News / Nasional
Rabu, 08 Oktober 2025 | 10:51 WIB
Ilustrasi korupsi kuota haji di era Menag Gus Yaqut. [Ist]
Baca 10 detik
  • KPK menemukan adanya biro perjalanan haji yang tidak terdaftar tetapi menyelenggarakan haji untuk jemaah kuota khusus.
  • Budi menegaskan penyidik KPK masih akan mendalami soal biro-biro perjalanan yang tak memiliki izin itu.
  • Asep menyebut biaya haji khusus dengan kuota yang setengah dari kuota reguler menyebabkan tingginya pendapatan agen travel.

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan temuan adanya biro perjalanan haji yang tidak terdaftar tetapi menyelenggarakan haji untuk jemaah kuota khusus.

Temuan itu didapatkan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pada pembagian dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023-2024.

"Ditemukan fakta-fakta lain bahwa ada biro-biro travel yang tidak terdaftar tapi bisa melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji khusus," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (8/10/2025).

Dia mengungkapkan biro perjalanan yang dimaksud tidak mendapatkan izin menyelenggarakan haji, tetapi ditemukan mereka mendapatkan kuota haji khusus.

Untuk itu, Budi menegaskan penyidik KPK masih akan mendalami soal biro-biro perjalanan yang tak memiliki izin itu.

"Itu seperti apa cara memperolehnya, apakah melakukan pembelian dari Biro Travel lain yang sudah terdaftar dan mendapatkan plotting kuota haji khusus tersebut," tandas Budi.

Duduk Perkara Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK mengungkapkan perbuatan melawan hukum pada kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji yang kini ada di tahap penyelidikan.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa pada 2023 Presiden Joko Widodo meminta tambahan kuota pada Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud.

Baca Juga: Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut

Pada pertemuan itu, Indonesia diberikan penambahan kuota haji tambahan sebanyak 20.000 untuk tahun 2024.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, Asep menjelaskan pembagian kuota haji seharusnya 92 persen untuk kuota reguler dan 8 persen untuk kuota khusus.

Ilustrasi haji dan umrah [unsplash/Tasnim Umar]

“Jadi kalau ada kuota haji, berapa pun itu, pembagiannya demikian. Kuota regulernya 92 persen, kuota khususnya 8 persen,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/8/2025).

Dia menjelaskan alasan pengaturan itu ialah mayoritas jemaah haji yang mendaftar menggunakan kuota reguler, sedangkan kuota khusus berbayarnya lebih besar dibandingkan dengan kuota reguler sehingga penyediaannya hanya 8 persen.

Dengan tambahan kuota haji menjadi 20.000, Asep menegaskan seharusnya pembagiannya ialah 1.600 untuk kuota haji khusus dan 18.400 untuk kuota haji reguler.

“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ungkap Asep.

Load More