Suara.com - Wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah (Pilkada) ke tangan DPRD dinilai Indonesia Corruption Watch (ICW) berpotensi membuka ruang baru transaksi koruptif yang lebih sulit diawasi publik.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia, menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah atau Pilkada oleh DPRD bukan solusi untuk mengatasi korupsi di sektor politik.
Menurutnya, mengubah mekanisme Pilkada dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi melalui DPRD justru akan menggerus hak demokrasi masyarakat tanpa menyentuh akar persoalan.
"Pilkada oleh DPR justru tidak menjawab akar permasalahan korupsi politik itu sendiri," kata Yassar dalam diskusi 'Dari Pembiayaan Partai hingga Kampanye Pemilu: Segudang PR Pembenahan Korupsi Politik' yang digelar ICW, Senin (11/8/2025).
Yassar menjelaskan bahwa tingginya biaya politik saat Pilkada tidak hanya digunakan untuk mendanai kampanye yang terlihat di permukaan, tetapi juga mengalir deras pada masa periode pencalonan yang marak menciptakan 'ruang gelap' transaksi tersembunyi.
"Seperti bicara soal mahar politik itu kan juga aspek-aspek yang membuat politik menjadi mahal tapi tidak bisa nampak ke permukaan," kata Yassar.
Alih-alih menekan biaya politik, Yassar berpendapat bahwa peralihan mekanisme pemilihan ke DPRD justru hanya akan membuka 'ruang gelap' baru yang lebih tersembunyi, khususnya di internal partai politik.
Kondisi ini akan membuat proses seleksi kandidat semakin jauh dari pengawasan publik.
"Makanya justru ruang bermain dalam tanda kutip bagi internal partai untuk bisa melakukan preferensi bagi kandidat-kandidat yang mungkin bukan berdasarkan meritokrasi atau proses kaderisasi," ujarnya.
Baca Juga: Kepala Daerah Dipilih DPRD, Wamendagri Singgung Wacana PIikada Langsung Dihapuskan
"Bahkan menggunakan mahar politik itu bisa menjadi semakin menguat trend-nya, dan bahkan tidak bisa terpantau oleh publik," sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin mengusulkan belanja kampanye peserta pemilihan umum atau Pemilu dibatasi.
Menurutnya dengan membatasi atau menetapkan batas maksimum biaya kampanye, menjadi salah satu upaya untuk mengatasi tingginya biaya yang dikeluarkan masing-masing kandidat.
"Kita mungkin ke depan berpikir juga harus membatasi yaitu spending (biaya kampanye). Selama ini kita kan enggak pernah membatasi spending, (3:34) yang selama ini kita batasi itu penerimaan (dana kampanye)," kata Zulfikar dikutip Suara.com, Senin (11/8/2025).
Dia mengungkapkan membatasi biaya pemilu harus mulai dipertimbangkan.
Sebab, sebagaimana diketahui, masih maraknya korupsi di sektor politik disebabkan tingginya biaya kampanye yang harus dikeluarkan peserta Pemilu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Malam Tahun Baru 2026 Jalur Puncak Berlaku Car Free Night, Cek Jadwal Penyekatannya di Sini
-
Rilis Akhir Tahun 2025 Polda Riau: Kejahatan Anjlok, Perang Lawan Perusak Lingkungan Makin Sengit
-
Rekaman Tengah Malam Viral, Bongkar Aktivitas Truk Kayu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh
-
'Beda Luar Biasa', Kuasa Hukum Roy Suryo Bongkar Detail Foto Jokowi di Ijazah SMA Vs Sarjana
-
Kadinsos Samosir Jadi Tersangka Korupsi Bantuan Korban Banjir Bandang, Rugikan Negara Rp 516 Juta!
-
Bakal Demo Dua Hari Berturut-turut di Istana, Buruh Sorot Kebijakan Pramono dan KDM soal UMP 2026
-
Arus Balik Natal 2025: Volume Kendaraan Melonjak, Contraflow Tol Jakarta-Cikampek Mulai Diterapkan!
-
18 Ribu Jiwa Terdampak Banjir Banjar, 14 Kecamatan Terendam di Penghujung Tahun
-
UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,7 Juta Diprotes, Rano Karno: Kalau Buruh Mau Demo, Itu Hak Mereka
-
Eks Pimpinan KPK 'Semprot' Keputusan SP3 Kasus Korupsi Tambang Rp2,7 Triliun: Sangat Aneh!