Bias adalah bagaimana perasaan dan pandangan dunia kita mempengaruhi proses pembuatan suatu pesan dan pengambilan memori diri kita. Kita mungkin ingin menganggap ingatan kita sebagai seorang pembuat arsip memori yang sangat berhati-hati mengenang suatu peristiwa, tetapi kadang-kadang kita malah lebih seperti seorang pendongeng. Kenangan dibentuk oleh keyakinan kita dan dapat berfungsi untuk mempertahankan narasi yang konsisten daripada catatan yang akurat.
Contoh dari hal ini adalah paparan selektif, yaitu kecenderungan untuk mencari informasi yang akan memperkuat keyakinan kita terhadap hal yang sudah ada sebelumnya dan untuk menghindari informasi yang mempertanyakan keyakinan kita. Efek ini didukung oleh bukti bahwa pemirsa berita televisi sangat partisan dan ada di ruang (echo chamber) mereka masing-masing, di mana orang hanya mendengar pendapat dari kelompok mereka, atau pendapat yang mirip dengan pendapat mereka sendiri.
Tadinya, komunitas online diyakini menunjukkan perilaku yang sama dan berkontribusi pada penyebaran berita palsu, tetapi ini tampaknya hanya sebuah mitos. Situs berita politik sering dihuni oleh orang-orang dengan latar belakang ideologis yang beragam dan ruang echo chambers mungkin lebih banyak ada dalam kehidupan nyata daripada online.
Otak kita terhubung untuk mengasumsikan hal-hal yang kita yakini berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Tetapi apakah kita lebih cenderung mengingat informasi yang memperkuat keyakinan kita? Sepertinya tidak juga..
Orang yang memegang kepercayaan kuat mengingat hal-hal yang relevan dengan keyakinan mereka, tetapi mereka juga mengingat informasi yang bertentangan. Ini terjadi karena orang termotivasi untuk mempertahankan keyakinan mereka dari pandangan yang berlawanan.
Keyakinan yang tersebar antar orang yang memiliki pandangan yang sama menunjukkan kesulitan mengoreksi informasi yang salah. Berita hoaks sering dirancang untuk menarik perhatian.
Berita palsu tetap dapat mempengaruhi bahkan setelah berita itu dibantah karena pesannya berhasil memproduksi reaksi emosi yang kuat dan dibangun berdasarkan narasi yang kita miliki.
Koreksi atas berita palsu memiliki dampak emosional yang jauh lebih kecil, terutama jika mereka memerlukan perincian kebijakan, sehingga harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan atas naratif serupa agar bisa efektif.
Tips untuk melawan berita palsu atau hoaks
Cara kerja ingatan kita sebenarnya mustahil untuk menolak berita palsu atau hoaks sepenuhnya.
Satu pendekatan yang tepat yaitu dengan mulai berpikir seperti seorang ilmuwan. Ini melibatkan kita untuk mengadopsi sikap mempertanyakan yang dimotivasi oleh rasa ingin tahu, dan menyadari bias pribadi.
Untuk berita palsu, kita perlu membangun sikap skeptis dan bertanya pada diri sendiri seputar pertanyaan-pertanyaan berikut:
Ini konten jenis apa? Banyak orang mengandalkan media sosial dan sistem pencari berita sebagai sumber utama berita mereka. Dengan mengidentifikasi apakah jenis informasi tersebut adalah berita, opini, atau bahkan humor, hal ini dapat membantu kita memahami jenis informasi yang ada dengan lebih lengkap ke dalam ingatan.
Di mana berita itu diterbitkan? Memperhatikan di mana informasi dipublikasikan sangat penting untuk memproses sumber informasi ke dalam memori. Jika sesuatu itu masalah besar, berbagai sumber akan membahasnya, jadi memperhatikan detail seperti ini adalah hal yang penting.
Siapa yang diuntungkan? Mengetahui siapa yang diuntungkan akan membantu kita mengaitkan sumber informasi tersebut ke dalam memori. Hal tersebut juga dapat membantu kita merenungkan kepentingan kita sendiri dan apakah bias pribadi kita sedang berperan.
Berita Terkait
-
Pertamina Luruskan 3 Kabar Bohong Viral Akhir Pekan Ini
-
Terseret Drama Hoaks Ratna Sarumpaet, Tangis Nanik Deyang soal Kasus MBG Dicurigai Publik: Akting?
-
Viral Video SPBU Larang Kendaraan Mati Pajak Isi BBM, Pertamina: Hoaks!
-
Dewa Gede Adiputra Geram, Ambil Langkah Hukum Soal Hoaks yang Seret Nama Maharani Kemala
-
CEK FAKTA: DPR Sahkan UU Perampasan Aset Usai Demo Agustus 2025, Benarkah?
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Spesifikasi Xiaomi 17 Pro Max: Bawa Snapdragon 8 Elite Gen 5, Layar Belakang ala Mi 11 Ultra
-
Vivo Segera Rilis Sistem Operasi OriginOS ke Luar China, Gantikan FunTouch OS
-
Realme GT 8 Pro Debut Pakai Snapdragon 8 Elite Gen 5, Skor AnTuTu Tembus 4 Juta Lebih
-
Vivo V60 Lite Masuk Indonesia 2 Oktober, Intip Spesifikasinya
-
Komdigi Sebut Indonesia Harus Mandiri Kembangkan AI biar Tak Bergantung Teknologi Asing
-
13 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September 2025: Skuad Mesti Gahar, Pele dan Petit Menantimu
-
25 Kode Redeem FF Terbaru 28 September 2025, Klaim Diamond dan Bundle Langka Sekarang
-
4 HP dengan Kamera Stabil di Bawah Rp3 Juta: Cocok untuk Konten Harian dan Video Anti-Goyang
-
Mending Beli iPhone 13 atau iPhone 16e? Duel iPhone Murah
-
27 Prompt Gemini AI Edit Foto Pasangan Jadi Ala Studio Profesional