Suara.com - Musisi sekaligus budayawan Sabrang Mowo Damar Panuluh, atau yang akrab disapa Sabrang Letto, melontarkan diagnosis tajam terhadap panggung politik Indonesia terkini.
Menurutnya, hiruk pikuk politik yang dipertontonkan para elite, dari dinamika pasca-pemilu hingga manuver tokoh-tokoh kunci, telah mengubah Indonesia menjadi sebuah 'negara skizofrenik'.
Dalam kondisi ini, rakyat tak lebih dari sekadar penonton yang menanggung dampak buruk dari permainan kekuasaan yang tak berkesudahan.
Pandangan keras ini disampaikannya dalam sebuah diskusi mendalam di podcast Hendri Satrio Official. Sabrang tanpa ragu menyebut berbagai episode politik yang menyita perhatian publik hanyalah bagian dari sebuah sandiwara yang membingungkan dan penuh kontradiksi.
"Saya melihatnya sebagai sebuah negara yang skizofrenik," ujar Sabrang dengan lugas yang dikutip dari YouTube.
Metafora "skizofrenik" digunakan untuk menggambarkan betapa inkonsistennya narasi dan kebijakan yang sering kali ditampilkan oleh para pemangku kepentingan.
Diagnosis 'Negara Skizofrenik'
Menurut vokalis band Letto ini, kebingungan dan permainan politik yang terjadi, dengan segala intriknya, tidak akan pernah menemukan titik akhir yang jelas.
Ia mengibaratkan siklus ini hanya akan terus berputar dan menjadi "bahan bagi pengamat politik" untuk dianalisis tanpa henti.
Baca Juga: Prabowo Sebut Gerindra-PDIP Seperti Kakak-Adik, Analis: Beda Rumah, Tapi Saling Membantu
Drama politik ini, bagi Sabrang, terjadi karena para aktornya terlalu fokus pada kemenangan jangka pendek, mengabaikan konsekuensi jangka panjang bagi masyarakat luas.
"Ini terjadi karena politisi fokus memenangkan permainan tanpa sadar keputusan mereka mempengaruhi banyak orang," jelasnya.
Fenomena ini, menurutnya, terus berlanjut karena tidak ada mekanisme kontrol yang efektif dari masyarakat.
Sabrang menyoroti kegagalan rakyat dalam memberikan "tendangan balik" (kickback) dengan tidak memilih kembali politisi yang hanya mementingkan agenda pribadinya.
Rakyat Hanya Jadi 'Pelengkap Penderita'
Di tengah pusaran drama para elite tersebut, posisi rakyat menjadi yang paling dirugikan. Sabrang dengan getir menempatkan masyarakat sebagai korban pasif dari manuver politik tingkat tinggi.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
12 Orang Tewas dalam Penembakan Massal Saat Perayaan Hanukkah di Australia
-
Menperin Dorong Industri Berubah Total, Targetnya Zero Waste dan Efisiensi Tinggi
-
Akses Bireuen-Aceh Tengah Kembali Tersambung, Jembatan Bailey Teupin Mane Resmi Rampung
-
Cara Daftar Mudik Nataru Gratis Kemenhub, Hanya untuk 3 Ribu Lebih Pendaftar Pertama
-
Jurus 'Dewa Penyelamat' UB Selamatkan 36 Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera
-
Prabowo Panggil Menteri ke Hambalang, Ada Target Soal Pembangunan Hunian Korban Bencana
-
Jadi Biang Kerok Banjir Kemang, Normalisasi Kali Krukut Telan Biaya Fantastis Rp344 Miliar
-
Gubernur Bobby Nasution Lepas Sambut Pangdam, Sumut Solid Atasi Bencana
-
Fakta Baru Pengeroyokan Maut Kalibata, Ternyata Lokasi Bentrokan Lahan Milik Pemprov DKI
-
LPSK Puji Oditur Militer: 22 Senior Penganiaya Prada Lucky Dituntut Bayar Ganti Rugi Rp1,6 Miliar