi.
Tekanan Ekonomi dan Kesejahteraan: Gaji yang terbatas, terutama bagi pangkat rendah, seringkali tidak sebanding dengan risiko dan beban kerja. Hal ini dapat memicu stres finansial yang berdampak pada keharmonisan rumah tangga.
Stigma dan Budaya Maskulin: Di lingkungan yang sangat maskulin, mengakui kelemahan atau mencari bantuan psikologis sering dianggap sebagai tanda kegagalan.
Akibatnya, banyak yang memilih memendam masalahnya sendiri hingga akhirnya "meledak".
Sorotan Publik dan Media: Setiap kesalahan kecil bisa menjadi viral dan memicu hujatan massa, menciptakan tekanan untuk selalu tampil sempurna di bawah pengawasan konstan.
Ketidakdisiplinan: Puncak Gunung Es dari Masalah Sistemik
Jadi, apakah ketidakdisiplinan seperti kasus di Ternate ini lumrah terjadi? Jawabannya, ya, pelanggaran disiplin dalam berbagai bentuk memang terjadi.
Baca Juga: Fatal! Dobrak Pintu Dikira Ada 'Pacar Gelap', Pria Ini Syok Tahu Siapa yang Dipukulnya
Namun, alih-alih hanya menghukum "oknum", institusi perlu melihat ini sebagai sebuah alarm.
Kasus-kasus seperti mangkir dari tugas, penyalahgunaan wewenang, atau bahkan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan aparat bisa jadi merupakan puncak gunung es dari masalah kesejahteraan dan kesehatan mental yang terabaikan.
Ketika seorang aparat berteriak histeris menolak dijemput Propam, mungkin itu bukan teriakan seorang pembangkang, melainkan teriakan minta tolong dari jiwa yang lelah dan tertekan.
Insiden ini adalah pengingat keras bahwa di balik seragam yang gagah, ada manusia dengan segala kerapuhannya.
Mendukung aparat bukan hanya dengan pujian saat mereka berprestasi, tetapi juga dengan mendorong adanya sistem dukungan psikologis yang lebih baik dan menghilangkan stigma terhadap isu kesehatan mental di tubuh institusi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Kena OTT KPK, Kajari HSU Dicopot Jaksa Agung, Satu Anak Buahnya Kini Jadi Buronan
-
Pramono Anung Siapkan Insentif untuk Buruh di Tengah Pembahasan UMP 2026
-
Waka BGN Minta Maaf Usai Dadan Dianggap Tak Berempati: Terima Kasih Rakyat Sudah Mengingatkan
-
Ogah Berlarut-larut, Pramono Anung Targetkan Pembahasan UMP Jakarta 2026 Rampung Hari Ini
-
Blak-blakan Dino Patti Djalal Kritik Menlu Sugiono agar Kemlu Tak Raih Nilai Merah
-
Tragedi Maut di Exit Tol Krapyak Semarang: Bus Cahaya Trans Terguling, 15 Nyawa Melayang
-
Pesan Hari Ibu Nasional, Deteksi Dini Jadi Kunci Lindungi Kesehatan Perempuan
-
BRIN Pastikan Arsinum Aman dan Optimal Penuhi Kebutuhan Air Minum Pengungsi Bencana Sumatera
-
6 Fakta Kecelakaan Bus di Exit Tol Krapyak Semarang: 15 Orang Meninggal, Korban Terjepit
-
Omzet Perajin Telur Asin Melonjak hingga 4.000 Persen Berkat Program MBG