Suara.com - Agus Tjahajana Wirakusumah, seorang pengamat otomotif berharap adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 bukan berarti membuat industri otomotif yang sudah tumbuh akan dikesampingkan. Dalam artian, demi mengejar produk-produk bertenaga listrik, maka manufaktur dengan kendaraan mesin konvensional dikorbankan, bahkan menjadi mati.
Menurutnya, rencana pemerintah untuk mendorong percepatan produksi kendaraan listrik bisa memiliki esensi yang salah jika tidak diperhitungkan.
"Kalau ke depannya akan didorong ke arah era kendaraan listrik, maka esensinya tidak boleh mengimpor mobil tipe ini dari negara-negara lain. Bila terjadi kondisi seperti ini, artinya esensi bergeser menjadi mengedepankan produksi impor. Kondisi yang terbaik adalah terus memelihara industri otomotif yang sudah ada, dan produksi luar negeri harus diperhitungkan. Bagaimana yang terbaik harus diperhitungkan," kata Agus Tjahajana Wirakusumah di Jakarta, baru-baru ini.
Lebih lanjut, mantan Dirjen Logam Mesin Eletronika dan Aneka Kementerian Perindustrian (1998-2002) ini menyampaikan, dahulu pasar otomotif masih sekitar 400 ribu unit, kemudian kapasitas produksinya naik menjadi sekitar 56 ribu unit. Dan sekarang kapasitas produksi sudah hampir mencapai 1,2 juta unit.
Nah, kapasitas produksi ini selayaknya diperhatikan, bukan karena kehadiran Perpres Nomor 55 Tahun 2019 maka sektor yang sudah berjalan itu malahan dihentikan.
"Perpres harus bisa mencerminkan jangka panjang," pungkasnya.
Sebagai catatan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi meneken aturan kendaraan bermotor listrik (KBL) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019.
Aturan ini akan menjadi dasar bagi para pelaku industri otomotif dalam mengembangkan kendaraan ramah lingkungan. Salah satu pasal yang tertuang adalah harus mengandung Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Untuk kendaraan listrik beroda dua dan/atau tiga tingkat penggunaan komponen dalam negeri tahun 2O19 sampai dengan 2023, minimum harus memenuhi TKDN 40 persen. Sedangkan untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat atau lebih tingkat penggunaan komponen dalam negeri pada 2O19 sampai dengan 2O21, dikenai TKDN minimum sebesar 35 persen.
Baca Juga: Bermobil Keliling Bhutan, Tersipu Malu Ketemu Mr P Raksasa!
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
5 Rekomendasi Motor Listrik yang Pakai Baterai Detachable, Bisa Dicopot Tak Repot Ngecas
-
Suzuki Satria F150 Pertahankan Status Legenda Underbone dengan Desain Baru
-
5 Mobil Bekas Kecil Terbaik Selain Suzuki S-Presso, Irit Bensin dan Mesin Bandel
-
5 Mobil Tahun Muda Harga 150-200 Juta Irit BBM, Cocok Pergi untuk Lintas Provinsi
-
Rencanakan Anggaran Liburan Akhir Tahun! Intip Tarif Tol Terbaru Jogja-Semarang 2025
-
5 Deretan Situs untuk Cek Tarif Tol, Praktis Langsung dari HP
-
Rekomendasi Mobil Bekas Tahun Muda dengan Budget di Bawah Rp 300 Juta
-
9 Rekomendasi Mobil Bekas Hatchback Ekonomis untuk Penggunaan Harian Mulai Rp30 Jutaan
-
Harga Beda Tipis, Mending Outlander Sport atau Raize Bekas?
-
Berapa Harga Toyota Rush Bekas? Simak Rekomendasi Lengkap Biaya Pajaknya