News / Nasional
Senin, 27 Oktober 2025 | 13:48 WIB
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, pada hari ini. (Suara.com/Dea)
Baca 10 detik
  • Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni secara resmi meminta maaf kepada masyarakat Papua atas pembakaran Mahkota Cenderawasih oleh BKSDA
  • Meskipun pemusnahan barang bukti dibenarkan hukum, tindakan tersebut dinilai melanggar norma budaya dan kearifan lokal Papua yang menganggap mahkota itu sakral
  • Insiden ini memicu reaksi keras dan demonstrasi di berbagai wilayah Papua, mendorong Komisi IV DPR RI untuk meminta klarifikasi langsung dari menteri

Suara.com - Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Papua menyusul insiden pembakaran Mahkota Cenderawasih oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Daerah (BKSDA) Papua yang memicu kemarahan publik.

Permohonan maaf ini disampaikan sebagai respons atas tindakan penegakan hukum yang dinilai tidak peka terhadap nilai-nilai sakral dan kearifan lokal masyarakat adat Papua. Insiden ini pun mendapat sorotan tajam di parlemen.

“Atas nama Kementerian Kehutanan, saya mohon maaf agar apa yang terjadi ini menjadi catatan dan saya rencana hari ini akan mengumpulkan secara Zoom (daring) seluruh BKSDA untuk menginventarisasi lagi apa yang di masyarakat itu dianggap tabu atau sakral, sehingga ketika ada penegakan hukum tidak melanggar hal semacam ini,” kata Menhut Raja Juli Antoni saat Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI di Denpasar, Bali, Senin (27/10/2025).

Raja Juli menjelaskan, meskipun pemusnahan barang bukti hasil kejahatan perdagangan satwa liar dilindungi itu dibenarkan secara hukum, tindakan tersebut menjadi fatal karena mengabaikan konteks budaya. Ia mengakui bahwa jajarannya seharusnya memahami norma dan kesakralan Mahkota Cenderawasih bagi masyarakat Papua.

Sebagai langkah cepat, Raja Juli telah mengutus pejabat eselon satu untuk terbang langsung ke Papua, berdialog dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan perwakilan mahasiswa untuk meredakan situasi.

“Jadi agar hal ini tidak terjadi di Papua, juga di Bali, dan sebagainya. Saya akan mengumpulkan semua kepala balai secara daring untuk menggali kembali nilai-nilai kearifan lokal, tabu, istilah-istilah lokal yang mengarahkan untuk kita berhati-hati,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara.

Persoalan ini pertama kali diangkat ke tingkat nasional oleh Anggota Komisi IV DPR RI, Sulaeman L Hamzah, yang mempertanyakan respons kementerian atas gelombang protes di Papua. Sulaeman menegaskan bahwa mahkota tersebut memiliki makna yang sangat dalam dan kerap disematkan kepada para pejabat sebagai tanda kehormatan.

“Pemusnahan barang yang disita itu ternyata menimbulkan reaksi keras dari berbagai daerah, sebut saja ini kejadian di Jayapura, yang sambut pertama kali reaksi ini di Boven Digoel. Kemudian di beberapa kabupaten lain, hari ini masih ada juga demo terkait di Uncen, Pak Menteri saya minta untuk bisa membuat keterangan untuk meredakan reaksi masyarakat,” kata Sulaeman.

Di luar kontroversi ini, Menhut juga menyoroti tantangan yang lebih besar, yakni konservasi Burung Cenderawasih itu sendiri. Ia mengajak masyarakat Papua untuk turut menjaga kekayaan alam tersebut.

Baca Juga: Beri Hadiah Topi Berlogo PSI, Raja Juli Beberkan Kondisi Jokowi Terkini

“Tantangan kita di Burung Cenderawasih memang pertumbuhan liarnya yang luar biasa sekarang, burung ini banyak jenisnya dan tidak semua berhasil di penangkaran, banyak sekali tantangan-tantangannya, lebih pemalu, suhu udara tertentu, gelapnya juga tertentu,” ujar Menhut.

Load More