News / Nasional
Rabu, 10 September 2025 | 07:00 WIB
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. [ANTARA]
Baca 10 detik
  • Refly Harun tanggapi gugatan Subhan karena Wapres Gibran lulusan luar negeri 
  • Sebut di luar negeri tidak ada pelajaran PPKN dan Pancasila
  • Perlu dilakukan Judicial Review
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka Kembali disenggol dengan jalur hukum perdata soal keabsahan ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) miliknya.

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Senin (8/9/25) resmi menggelar sidang perdana atas gugatan tersebut.

Gugatan ini dilayangkan oleh seorang warga negara bernama Subhan.

Menanggapi hal tersebut, menurut Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun salah satu yang tidak bisa dilakukan oleh pengadilan adalah menyatakan bahwa Gibran tidak sah menjadi wakil presiden.

“Satu-satunya yang tidak bisa dilakukan oleh pengadilan adalah menyatakan tergugat 1 tidak sah menjadi wakil presiden RI periode 2024-2029 itu saja,” ucap Refly, dikutip dari youtubenya, Senin (8/9/25).

“Jadi konsentrasinya ada pada deklarasi atau statement bahwa misalnya Gibran tidak memiliki ijazah SMA Republik Indonesia,” imbuhnya.

Refly mengatakan bahwa yang menjadi konsentrasi adalah mempertanyakan soal ijazah SMA yang dimiliki oleh Gibran.

Menurutnya, ijazah SMA terutama yang dikeluarkan oleh sekolah di Republik Indonesia sangat penting, terlebih untuk menjadi persyaratan sebagai seorang presiden maupun wakil presiden.

“Kenapa ijazah SMA Republik Indonesia itu penting? Ini terkait juga Pendidikan akhlak. Kan di dalam SMA itu Pendidikan – Pendidikan yang terkait dengan territorial, makanya perlu sekali Pendidikan dasar yang 9 tahun itu dilaksanakan di Republik Indonesia, apalagi untuk menjadi presiden,” urainya.

Baca Juga: Polemik Ijazah Jokowi dan Gibran Kembali Mencuat, Roy Suryo Bawa Bukti Baru Minta RDPU di DPR

Refly menilai bahwa ijazah SMA dalam negeri dengan luar negeri tentu memiliki perbedaan yang signifikan, terutama soal mata Pelajaran yang diajarkan.

“Hanya memang kita tidak memiliki sebuah preseden, apakah ijazah atau apakah Pendidikan SMA tersebut, itu haruslah SMA didalam negeri, atau seorang presiden/wakil presiden boleh memiliki ijazah yang setara SMA di luar negeri?,” terangnya.

“Karena beda, d isana tidak ada PPKN, di sana tidak ada yang Namanya Pendidikan Pancasila dan lain sebagainya. Dia belajar sejarahnya juga bukan belajar Sejarah Indonesia,” sambungnya.

Dari sejarah yang dipelajari di sekolah luar negeri tentu akan tidak sama dengan sekolah – sekolah yang berada di Indonesia.

Sehingga menurut Refly, Pendidikan dasar selama 9 tahun yakni SD, SMP hingga SMA penting untuk dilaksanakan di Indonesia.

Sementara untuk Pendidikan lanjutan, program sarjana, magister, hingga profesor barulah boleh dilaksanakan di luar negeri.

Load More