Sport / Arena
Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:08 WIB
SEA Games 2025 (Antara)
Baca 10 detik
  • Atlet Indonesia di SEA Games 2025 tetap menunjukkan sportivitas tinggi meski gagal meraih medali.

  • Masalah teknis klip pedal menyebabkan tim balap sepeda putra Indonesia didiskualifikasi dari perlombaan.

  • Maikhel Muskita dan Ayustina Delia menjadi simbol ketangguhan atlet dalam menghadapi kegagalan target emas.

Suara.com - Gelaran akbar SEA Games 2025 di Thailand tidak hanya menyisakan deretan prestasi gemilang bagi kontingen Indonesia.

Di balik kemeriahan lagu Indonesia Raya, tersimpan realita pahit bagi para pejuang olahraga yang belum beruntung.

Sorotan media biasanya hanya tertuju pada para peraih emas yang berdiri tegak di podium tertinggi arena.

Padahal, terdapat narasi mendalam mengenai mereka yang harus pulang dengan tangan hampa setelah berjuang sekuat tenaga.

Kisah ini mendedikasikan ruang bagi para atlet yang dedikasinya melampaui sekadar angka pada papan skor.

Tragedi Teknis di Velodrome Bang Kapi

Hingga laporan ini disusun, Indonesia tercatat telah mengamankan koleksi sebanyak 91 keping medali emas.

Namun, angka tersebut menyisakan fakta bahwa ratusan atlet lainnya masih tertahan di luar lingkaran pemenang.

Keheningan yang mencekam sempat mewarnai atmosfer kompetisi di Hua Mark Velodrome, Bang Kapi, Bangkok, Kamis (18/12).

Baca Juga: Janji Manis Erick Thohir Usai Pencak Silat Sumbang 4 Emas SEA Games 2025

Skuad balap sepeda putra Indonesia harus menelan pil pahit saat berlaga di nomor men’s team pursuit.

Harapan besar untuk menguasai lintasan balap sirna seketika akibat gangguan teknis pada komponen sepeda mereka.

Diskualifikasi Pahit Tim Balap Sepeda

Tim yang diperkuat Terry Yudha Kusuma, Juilan Abimanyu, Yosandy Darmawan Oetomo, Muhammad Andy Royan, dan Bernard Benjamin van Aert ini didiskualifikasi.

Masalah pada klip pedal dua pembalap di fase awal perlombaan membuat mereka dinyatakan tidak mencapai garis finis.

Kejadian fatal ini menghancurkan persiapan matang yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun demi ajang dua tahunan ini.

Paddock tim Indonesia yang biasanya riuh mendadak sunyi saat para atlet menyadari peluang mereka telah tertutup.

Juilan Abimanyu yang merupakan debutan muda paling potensial nampak sangat terpukul atas insiden teknis yang menimpanya.

Keyakinan yang Terbentur Realita Lapangan

Padahal, jika merujuk pada data statistik, catatan waktu tim Indonesia merupakan salah satu yang paling kompetitif.

Beberapa jam sebelum start, aura optimisme terpancar jelas saat mereka melakukan pemanasan di jalanan kota Bangkok.

Namun, olahraga seringkali menghadirkan variabel tak terduga yang tidak bisa dikendalikan hanya dengan kekuatan fisik.

Selain balap sepeda, atlet kickboxing Andi Mesyara Jerni Maswara juga sempat merasakan gejolak emosi akibat ketidakpuasan hasil.

Meski sempat meluapkan perasaan di dunia maya, ia akhirnya memilih untuk tetap menjunjung tinggi nilai sportivitas.

Empati dan Air Mata Ayustina Delia

Ketangguhan mental juga diperlihatkan oleh pembalap putri andalan Indonesia, Ayustina Delia Priatna, di nomor trek.

Ia harus puas menempati urutan ketiga di belakang wakil Malaysia dan Singapura dalam nomor scratch putri.

Tangisnya pecah bukan karena kecewa pada perunggu, melainkan bentuk empati mendalam kepada rekan setimnya yang gagal.

Sebelumnya, Ayustina sukses menyabet emas di nomor ITT road race putri dengan durasi waktu 59 menit 18 detik.

Ia juga menambah koleksi medali dengan meraih perunggu pada nomor individual road race dengan waktu 3 jam 56 menit 20 detik.

Dari arena adu jotos, Maikhel Roberrd Muskita harus mengakui keunggulan petinju Filipina, Eumir Felix Marcial, di laga final.

Maikhel membawa pulang medali perak setelah kalah tipis dengan skor 1-4 dalam perebutan juara kelas 80 kilogram.

Meski terpukul, ia berkomitmen untuk segera bangkit demi menatap kualifikasi Olimpiade Los Angeles dan Asian Games mendatang.

Para atlet ini membuktikan bahwa keberanian sejati adalah kemampuan untuk tetap berdiri tegak meski sedang terjatuh.

Load More