Suara.com - Para ilmuwan memberikan lebih banyak kepastian tentang sejauh mana pemanasan Bumi di masa depan, dalam sebuah penelitian terbaru.
Berkolaborasi dengan banyak ilmuwan iklim internasional lainnya, penelitian ini dipimpin oleh Steven Sherwood dari University of New South Wales, Australia.
Seperti diketahui, iklim Bumi menghangat karena konsentrasi gas rumah kaca seperti karbon dioksida meningkat di atmosfer. Sejak tahun 1950-an, data suhu NASA menunjukkan bahwa Bumi telah memanas sekitar 0,8 derajat Celcius hingga dekade terakhir.
Para ilmuwan berusaha memprediksi iklim di masa depan. Skala pemanasan di masa depan tetap tidak pasti karena berbagai alasan, salah satunya adalah ketidaktahuan tentang berapa banyak polusi karbon yang akan dilepaskan manusia selama beberapa dekade mendatang.
Oleh karen itu, para ahli telah mengembangkan model sistem Bumi untuk memprediksi masa depan, menggunakan berbagai skenario polusi karbon di masa depan.
Mulai dari opsi "bakar semua cadangan batu bara", hingga opsi "matikan semua pembangkit listrik tenaga batu bara".
Tetapi, elemen penting lainnya dari ketidakpastian adalah seberapa sensitif iklim Bumi terhadap karbon dioksida. Ilmuwan menyebutnya "sensitivitas iklim ekuilibrium". Ini mewakili kenaikan suhu untuk penggandaan konsentrasi karbon dioksida yang berkelanjutan.
Sensitivitas iklim ekuilibrium telah lama diperkirakan berada dalam kisaran 1,5 hingga 4,5 derajat Celcius. Dengan kata lain, jika karbon dioksida di atmosfer mencapai 560 bagian per juta (ppm), Bumi akan menghangat di suatu tempat antara 1,5 hingga 4,5 derajat Celcius.
Penelitian terbaru ini adalah penyelidikan paling lengkap yang belum pernah dilakukan. terhadap semua bukti yang tersedia dan menemukan kisaran paling mungkin antara 2,6 hingga 3,9 derajat Celcius. Namun, suhu ini akan memerlukan waktu ratusan tahun.
Baca Juga: Ilmuwan Sebut Objek Antarbintang Pertama Ini Teknologi Alien
Menurut Sherwood, perlu waktu lama untuk sepenuhnya menyesuaikan diri dengan perubahan tingkat energi yang datang, bisa ratusan tahun. Namun, sebagian besar pemanasan terjadi dalam satu dekade perubahan.
"Kami pikir pemanasan sebenarnya terjadi di abad mendatang terkait erat dengan jumlah pemanasan ekuilibrium, jadi jika kita mengetahui salah satunya, secara kasar kita mengetahui yang lain," katanya seperti dikutip Science Alert, Selasa (25/8/2020).
Para ilmuwan juga mengungkap seberapa jauh manusia saat ini, menuju penggandaan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Sherwoon mengatakan, sudah hampir setengah jalan.
Meski begitu, kabar baiknya adalah skenario ekstrem tidak mungkin terjadi. Skenario polusi masa depan yang paling optimis melibatkan Bumi yang secara drastis mengurangi penggunaan batu bara, minyak, dan gas hingga 2050.
Namun, meski sudah melakukan hal itu pun hampir mustahil menghentikan pemanasan dunia kurang dari 1,5 derajat Celcius.
Skenario masa depan paling optimis akan memberi manusia peluang 83 persen untuk tetap di bawah suhu 2 derajat Celcius. Tetapi hanya peluang 33 persen untuk tetap di bawah 1,5 derajat Celcius. Untuk berada di bawah suhu 1,5 derajat Celcius, skenario ini akan membutuhkan tindakan yang cukup ekstrem.
Sementara itu, skenario paling mendekati apa yang dapat diharapkan dalam kebijakan pemerintah global saat ini, memberi manusia peluang kurang dari 10 persen untuk bertahan di bawah suhu 2 derajat Celcius.
Pada dasarnya, manusia perlu meningkatkan upaya dan komitmen secara signifikan agar memiliki kesempatan yang layak untuk memenuhi target 2 derajat Celcius.
Skenario yang lebih memungkinkan berdasarkan penelitian baru dan skenario polusi masa depan paling mungkin adalah 2 hingga 3 derajat Celcius pada 2100.
Berita Terkait
-
Tak Disangka, Dua Hal Ini Disebut Berisiko Tularkan Virus Corona
-
Miris, Greenland Kehilangan 532 Miliar Ton Lapisan Es dalam 1 Tahun
-
Lebih Cepat Antisipasi, Gejala Covid-19 Bisa Diprediksi
-
Ilmuwan Warga Temukan 95 Katai Cokelat di Dekat Matahari
-
Pertama Kalinya, Ilmuwan Amati Awan Gas Dikeluarkan dari Inti Bimasakti
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Soeharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
Kepsek Roni Ardiansyah Akhirnya Kembali ke Sekolah, Disambut Tangis Haru Ratusan Siswa
Terkini
-
Video Hands-On iQOO 15 Beredar, Bawa Baterai Jumbo dan Efek Perubahan Warna
-
Penggemar Bocorkan Game Yakuza Anyar dari Sega, Segera Debut?
-
5 HP 'Flagship' Harga Rp1 Jutaan: Dulu Harga Belasan Juta, Performa Tetap Menarik
-
Walkot Prabumulih Minta Maaf di Depan Kepala Sekolah, Netizen Soroti Gesturnya: Arogan
-
Mengatasi Gagal Download Kartu Sulingjar: Panduan dan Tipsnya
-
Update Harga iPhone Terbaru Usai Update iOS 26, iPhone 16 Makin Murah?
-
Cara Bikin Foto Sinematik di Stasiun Pakai Gemini AI, Ini Kumpulan Prompt Ajaibnya
-
17 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 September: Raih Iniesta 111 dan Pack Gratis
-
Discord Jadi Alat Pemilu Gen Z Nepal: Kelebihan dan Kekurangan Platform Gamers Ini
-
Oppo K13s dan K13x Siap Meluncur, Tangguh Pakai Layar 120Hz Tahan Air