Suara.com - Penyebaran virus Corona (COVID-19) membuat orang di seluruh dunia harus melakukan physical distancing. Pemerintah Amerika Serikat melakukan pembatasan pertemuan besar, berusaha untuk mengurangi definisi "pertemuan besar" itu sendiri.
Awalnya, pemerintah melarang pertemuan di atas 1.000 orang, kemudian 250, semakin menurun menjadi 100, lalu 50, dan 10. Pada akhirnya, memberlakukan pelarangan untuk setiap pertemuan, kecuali bersifat sangat penting.
Tetapi, hingga saat ini tidak ada penjelasan ilmiah yang menyebutkan jumlah tertentu untuk suatu perkumpulan hingga bisa dibilang "besar". Padahal, mendapatkan jawaban yang pasti sangat penting karena angka yang terlalu besar tidak bisa memutus rantai penyebaran, sementara angka yang terlalu kecil bisa berdampak pada terhambatnya laju kehidupan dan mata pencaharian.
"Saya tidak mengetahui adanya pemodelan kuantitatif yang menginformasikan keputusan itu," ucap Lydia Bourouiba, seorang ahli fisika dan epidemiologi di MIT.
Tapi sekarang, sebuah penelitian baru menyediakan beberapa pemodelan. Meskipun tidak ada ukuran pasti, tetapi setiap penanggulangan wabah dan penyebarannya memiliki ambang batas, dan jumlah tersebut kemungkinan besar bukan nol.
Dalam penelitian yang telah diunggah di arXiv.org pada 12 Maret, lima pemodel epidemi menunjukkan secara matematis bagaimana epidemi dapat dikendalikan tanpa melarang semua masyarakat berkumpul.
Model ini termasuk versi "friendship paradox". Model tersebut menjelaskan bahwa ketika epidemi menyerang jaringan pertemanan yang lebih banyak koneksi, hal itu bisa menjadi buruk ketika melakukan perkumpulan besar karena lebih banyak orang yang akan terinfeksi.
"Saya yakin bahwa ada ambang batas, meskipun ambang batas untuk COVID-19 belum diketahui," ucap Laurent Hébert-Dufresne, seorang ilmuwan komputer di University of Vermont di Burlington yang mengembangkan model.
Sejauh ini, pejabat publik telah mengurangi jumlah atau angka perkumpulan maksimum yang diizinkan tanpa formula yang tepat.
Baca Juga: Mantul! 2 Bulan Terendam di Sungai, iPhone 8 Masih Menyala
"Menurunnya jumlah orang yang direkomendasikan untuk perkumpulan besar adalah sinyal bahwa kita harus semakin serius tentang perlunya menjauhkan jarak secara fisik. Saya tidak yakin ada angka tertentu yang pasti," jelas Marc Lipsitch, seorang ahli epidemiologi di Harvard T.H. Chan School of Public Health, Boston.
Sebagian besar pengukuran didasarkan pada gagasan bahwa risiko pertemuan besar meningkat seiring kuadrat ukuran pertemuan. Artinya, pertemuan yang 10 kali lebih besar akan memberikan 100 kali lebih banyak "peluang transmisi".
Tetapi menurut Hébert-Dufresne, perhitungan kasar ini sebenarnya meremehkan bahaya pertemuan besar karena friendship paradox. Hal itu juga tidak memperhitungkan dinamika epidemi, yang justru menciptakan ambang batas antara pertemuan besar dan kecil.
Sedangkan model dalam penelitian baru, yang belum pernah ditinjau oleh para ahli sejawat, menggambarkan pertemuan sebagai "klik" yang sangat terhubung, di mana semua orang yang hadir di pertemuan terpapar dengan yang lain. Hébert-Dufresne yang bekerja sama dengan rekan-rekan dari Université Laval di Quebec, membandingkan epidemi dalam jaringan semacam itu dengan api unggun.
Untuk membuat api unggun diperlukan dua hal, yaitu menyalakan api dan membuatnya merambat dari cabang kayu ke cabang kayu lainnya. Dalam model Hébert-Dufresne, pertemuan kecil membentuk kayu bakar dan pertemuan besar adalah cabangnya. Agar api tidak menyebar, orang-orang tidak perlu menghilangkan kayu bakar, tetapi hanya cabangnya saja.
Di sisi lain, Lauren Ancel Meyers, seorang ahli epidemiologi di Universitas Texas di Austin, telah menulis permohonan untuk berbagi data geolokasi dan media sosial besar seperti Google, Amazon, Apple, Twitter.
Berita Terkait
Terpopuler
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 Oktober: Klaim 16 Ribu Gems dan Pemain 110-113
- Jepang Berencana Keluar dari AFC, Timnas Indonesia Bakal Ikuti Jejaknya?
- Here We Go! Peter Bosz: Saya Mau Jadi Pelatih Timnas yang Pernah Dilatih Kluivert
- Daftar HP Xiaomi yang Terima Update HyperOS 3 di Oktober 2025, Lengkap Redmi dan POCO
- Sosok Timothy Anugerah, Mahasiswa Unud yang Meninggal Dunia dan Kisahnya Jadi Korban Bullying
Pilihan
-
Hasil Drawing SEA Games 2025: Timnas Indonesia U-23 Ketiban Sial!
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
-
Pemerintah Buka Program Magang Nasional, Siapkan 100 Ribu Lowongan di Perusahaan Swasta Hingga BUMN
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori Besar untuk Orang Tua, Simpel dan Aman
-
Alhamdulillah! Peserta Magang Nasional Digaji UMP Plus Jaminan Sosial dari Prabowo
Terkini
-
Kapasitas Baterai Realme GT 8 Pro Terungkap, Dukung Fast Charging 120 W
-
Timothy Trending: Daftar Nama Pembully Beredar, HRD Siap Blacklist?
-
Senasib dengan Galaxy S25 Edge, Penjualan iPhone Air Tak Sesuai Ekspektasi
-
21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 19 Oktober: Klaim 19 Ribu Gems dan Player 111-113
-
Apa itu Kaicil Kastela? Gibran Dapat Gelar Pangeran dari Kesultanan Ternate
-
Player Battlefield 6 Bisa Dapatkan XP Lebih Cepat Lewat Update Anyar
-
Mengapa Ada Suhu Panas serta Hujan Angin di Bulan Ini? BRIN dan BMKG Beri Penjelasan
-
Video Perbandingan Tampilan Final Fantasy 7 Remake Switch 2 vs Konsol Beredar
-
Bocoran Harga Redmi Watch 6 Beredar, Smartwatch Murah Ini Debut 23 Oktober
-
Cikal Bakal HP Flagship POCO, Redmi K90 Pro Max Usung Subwoofer Bose