News / Nasional
Senin, 15 Desember 2025 | 19:55 WIB
Ilustrasi Crazy Rich Palembang, Haji Halim menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor Palembang. [Suara.com/Aldie]
Baca 10 detik
  • Crazy rich Palembang didakwa korupsi lahan tol senilai Rp 127 miliar.
  • Sengketa tumpang-tindih status tanah negara menjadi perdebatan utama di pengadilan.
  • Proses sidang diwarnai drama kesehatan terdakwa dan dukungan massa yang emosional.

Suara.com - Sebuah ambulans putih merayap pelan memasuki pekarangan Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis, 4 Desember 2025. Dari dalamnya, seorang pria sepuh berusia 88 tahun dipapah keluar, pernapasannya dibantu selang dari tabung oksigen.

Dia adalah Kemas Abdul Halim Ali, pengusaha pemilik PT Sentosa Mulia Bahagia (PT SMB) yang dijuluki Crazy Rich Palembang. Hari itu, ia bukan datang sebagai seorang dermawan, melainkan sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek Tol Betung-Tempino.

Di hadapan majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan tuduhan serius. Pria yang akrab disapa Haji Halim ini diduga merekayasa dokumen kepemilikan tanah seluas 34 hektar untuk mengklaim ganti rugi proyek tol, yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 127 miliar.

Pengusaha Sumsel Haji Halim Ali saat ditahan [kejati Sumsel]

Jejak Rekayasa di Lahan Negara

Menurut jaksa, akar masalahnya terletak pada penguasaan lahan negara seluas 1.756,53 hektar oleh PT SMB di Musi Banyuasin tanpa Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP). Sebagian lahan ini bahkan berstatus bekas kawasan hutan.

Jaksa menuding Haji Halim melakukan modus canggih: menerbitkan 193 KTP dan 486 Surat Penguasaan Hak atas Tanah (SPHat) atas nama karyawan harian lepasnya. Dokumen-dokumen ini, yang diduga palsu, kemudian digunakan untuk mengklaim lahan tersebut seolah-olah milik perusahaan saat pemerintah menetapkan lokasi proyek tol pada 2024.

Di sisi lain, pihak Haji Halim bersikukuh bahwa lahan itu adalah bagian dari HGU mereka yang sah, sehingga mereka berhak atas ganti rugi.

Pertarungan Argumen di Ruang Sidang

Atmosfer pengadilan memanas saat perdebatan hukum soal status tanah mencuat. Pihak pembela dan saksi ahli mereka mengacu pada surat keputusan Menteri Kehutanan tahun 1993 dan 1996, yang menyatakan sebagian wilayah itu telah dikeluarkan dari kawasan hutan dan menjadi Area Penggunaan Lain (APL), sehingga bisa dikelola swasta.

Baca Juga: Korban Meninggal Banjir dan Longsor di Sumatera Bertambah Jadi 969 Jiwa

Infografis kasus dugaan korupsi proyek Tol Betung-Tempino yang menyeret Crazy Rich Palembang, Kemas Abdul Halim Ali alias Haji Halim. [Suara.com/Aldie]

Namun, jaksa membalas dengan peta dan surat keputusan lain yang justru memasukkan wilayah itu sebagai kawasan konservasi. Tumpang-tindih regulasi ini menciptakan sebuah labirin hukum, di mana sebidang tanah yang sama bisa ditafsirkan sebagai hutan negara sekaligus lahan HGU perusahaan.

Jaksa juga menuding adanya rekayasa administrasi, di mana sejumlah pejabat daerah dan desa didesak untuk menandatangani surat penguasaan fisik tanah yang tidak sesuai fakta. Namun, pembelaan Haji Halim menyebut kliennya hanya menandatangani berkas yang disodorkan dan tidak terlibat dalam proses teknisnya.

Perdebatan kian sengit saat membahas kerugian negara. Kuasa hukum Haji Halim menegaskan bahwa karena negara belum membayar sepeser pun uang ganti rugi, maka kerugian yang dituduhkan masih bersifat potensial, bukan kerugian riil yang bisa menjadi dasar pidana korupsi.

“Kami akan membuktikan ada rekayasa dan kekeliruan fatal dalam kasus ini,” ujar salah satu kuasa hukum.

Drama di Luar Tembok Pengadilan

Di luar perdebatan yuridis yang rumit, drama non-hukum tak kalah menyita perhatian. Ratusan pendukung Haji Halim, yang mengenalnya sebagai sosok dermawan, memadati halaman pengadilan sejak pagi. Spanduk dukungan terbentang, doa-doa dilantunkan, dan isak tangis pecah saat ambulans yang membawa sang terdakwa tiba.

Load More