Suara.com - Pengamat politik kawakan Ray Rangkuti membongkar sebuah taktik yang kerap menjadi senjata pamungkas para elite untuk meredam suara kritis: tuduhan pendanaan.
Dalam diskusi tajam di Podcast Forum Keadilan TV, Ray mengungkap bagaimana stigmatisasi ini digunakan secara sistematis untuk mendelegitimasi gerakan masyarakat, menciptakan standar ganda hukum yang telanjang, dan pada akhirnya mengancam kesehatan demokrasi Indonesia.
Menurut Ray, sudah menjadi pola umum bagi para pemangku kuasa untuk menuduh gerakan-gerakan perlawanan rakyat dimodali oleh kekuatan tertentu tanpa pernah menyodorkan bukti yang valid.
"Para elit sering menuduh gerakan masyarakat didanai oleh pihak tertentu (misalnya koruptor atau asing) tanpa memberikan bukti atau indikator yang jelas," ujar Ray Rangkuti, menyoroti praktik yang disebutnya sebagai pembunuhan karakter terhadap aktivisme.
Praktik ini, menurutnya, adalah upaya licik untuk mengalihkan substansi kritik menjadi isu transaksional. Ray menegaskan bahwa sejarah telah membuktikan, gerakan massa yang besar dan otentik tidak lahir dari suntikan dana, melainkan dari sebuah gagasan yang menyentuh kesadaran kolektif.
Ia merujuk pada contoh konkret dari gerakan mahasiswa di masa lalu. "Buku Sahanda Nenggolan menunjukkan bahwa gerakan 'Indonesia Gelap' lahir secara organik dari kesadaran mahasiswa, bukan karena ada yang menggerakkan," jelasnya.
Dengan lugas, Ray Rangkuti mematahkan narasi para elite tersebut. "Ide lah yang menggerakkan massa, bukan uang, terutama jika gerakan tersebut besar," tandasnya.
Hukum Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah
Poin paling krusial yang dibedah Ray Rangkuti adalah ketidakadilan hukum yang mencolok dalam menyikapi tuduhan tanpa dasar. Ia membandingkan nasib yang diterima rakyat biasa dengan perlakuan istimewa yang didapat para elite ketika melakukan hal serupa.
Baca Juga: Ray Rangkuti Skakmat Sekjen Gibranku: Anak Muda Dukung Dinasti Politik, Itu Jauh Lebih Memalukan!
"Jika rakyat biasa yang menuduh tanpa bukti, mereka bisa terkena pasal hoaks atau ujaran kebencian, namun elit yang melakukan hal serupa tidak tersentuh hukum," tegas Ray Rangkuti.
Fenomena ini ia sebut sebagai standar ganda yang berbahaya. Seharusnya, kata Ray, pejabat publik yang memiliki akses informasi dan sumber daya verifikasi yang jauh lebih besar harus menanggung konsekuensi yang lebih berat jika terbukti menyebar informasi bohong.
"Seharusnya, pejabat publik yang memiliki akses informasi lebih besar, jika menyebarkan informasi tanpa dasar, sanksinya harus lebih berat," kata Ray Rangkuti. Ironisnya, seringkali justru pemerintah yang menjadi pihak penuduh, mengaburkan batas antara kritik yang sah dan ujaran kebencian yang dituduhkan.
Kritik Pedas untuk DPR yang 'Melempem'
Situasi ini diperparah oleh lemahnya fungsi pengawasan dari lembaga legislatif. Ray Rangkuti tak segan melontarkan kritik pedas terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kinerjanya dianggap jauh dari harapan.
"Mengkritik DPR yang dianggap sudah seperti DPR Orde Baru (5D: Datang, Duduk, Diam, Dengar, Duit) dan tidak lagi menjadi oposisi yang efektif," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Airbus A400M Milik TNI AU Akan Bermarkas di Halim
-
BNI Lepas 27.300 Pelari di Wondr JRF 2025 untuk Dorong Ekonomi Hijau dan Gaya Hidup Sehat
-
Hasto Kristiyanto: Dorong Kebangkitan Ekonomi Maritim dan Desa Wisata Indonesia
-
Indonesia Sambut Timor Leste, Anggota Paling Bungsu ASEAN
-
Warga Susah Tidur Gegara Suara Musik, Satpol PP Angkut Belasan Speaker Milik PKL di Danau Sunter
-
Makin Ngeri! Terbongkar Modus Baru Peredaran Miras COD: Diantar Pengedar ke Pemesannya
-
Bus Rombongan FKK Terguling di Tol Pemalang, 4 Orang Tewas!
-
3 Fakta Kereta Purwojaya Anjlok di Bekasi, Jalur Terblokir Sejumlah KA Terdampak
-
Bukan Cuma Mesin EDC, KPK Kini Juga Bidik Korupsi Alat Pengukur Stok BBM di Kasus Digitalisasi SPBU
-
Kerajaan Thailand Berduka: Ratu Sirikit Meninggal Dunia di Usia 93 Tahun karena Komplikasi Penyakit