Suara.com - Ekonom dan Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S. Simandjuntak berpendapat bahwa seorang calon baik capres-cawapres maupun para wakil rakyat yang akan kita pilih, dapat terungkap sinyal kepribadiannya dari bahasa-bahasa yang mereka ungkapkan dalam sebuah kampanye Pemilu.
Menurut Djisman, bahasa itu merupakan pembeda utama antara manusia dengan hewan.
“Kita bisa menggunakan bahasa untuk menyembunyikan niat, mengungkapkan rasa murka, tapi juga mengungkapkan belas kasih, kekaguman, berandai-andai dan lain-lain.
Bahasa adalah sesuatu yang sangat melible (mudah meleleh), bisa diputar-putar untuk mengungkapkan sesuatu yang penting maupun tidak penting," katanya saat membuka acara Diskusi Publik: Bahasa dan Kampanye Pemilu yang diselenggarakan Universitas Prasetiya Mulya dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Diskusi menghadirkan pembicara yakni Sastrawan dan Rektor IKJ 2016-2020 Seno Gumira Ajidarma, Dosen Desain Komunikasi Visual IKJ Iwan Gunawan, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia Prof Zeffry Alkatiri, dan Guru Besar Ilmu Marketing Prof Agus W. Soehadi.
Dikatakannya, bahasa yang dipakai seseorang juga memberi sinyal tentang kepribadian orang itu.
“Saya suka membaca puisi. Saat saya membaca puisi Schiller, (saya) membandingkan dengan bahasa Adolf Hitler. Mereka sama-sama dari Jerman, punya bahasa yang sama, bangsa yang sama. Tetapi ungkapan bahasa mereka berbeda. Schiller menganggap kita semua bersaudara, sebaliknya, Hitler menganggap orang Yahudi harus dimusnahkan,” ungkap Djisman.
Djisman berpendapat, umumnya kita sering terpengaruh dari bahasa yang dipakai seseorang seperti ketika zaman kolonial dulu, kalau Presiden Soekarno akan berpidato, banyak orang berbondong-bondong berkumpul, termasuk yang tidak dapat langsung mendengar bergegas mendekati radio dan dengan seksama mendengarkan. Dari pidato itu banyak orang bersemangat, bergairah memperjuangkan kemerdekaan.
Maka, Dsjiman mengajak agar para pendengar dalam kampanye memperhatikan gaya bahasa yang dipergunakan para capres-cawapres maupun para caleg agar menemukan sesuatu yang berharga dari perbedaan-perbedaan mereka, demi bisa mendapatkan pertimbangan yang baik saat kita akan memilih mereka dalam Pemilu nanti.
Baca Juga: Panglima TNI Ultimatum Prajurit Tak Netral di Pemilu 2024: Ada Penindakan Hukum!
Sebuah contoh diungkapkannya.
“Calon anu, saya masukkan dalam (konteks) Hak Asasi Manusia, hasilnya lain sekali. Calon anu lain saya masukkan dalam Sains dan Teknologi, hasilnya juga lain sekali. Calon lain lagi saya masukkan dalam Politik Luar Negeri. Semua punya bahasa dan ungkapan yang berbeda-beda. Dari sini paling tidak kita mencoba memahami bagaimana arah perjalanan seseorang dari ungkapan bahasa yang mereka pakai”, imbuhnya.
Dari internet kita sudah terlalu banyak menerima dan membaca bahasa-bahasa buruk; misinformasi, hoaks, berita bohong, ujaran kebencian. “Dengan diskusi ini semoga kita semakin kritis dan pandai-pandai menyaring, bagaimana seharusnya bahasa ini kita pergunakan dan kita mengerti hakikatnya secara sungguh dalam sebuah kampanye”, simpulnya.
Dalam kesempatan sama, Sastrawan dan Rektor Institut Kesenian Jakarta 2016-2020 Seno Gumira Ajidarma berpendapat, masyarakat perlu kritis dalam membaca, mendengar, menyaksikan sebuah kampanye di media.
Menurutnya Seno, yang penting untuk semakin disadari oleh masyarakat dalam memahami sebuah kampanye pemilu adalah literasi bahwa apa pun yang kita lihat dan dengar dalam kampanye pemilu umumnya kita terima melalui media.
“Dan (apa yang disampaikan) media itu sesungguhnya bukan realitasnya. Kita sering kurang sadar akan hal ini; dari mulai bangun tidur kita membuka media melalui TV atau HP, kita sering tidak sadar bahwa semua yang kita saksikan itu adalah ‘bikinan’ orang, bikinan tim, atau buatan orang usil, melalui proses editing, editor, melalui posisi media, dan segala macam terkait proses teknis itu, itu semua tidak ada yang riil sama sekali”, ungkapnya.
Berita Terkait
-
Duh! Seorang Wanita Paruh Baya di Tambora Nekat Nipu Caleg, Begini Modusnya
-
Peluncuran Buku Belajar Bahasa Ibrani: Memahami Israel Modern dan Beblikal
-
Kutip Pepatah Politik, Kekuasan Cenderung Korup, Surya Paloh: Negeri Kita Prihatin Luar Biasa
-
Sebut Penguasa Tidak Berlaku Adil demi Kepentingan, Surya Paloh: Kita Tidak Bisa Diamkan
-
PKS Klaim Jadi Satu-satunya Parpol yang Penuhi Kuota Perempuan Caleg DPR
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
Mengenal Inovasi dan Manfaat Lelang bagi Perekonomian Nasional
-
Rakhano Rilis "Sempat Tak Sempat", Lagu Galau yang Bikin Susah Move On
-
Paramount Land Gelar Pesta Rakyat 'Sinergi dalam Satu Harmoni'
-
Edukasi dan Promosi Kelestarian Hutan, FSC Forest Week di Indonesia Resmi Diluncurkan
-
Pastry Chef Audrey Tampi Gelar Demo Masak Eksklusif di Jakarta
-
Custom Desain Cincin Pernikahan Jadi Tren, Buat Cinta Makin Jadi Lebih Bermakna
-
Meriahkan HUT Kemerdekaan RI ke-79 dengan Tingkatkan Nasionalisme dan Eratkan Kebersamaan antar Karyawan
-
Rayakan HUT RI, Pergikuliner Festival Ruang Rasa Hadirkan Ragam Kuliner Indonesia di Central Park
-
Rayakan Hari Kemerdekaan Bersama Lebih dari 6000 Siswa dengan Berbagi Es Krim Gratis di Seluruh Indonesia
-
Terinspirasi HUT RI di IKN, The House of Arwuda Luncurkan Parfum Independence