Tragedi ini menimbulkan kemarahan dan memicu kecaman keras terhadap tindakan represif pemerintah.
Respons Pemerintah dan Pandangan Kontroversial
Menanggapi insiden berdarah ini, pemerintah Nepal dilaporkan menyalahkan para pengunjuk rasa atas jatuhnya korban. Pemerintah menuding aksi tersebut dilakukan oleh "anarkis" untuk menyebabkan kerusakan dan kekacauan, alih-alih sebagai bentuk protes yang sah.
Langkah ini dinilai oleh sebagian pihak sebagai upaya untuk menangkis tanggung jawab dan membenarkan tindakan keras yang telah dilakukan.
Laporan yang beredar juga menyoroti bahwa penargetan pelajar yang mengenakan seragam sekolah melanggar arahan Kementerian Pendidikan Nepal tahun 2021, yang menyatakan sekolah sebagai "zona damai".
Penggunaan seragam oleh para demonstran dinilai sebagai simbol kaum muda, sementara pemerintah mengarahkan kekerasan kepada mereka, yang menurut beberapa pihak, berpotensi melanggar Konvensi PBB tentang Hak Anak.
Secara luas, peristiwa ini dilihat sebagai contoh penerapan "teori aparatus negara represif" yang diungkapkan oleh Louis Althusser.
Sementara, dalam keterangan resminya, Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Nepal memberikan waktu tujuh hari hingga 28 Agustus untuk pendaftaran, namun karena tidak ada respons, pemerintah memberlakukan larangan tersebut.
Pemerintah Nepal memastikan pemblokiran akan dicabut begitu para pengelola media sosial memenuhi persyaratan pendaftaran. Namun, kebijakan ini menuai kecaman dari partai oposisi utama di negara itu.
Baca Juga: Kondisi Terkini Tempat Usaha Ibnu Jamil, Sempat Terkena Imbas Kericuhan Demo Jakarta
Berita Terkait
-
Mirip Indonesia, Unjuk Rasa Berdarah di Nepal Tewaskan 19 Orang
-
CEK FAKTA: Benarkah Ada Demo Mahasiswa karena Sri Mulyani Sebut Guru Beban Negara?
-
3 Fakta Skandal Pungli Paskibra Pejabat Kesbangpol, Uang Makan Dipotong Puluhan Juta?
-
Terjerat Kasus Google Cloud, Nadiem Makarim Bisa Jadi Tersangka Ganda?
-
Rakyat Tuntut RUU Perampasan Aset Disahkan, DPR Sibuk dengan Angka Tunjangan
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
Terkini
-
Perkuat Ekosistem Bisnis, BNI dan Anak Usaha Dorong Daya Saing UMKM di wondr JRF Expo
-
Dosen Merapat! Kemenag-LPDP Guyur Dana Riset Rp 2 Miliar, Ini Caranya
-
Lewat Bank Sampah, Warga Kini Terbiasa Daur Ulang Sampah di Sungai Cisadane
-
Tragis! Lexus Ringsek Tertimpa Pohon Tumbang di Pondok Indah, Pengemudi Tewas
-
Atap Arena Padel di Meruya Roboh Saat Final Kompetisi, Yura Yunita Pulang Lebih Awal
-
Hadiri Konferensi Damai di Vatikan, Menag Soroti Warisan Kemanusiaan Paus Fransiskus
-
Nyaris Jadi Korban! Nenek 66 Tahun Ceritakan Kengerian Saat Atap Arena Padel Ambruk di Depan Mata
-
PLN Hadirkan Terang di Klaten, Wujudkan Harapan Baru Warga di HLN ke-80
-
Geger KTT ASEAN: Prabowo Dipanggil Jokowi, TV Pemerintah Malaysia Langsung Minta Maaf
-
88 Tas Mewah Sandra Dewi Cuma Akal-akalan Harvey Moeis, Bukan Endorsement?