- Pengamat Yayat Supriatna menyatakan banjir terkait kerusakan hutan disebabkan kebijakan pascareformasi yang masif.
- Penyelesaian masalah deforestasi memerlukan pemetaan detail mengenai aktor utama dan legalitas perizinan lahan.
- Pemerintah wajib transparan membuka data izin kehutanan dari setiap periode untuk menentukan tanggung jawab.
“Kalau ada penebangan, perusahaan itu kan tidak mungkin menebang sendiri. Biasanya mereka menyuruh orang atau masyarakat yang dimodali. Tapi pertanyaannya, mana yang legal dan mana yang ilegal? Itu harus dipetakan juga,” katanya.
Menurut Yayat, langkah fundamental yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah memetakan kondisi aktual kawasan hutan secara detail, termasuk alih fungsi besar-besaran yang selama ini terjadi.
Ia menilai tanpa pemetaan tersebut, penyebab banjir hanya akan dibahas di permukaan tanpa menyentuh masalah strukturalnya.
“Satu-satunya cara adalah memetakan tingkat kerusakan kawasan hutan—mana yang legal dan mana yang ilegal. Kalau itu saja belum mampu dilakukan, persoalannya akan kembali ke akar,” ucapnya. Ia juga menyebut alih fungsi menjadi perkebunan sawit maupun industri pulp sebagai contoh yang wajib dibuka secara transparan.
Selain itu, Yayat mengingatkan bahwa persoalan serupa terjadi di sektor pertambangan, sehingga pemetaan legalitas juga harus mencakup aktivitas mineral dan batu bara.
Ia menilai ketegasan otoritas menjadi penting agar publik memahami batas kewenangan masing-masing institusi.
“Selain hutan, pertambangan juga begitu. Berapa banyak tambang yang legal dan ilegal?” tutur Yayat.
Menurutnya, Menteri Kehutanan harus menjelaskan area mana saja yang berada di bawah tanggung jawab langsung kementerian dan mana yang menjadi kewenangan lembaga atau pihak lainnya. Ketegasan ini diperlukan untuk mencegah saling lempar tanggung jawab antarinstansi.
“Dia harus menyebutkan mana tanggung jawabnya dalam kawasan hutan. Di luar kawasan hutan, itu bukan kewenangannya. Lalu siapa yang bertanggung jawab di luar kawasan hutan? Itu harus jelas,” tegasnya.
Baca Juga: Kritik Pandji Pragiwaksono ke Zulhas di 2011: Daripada Tanam 1 Miliar Pohon, Mending Dijaga
Yayat kemudian menyoroti pentingnya transparansi terkait izin-izin kehutanan yang dikeluarkan pada berbagai periode pemerintahan sebelumnya.
Ia bahkan menantang pemerintah untuk membuka data tersebut secara lengkap agar publik dapat melihat kontribusi setiap era terhadap kerusakan hutan.
“Itu yang harus diminta pertanggungjawaban. Sebutkan saja ini zaman zulhas, ini zaman siapa, ini masa siapa, siapa yang paling besar kontribusinya. Tapi pertanyaannya: berani tidak buka-bukaan? Kalau tidak ada keterbukaan, ya berat,” kata Yayat.
Ia menilai persoalan akan terus berulang jika batas tanggung jawab tiap periode tidak dipaparkan kepada publik secara jernih. Dalam pandangannya, keberanian membuka data masa lalu menjadi kunci untuk mengungkap aktor utama kerusakan hutan.
“Kalau tidak ada kejelasan soal ruang tanggung jawab, ya tidak selesai. Kedua, berani buka-bukaan atau tidak? Kalau tidak berani, ya sudah—tidak usah bicara jauh-jauh. Kalau sudah buka-bukaan, barulah terlihat apakah ada ‘dosa turunan’,” katanya.
Saat ditanya mengenai temuan yang mengarah pada era Zulkifli Hasan, Yayat menyatakan bahwa ukuran pertanggungjawaban tetap harus merujuk pada data izin serta besarnya alih fungsi yang terjadi. Ia menekankan bahwa peta izin adalah kunci untuk menilai kontribusi setiap periode.
Berita Terkait
-
Jerome Polin Jelaskan Skala Deforestasi Indonesia Lewat Hitungan Matematika
-
DPR Desak Kemenhut Ungkap 12 Perusahaan Diduga Pemicu Banjir Sumatra dalam 30 Hari
-
Kritik Pandji Pragiwaksono ke Zulhas di 2011: Daripada Tanam 1 Miliar Pohon, Mending Dijaga
-
Panggul Beras Menteri Zulhas Disorot, Apa Tugas Menko Pangan?
-
Omara Esteghlal Kritisi Video Klarifikasi Zulkifli Hasan: Kita Hormat ke Orang yang Layak
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Dedi Mulyadi Datang ke KPK: Ada Apa dengan Sungai dan Hutan Jabar?
-
Tak Cukup Andalkan Infrastruktur, Pelatihan Evakuasi Penentu Keselamatan di Gedung Bertingkat
-
Respons Dasco Soal Wacana Pilkada Dipilih DPRD: Pikirkan Saudara Kita di Sumatera Pulih Dulu
-
Kecelakaan Maut di SDN Kalibaru, Pramono Anung: Perusahaan Harus Tanggung Jawab!
-
Jerit Histeris Pecah di SDN Kalibaru 01! Siswa Diseruduk Mobil saat Upacara
-
Dirut Terra Drone Jadi Tersangka Kebakaran Maut di Kemayoran, Polisi Ungkap Pasal Kelalaian
-
Tragedi Kebakaran Terra Drone, Pengamat Desak Audit Keselamatan Gedung Tanpa Tawar-Menawar
-
Tragedi Terra Drone Tewaskan 22 Orang, Pengamat: Bukti Kegagalan Sistem Keselamatan Gedung
-
PBNU Dorong Reformasi Polri Menyeluruh, Gus Yahya Tegaskan Perlunya Pertobatan Institusional
-
Bukan Cuma Bupati Lampung Tengah, OTT KPK Juga Jaring 4 Orang Lainnya