- Dari Simbol Nasionalisme Bung Karno hingga Tradisi di Pelosok Nusantara
- Simbol Kesederhanaan yang Menyatukan Indonesia dari Aceh sampai Papua
- Penutup Kepala Sederhana yang Jadi Lambang Kebangsaan
Suara.com - Mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer menjadi sorotan karena memakai peci hitam sebagai sebuah simbol. Saat diperiksa KPK.
Selain alasan keren, Immanuel tidak menjelaskan lebih lanjut alasannya memakai peci tersebut.
Immanuel tersangka kasus dugaan pemerasan terkait dengan pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan Kemenaker.
“Kagak, lebih enak aja. Biar lebih keren,” ujar Ebenezer setelah diperiksa KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis 11 September 2025.
Peci atau kopiah hitam sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa Indonesia.
Dari acara kenegaraan, ritual keagamaan, hingga keseharian masyarakat, peci hadir sebagai simbol kesederhanaan, kewibawaan, sekaligus nasionalisme.
Namun, tahukah Anda bahwa perjalanan peci di Nusantara menyimpan sejarah panjang dan kaya makna?
Awal Mula Peci di Nusantara
Sejarawan mencatat peci mulai dikenal luas pada awal abad ke-19. Peci diyakini berasal dari pengaruh budaya Melayu dan Timur Tengah.
Baca Juga: Pak Raden Si Unyil Berkisah Kera Usil dalam Buku Pedagang Peci Kecurian
Di kalangan Muslim, peci dipakai sebagai penutup kepala saat beribadah. Lambat laun, penggunaannya meluas ke berbagai lapisan masyarakat.
Tokoh nasional Soekarno adalah salah satu yang mempopulerkan peci sebagai simbol nasionalisme.
Dalam banyak pidatonya, Bung Karno selalu mengenakan peci hitam, bahkan saat berfoto resmi sebagai Presiden pertama Indonesia.
Dari sinilah peci kemudian identik sebagai simbol kebangsaan dan dipakai dalam berbagai upacara kenegaraan.
Peci dalam Ragam Tradisi Daerah
Meski dikenal luas sebagai penutup kepala berwarna hitam polos, peci ternyata memiliki variasi bentuk dan makna di berbagai daerah di Indonesia.
Sumatra
Di Sumatra Barat, masyarakat Minangkabau mengenal "deta" atau penutup kepala berbentuk ikat kain yang kerap digunakan dalam acara adat.
Namun, peci hitam juga populer, terutama sebagai busana resmi pria dalam pernikahan maupun kegiatan keagamaan.
Di Aceh, peci kerap dipadukan dengan pakaian adat "Meukeusah".
Jawa
Masyarakat Jawa mengenal dua bentuk utama penutup kepala: blangkon dan peci.
Jika blangkon identik dengan budaya tradisional Jawa, peci digunakan dalam konteks yang lebih formal, termasuk saat menghadiri acara pemerintahan dan keagamaan.
Dalam tradisi santri, peci menjadi simbol kesalehan dan kerendahan hati.
Kalimantan
Di beberapa daerah Kalimantan, peci menjadi bagian dari pakaian adat Muslim setempat, khususnya dalam acara keagamaan seperti pernikahan atau peringatan Maulid Nabi.
Peci di sini sering dipadukan dengan baju kurung dan sarung, menunjukkan asimilasi budaya Melayu-Islam.
Sulawesi
Di Sulawesi Selatan, khususnya dalam budaya Bugis-Makassar, peci menjadi pelengkap busana adat pria bersama "jas tutup" dan sarung sutra.
Peci hitam dianggap menambah kewibawaan dan kerap dipakai dalam acara resmi maupun resepsi pernikahan.
Papua
Meski bukan bagian dari tradisi asli, peci kini banyak digunakan masyarakat Muslim Papua, terutama dalam acara keagamaan.
Kehadiran peci di Papua menunjukkan bagaimana simbol nasional ini diterima dan diadaptasi di berbagai penjuru negeri.
Simbol Nasional dan Identitas Kolektif
Selain fungsi budaya dan agama, peci juga menjadi bagian dari simbol nasional.
Dalam upacara kenegaraan, banyak pejabat dan pegawai negeri yang mengenakan peci sebagai pelengkap seragam.
Bahkan, peci masuk dalam atribut resmi pramuka dan Paskibraka.
Peci juga sering dianggap sebagai simbol kesetaraan. Berbeda dengan mahkota atau hiasan kepala lainnya, peci bisa dipakai siapa saja—dari petani hingga presiden.
Sifatnya yang sederhana justru menegaskan nilai kebersamaan dan persatuan.
Sejarah panjang peci di Indonesia menunjukkan betapa kuatnya simbol ini dalam merangkul keragaman.
Dari Aceh hingga Papua, peci tidak hanya menjadi pelengkap busana, tetapi juga tanda identitas, religiusitas, dan nasionalisme.
Di tengah perubahan zaman, peci tetap bertahan sebagai ikon budaya yang menyatukan bangsa.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Antrean Panjang di Stasiun, Kenapa Kereta Api Selalu Jadi Primadona di Periode Libur Panjang?
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Diperiksa KPK Soal Korupsi Haji, Gus Yaqut Pilih Irit Bicara: Tanya Penyidik
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
-
MBG Dinilai Efektif sebagai Instrumen Pengendali Harga
-
Ultimatum Keras Prabowo: Pejabat Tak Setia ke Rakyat Silakan Berhenti, Kita Copot!
-
Legislator DPR: YouTuber Ferry Irwandi Layak Diapresiasi Negara Lewat BPIP
-
Racun Sianida Akhiri Pertemanan, Mahasiswa di Jambi Divonis 17 Tahun Penjara
-
Ramai Narasi Perpol Lawan Putusan MK, Dinilai Tendensius dan Tak Berdasar