Suara.com - Pakar hukum tata negara Mahfud MD menyebut jadwal keserentakan pemilu seharusnya open legal policy atau kebijakan hukum terbuka yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang alih-alih Mahkamah Konstitusi (MK).
“MK itu tidak punya wewenang. Karena apa? Itu open legal policy. Urusan jadwal pemilu itu ‘kan urusan eksekutif, urusan pembentuk undang-undang,” kata Mahfud dalam diskusi publik di Jakarta, Kamis.
Menurut Mahfud, MK tidak boleh membatalkan suatu norma undang-undang yang dianggap tidak baik. MK, kata dia, hanya berwenang untuk membatalkan norma yang terbukti bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
“Yang jelas-jelas melanggar konstitusi, boleh oleh MK itu dibatalkan,” ucap ketua MK periode 2008–2013 itu.
Terkait persoalan jadwal pemilu, Mahfud menyinggung putusan MK sebelumnya yang berbeda dengan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Pada putusan terbaru itu MK secara eksplisit memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah. Pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah digelar dua atau dua setengah tahun sejak anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden dilantik.
Sementara itu, kata dia, MK dalam pertimbangan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019, memberikan enam pilihan model keserentakan pemilu.
“Katanya tadi konstitusional semua, lalu dipilih satu, lalu ditentukan jadwalnya, itu sebenarnya tidak boleh, [MK] tidak punya wewenang,” kata Mahfud.
Kendati demikian, Mahfud menegaskan putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga harus dijalankan dengan melakukan rekayasa konstitusional, sebagaimana yang diamanatkan pula oleh MK dalam putusan nomor 135 itu.
Baca Juga: Soal Wamen Rangkap Jabatan, Istana Tegaskan Pemerintah Tak Menyalahi Amar Putusan MK
Terkait rekayasa konstitusional, Mahfud mengemukakan lima alternatif, yakni perpanjang masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah dengan undang-undang; kepala daerah diganti penjabat, DPRD dipilih melalui pemilu sela; kepala daerah diperpanjang dengan penjabat, DPRD diperpanjang dengan undang-undang tanpa pemilu sela; pemilu sela untuk DPRD dan kepala daerah periode peralihan; serta pilkada oleh DPRD.
Namun Mahfud tidak merekomendasikan pembentuk undang-undang memilih opsi terakhir, yakni pilkada oleh DPRD karena terlalu ekstrem.
“Itu akan mundur. Saya tidak merekomendasikan, cuma itu bisa menjadi alternatif yang boleh. Saya lebih suka pemilu seperti sekarang, sama-sama langsung, tetapi jadwalnya menjadi problem,” ujar dia.
Diketahui, MK melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan keserentakan pemilu yang konstitusional ialah pemilu daerah digelar sejak dua atau dua setengah tahun pemilu nasional rampung.
Pemilu daerah antara lain pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota serta kepala dan wakil kepala daerah, sementara pemilu nasional terdiri atas pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, serta presiden dan wakil presiden.
Adapun titik rampungnya pemilu nasional, menurut MK, yaitu ketika anggota DPR, DPD, serta presiden/wakil presiden terpilih dilantik.
Berita Terkait
-
Soal Wamen Rangkap Jabatan, Istana Tegaskan Pemerintah Tak Menyalahi Amar Putusan MK
-
Penggugat Meninggal, Ketua MPR soal Putusan MK: Bukan Larangan Wamen Rangkap Jabatan, tapi...
-
Mahfud MD: Kalau Saya Hakimnya, Banding Tom Lembong Dikabulkan!
-
Seret Nama Jokowi, Mahfud MD Sebut Hakim Salah Vonis Tom Lembong 4,5 Tahun Bui: Gak Ada Mens Rea!
-
Bukan Cuma Lesti, Sammy Simorangkir Juga "Manggung" Dadakan di Sidang Hak Cipta
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Terbongkar! Bisnis Pakaian Bekas Ilegal Rp669 M di Bali Libatkan Warga Korsel, Ada Bakteri Bahaya
-
Mendagri Tegaskan Peran Komite Eksekutif Otsus Papua: Sinkronisasi Program Pusat dan Daerah
-
Prabowo ke Menteri: Tenang Saja Kalau Dimaki Rakyat, Itu Risiko Pohon Tinggi Kena Angin
-
Bahlil Lapor ke Prabowo Soal Energi Pasca-Bencana: Insyaallah Aman Bapak
-
Manuver Kapolri, Aturan Jabatan Sipil Polisi akan Dimasukkan ke Revisi UU Polri
-
KPK Geledah Rumah Plt Gubernur Riau, Uang Tunai dan Dolar Disita
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Bareskrim Bongkar Kasus Impor Ilegal Pakaian Bekas, Total Transaksi Tembus Rp668 Miliar
-
Kasus DJKA: KPK Tahan PPK BTP Medan Muhammad Chusnul, Diduga Terima Duit Rp12 Miliar
-
Pemerintah Aceh Kirim Surat ke PBB Minta Bantuan, Begini Respons Mendagri